EIFFEL...I'M IN LOVE 2 (2018)
Rasyidharry
Februari 16, 2018
Cukup
,
Donna Rosamayna
,
Hilda Arifin
,
Indonesian Film
,
REVIEW
,
Rizal Mantovani
,
Romance
,
Samuel Rizal
,
Shandy Aulia
10 komentar
Eiffel...I’m In Love 2 adalah produk budaya Indonesia
terkait pernikahan. Pernyataan “Menikah jangan ditunda-tunda” atau pertanyaan “Kapan
nikah?” pun jamak mampir di telinga kita, termasuk telinga Tita (Shandy Aulia).
Bayangkan, sudah 12 tahun ia berpacaran dengan Adit (Samuel Rizal) tapi bahtera
rumah tangga tak kunjung ditempuh. Bagi kebanyakan masyarakat kita, itu
permasalahan besar. Bagi Tita, menanti kalimat “will you marry me?” dari Adit makin lama makin meresahkan. Apakah Adit
benar-benar serius menjalani hubungan? Tita kerap mempertanyakan itu.
Sedangkan saya mempertanyakan “Apakah filmnya mampu mengolah
isu kekinian yang kompleks tersebut?”. Alkisah 12 tahun pasca film pertama,
Adit dan Tita masih menjalani LDR dengan bentuk interaksi serupa: bertengkar,
bertengkar, dan bertengkar. Tita yang manja dan selalu merengek, Adit yang
ketus dan galak. Sekilas mereka tidak berubah. Tapi sejatinya ada perubahan
besar yang menggiring Eiffel...I’m
In Love 2 berpindah jalur dibandingkan pendahulunya, yakni status pacaran dua tokoh utama.
Konon setelah berpacaran, romantisme berkurang, hubungan lebih
hambar serta gampang ditebak. Eiffel...I’m
In Love 2 terjangkit hal serupa. Elemen kejutan dalam dinamika Adit-Tita memudar,
sedangkan konfliknya terjerumus keklisean seputar kesalahpahaman yang mestinya
dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Pertengahan durasi praktis sekedar
diisi jalan-jalan berkeliling Paris sembari diselingi rutinitas obrolan
berujung pertengkaran. Obrolan dangkal sekaligus repetitif yang urung dipakai
menggali isu pernikahan yang diangkat.
Beruntung chemistry
Shandy Aulia dan Samuel Rizal kian rekat, hingga efektif menyunggingkan senyum
di bibir penonton. Samuel yang semakin matang tidak lagi datar saat
menyampaikan dialog, sementara Shandy adalah sumber tenaga filmnya. Keduanya
menyatu bersama warna-warna lembut dari kamera Yunus Pasolang serta lagu-lagu catchy Melly Goeslaw, menciptakan rasa manis
guna menebus usaha pendewasaan cerita yang belum dibarengi naskah mendalam
maupun kecanggungan Rizal Mantovani membungkus sederet adegan komedi.
Kekurangan naskah buatan Donna Rosamayna tampak dalam
penokohan yang inkonsisten bila disandingkan dengan usungan tema. Eiffel...I’m In Love 2 coba merobohkan
anggapan “lebih cepat menikah lebih baik”. Pola pikirnya kekinian, tetapi diisi
tokoh-tokoh macam Adit dan Bunda (Hilda Arifin) yang kolot pula mengekang. Khususnya
Bunda. Di film pertama, sikapnya masuk akal mengingat Tita merupakan gadis 15
tahun sekaligus anak bungsu. Bermaksud membangun kontinuitas, hasilnya justru karakter
yang seolah tak berkembang seiring waktu.
Pesan agar tak menggampangkan pernikahan memang relevan pada
era saat banyak orang buru-buru menikah karena dipandang selaku solusi
permasalahan (yang justru memancing masalah lebih besar kala minim persiapan). Andaikan pesan itu disampaikan bertahap sembari menyertakan gambaran nyata ketimbang diringkas di penghujung dan cuma berbentuk
petuah. Kekurangan Eiffel...I’m In Love 2
jelas menumpuk. Saya akan mengingatnya sebagai film buruk kalau bukan
karena beberapa menit terakhir yang berisi ciuman romantis dan perbincangan
intim nan menyentuh. Konklusi itu bersifat krusial. Bisa menghancurkan atau
melambungkan kualitas film. Eiffel...I’m
In Love 2 termasuk golongan kedua.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
10 komentar :
Comment Page:ekspektasi gua sama EIFFEL...I'M IN LOVE 2 sama kayak nungguin AADC ke AADC2. Malah sempat mikir bakal ngalahin keboomingannya dilan, secara EIFFEL...I'M IN LOVE 2 udah jelas punya market (penonton EIFFEL...I'M IN LOVE 1nya). ya tapi lagi lagi drama romance Indonesia menurunkan selera gua buat nonton genre ini.
adegan akhir mengejutkan seperti endig aadc2?
@Taufik Well, secara penonton sih sukses, tapi nggak "WOW", kualitas ya udah tahu lah mesti pasang ekspektasi gimana :)
@Teguh Kejutan lebih ke arah motivasi karakternya, yang kasih bobot emosi
Duh, jgnkan yg ke 2.. yg pertama aja blm kelar nonton nya..
dulu di Eiffel 1 ketika penontonnya membludak sampai ada special extended versionnya, saya rasa yang kedua ini tidak akan terjadi.
Nggak akan. Eiffel dulu fenomenal karena film lokal baru bangkit setelah AADC. Kuantitas dan kualitas masih minim. Sekarang beda kondisi
Masih lebih diterima otak saya sih daripada cerita yang mengandalkan keajaiban cinta..
Ditunggu Eifell 3nya.. 14 tahun lagi..
Oh jelas. Ini angkat tema yang penting dan dewasa sebenernya, eksekusinya aja yang kurang
Pernikahan ga boleh minim persiapan dan pertimbangan. Betul. Tapi ga 12 tahun juga kali... wkwkwk
Maaf ga bahas filmnya, tapi mengomentari yang katanya jadi pesan moral. Hehe
Coba ditonton filmnya biar paham kenapa itu masuk akal
Posting Komentar