GHOST STORIES (2017)
Rasyidharry
Mei 03, 2018
Andy Nyman
,
Cukup
,
European Film
,
horror
,
Jeremy Dyson
,
Martin Freeman
,
REVIEW
9 komentar
Dengan kata “ghost”
pada judul serta dijual sebagai horor supernatural, dan ya, terdapat berbagai
peristiwa mistis di dalamnya, siapa sangka Ghost
Stories karya Andy Nyman dan Jeremy Dyson, yang diadaptasi dari pementasan
berjudul sama garapan mereka, justru merupakan suguhan skeptis, setidaknya
begitu menyentuh babak akhir. Bahkan saat tokoh utamanya perlahan mulai
meragukan keraguannya akan hal-hal gaib. Sekarang memang waktu yang tepat bagi
para skeptis melontarkan pertanyaan atas sebuah kepercayaan, terlebih kala
makin banyak manusia saling serang atas nama kepercayaan, atau tepatnya
perbedaan kepercayaan di antara mereka.
Itu yang akan penonton pelajari tentang Profesor Phillip Goodman
(Andy Nyman) melalui rekaman ala home
video selaku pembuka filmnya, di mana ia mendeskripsikan bagaimana kepercayaan
ayahnya, seorang penganut Yahudi taat, justru menghancurkan keutuhan keluarga.
Sebabnya, sang ayah mengusir kakak perempuan Goodman akibat memacari lelaki
Asia. Kita yang berpikiran cerah pasti paham, permasalahan bukan di
kepercayaannya, melainkan si penganut yang terlalu buta hingga sulit merangkul
perbedaan. Tapi bagi Goodman yang terkena pengaruh langsung dan hidup bersama
konflik itu, tumbuh menjadi seorang skeptis adalah kewajaran, meski tanpa sadar
ia melakukan hal serupa ayahnya.
Goodman dikenal lewat acara televisinya yang bertujuan
membongkar penipuan berkedok hal-hal mistis maupun spiritual. Tujuannya baik,
sayang, acap kali Goodman cenderung merendahkan orang-orang yang mempercayai
sesuatu di luar nalar alias agama. Hingga suatu hari ia dihadapkan pada tiga kasus
penguji skeptisme yang dianutnya. Ketiga kasus dengan kemasan layaknya antologi
itu, meski tidak sepenuhnya mengerikan, masing-masing menyimpan paling tidak
satu trik menakut-nakuti kreatif yang layak dikagumi. Pun deretan jump scare formulaiknya, dengan kuantitas
secukupnya, tersaji efektif, kadang ditemani musik menghentak, kadang efek
suara mengejutkan macam besi yang beradu atau padamnya sumber listrik. Sisanya
adalah usaha membangun atmosfer memakai kesunyian serta tempo yang bakal
menguji kesabaran penonton dengan preferensi horor berlaju cepat khas
Hollywood.
Di sela-sela terornya, Ghost
Stories mengingatkan penonton terhadap selera komedi hitam jajaran sineas
Inggris yang bertebaran sepanjang durasi, yang alih-alih mendistraksi, malah
memberi tambahan energi, yang memuncak sewaktu Martin Freeman memasuki panggung
di segmen ketiga, mencurahkan pesonanya. Awalnya tiap segmen nampak tak lebih
dari cerita pendek horor familiar yang sesekali melempar pertanyaan, “apakah
semuanya sungguh peristiwa supernatural atau dampak gangguan psikis tiap tokoh?”.
Naskah buatan Nyman dan Dyson cukup solid guna memancing kemungkinan bahwa segalanya
cuma ada di kepala ketiga narasumber, sama seperti yang Goodman yakini. Sampai
tatkala filmya mencapai babak akhir, kita pun menyadari teror-teror tersebut
lebih mempunyai arti untuk Goodman ketimbang ketiga narasumbernya.
Saya takkan mengungkap isinya, tapi Ghost Stories menyimpan dua twist
selaku penutup. Keduanya mengagumkan bila dilihat dari bagaimana Nyman dan
Dyson cerdik menebar detail petunjuk sepanjang film. Namun ketika twist pertama terasa mind blowing, seutuhnya mengubah arah
kisah pun bersifat terapeutik untuk penokohan Goodmaan, twist kedua adalah keklisean malas yang mengembalikan film ke akar
skeptikalnya, dan hanya diselipkan untuk mengejutkan penonton, bukan menguatkan
bangunan alur. Sebelum kejutan kedua merangsek masuk, saya berujar dalam hati, khawatir
kisahnya bakal melangkah ke sana. Begitu kekhawatiran itu jadi nyata, ingin rasanya
segera meninggalkan bioskop.
Kejutan akhirnya adalah simplifikasi keseluruhan cerita yang
susah payah dibangun, mengubah intisari dari perjalanan seorang pria skeptis
nan sedih menemukan sesuatu di luar pemahamannya sembari berhadapan dengan masa
lalu traumatis menjadi penelusuran isi pikiran kacau seorang pria sedih yang
dipenuhi rasa bersalah. Pondasi yang sejak awal dibangun berakhir tak berguna
akibat ambisi mengejutkan penonton. Seolah tercetus dua ide dalam otak Nyman
dan Dyson, dan mereka tak mampu atau tak mau memilih salah satu saja, walau
kedua ide tersebut tidak saling menguatkan jika muncul beriringan. Tapi kalau
anda termasuk penonton yang suka dikejutkan, tanpa peduli apakah kejutan itu
perlu atau tidak, besar kemungkinan anda takkan menemukan masalah.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Nonton dimana?
Semalem premiere, tayang mulai 9 Mei.
Maybe contained spoiler....
Baru aja selesai nonton ini....awal2 saya begitu gemas dengan apa yang disuguhkan filmnya, membuat saya bertanya2, siapa yg ada di rumah rifkind, dan kenapa bisa nabrak “sesuatu” itu...pokoknya super kerut2 kebangungan mengungkap apa dan siapa semua orang beserta si professor phillip ini, sampai di twist pengungkapan siapa charles cameron masih membuat saya wtf? Wait...what happen? Tapi iya, saya akui, endingnya sungguh generik dan klise, seperti sudah jutaan kali dilihat dan di adaptasi di berbagai film mind blowing lainnya yg lebih meyakinkan...tapi mnrt saya ini ending yg “aman” yang tdk merepotkan untuk menjelaskan ini itu...agak sdkt kecewa...tapi paling tidak film nya cukup menghibur, meskipun minggu depan mgkn sudah dilupakan...dan tdk pernah d bahas lagi
@Diana Nah itu poinnya. Ini ending yang aman, jalan gampang biar nggak perlu jelasin tetek bengek. Antara penulisnya bingung atau males itu. But yes, still entertaining.
Spoiler Alert!!
Baru kelar nonton.pas ending cuman kebingungan tapi hati dibuat senang hhahaha. Cuman tolong bantu jawab pertanyaan yang masi bingung mas Rasyid.
1. Jadi kesimpulannya apakah itu smua hanya mimpi yang dimanefestasikan lewat orang2 dan kejadian dialam sadarnya? Its just a dream??
2.Siapakah anak perempuan kecil yang di case 1 dan bayi di case 3?apakah ada hubungannya dengan goodman
3.Apa motivasi goodman untuk bunuh diri?karena saya inget2 tapi ga ketemu motivnya
4. Terakhir dehh mas. sebenernya apa maksud dari nomer2 seperti 47 (yg dipenjara),angka 9 dll?
Thanks mas Rasyid buat pencerahannya
@CallmeHan
1. Yap, persis "Pintu Terlarang"-nya Joko Anwar.
2. Anak perempuan di case 1 ya Goodman sendiri, kan mereka sama-sama punya locked-in syndrome. Bayi di case 3 mungkin juga dia, manifestasi perasaan kalau eksistensi dia nggak diinginkan.
3. Motivasinya karena dihantui rasa bersalah biarin temennya mati.
4. Agak lupa karena nontonnya udah lama, tapi kalau nggak salah itu angka yang ditulis sama temen-temen Goodman di gorong-gorong.
Wahhh mantab pembahasannya mas Rasyid. Thank you
just another "Pintu Terlarang", "Belenggu", "Shutter Island", "12 Monkeys" etc....
untuk film dengan konsep sejenis, saya lebih merekomendasikan "Brazil" (1985)
Jadi intinya ceritanya apa yah. endingnya ada burung gagak nabrak kaca mksd nya apa?
Posting Komentar