KUNTILANAK (2018)
Rasyidharry
Juni 08, 2018
Adlu Fahrezy
,
Ali Fikry
,
Alim Sudio
,
Andryan Bima
,
Aurelie Moeremans
,
Ciara Nadine Brosnan
,
Fero Walandouw
,
horror
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Nena Rosier
,
REVIEW
,
Rizal Mantovani
,
Sandrinna M Skornicki
21 komentar
Dalam horor, momen ketika kamera dan/atau karakter bergerak
lambat menghampiri sumber suara atau bayangan misterius atau apa pun yang
takkan didekati manusia normal di dunia nyata, berfungsi memupuk ketegangan dan
antisipasi. Sebagai ganti tempo lambat itu, mesti disiapkan penebusan, di mana jump scare kerap jadi primadona. Apabila
gagal memberi penebusan setimpal, penonton hanya akan ditinggalkan bersama rasa
bosan, yang makin melelahkan jika kegagalan terjadi berulang kali, kemudian
berkembang jadi kekesalan sewaktu kuantitasnya melebihi batas normal. Sutradara
Rizal Mantovani (trilogi Kuntilanak,
Jelangkung, Bayi Gaib: Bayi Tumbal, Bayi Mati) dan tim memahami poin di
atas, sehingga Kuntilanak sedikit lebih
baik dari rentetan horor busuk
belakangan, meski kalau melihat judul-judul pembanding, “sedikit lebih baik”
bukan prestasi membanggakan.
Lima anak penghuni panti asuhan, Dinda (Sandrinna M Skornicki),
Kresna (Andryan Bima), Ambar (Ciara Nadine Brosnan), Panji (Adlu Fahrezy), dan
Miko (Ali Fikry) harus berpisah sejenak dengan ibu asuh mereka, Donna (Nena
Rosier) yang mesti bepergian ke Amerika selama 3 minggu. Sebagai pengganti,
Lydia (Aurelie Moeremans) diminta menjaga mereka. Jangan berharap Lydia maupun
kekasihnya, Glenn (Fero Walandouw), si pembaca acara horor di televisi—yang
bertanggung jawab membawa cermin terkutuk tempat kuntilanak bersemayam ke panti
asuhan—mendapat porsi banyak. Kuntilanak
memang berpusat pada tokoh anak, layaknya IT
(2017) atau karya-karya klasik Steven Spielberg.
Cermin penebar teror tersebut berasal dari sebuah rumah bernama
“rumah kuntilanak”, yang dipercaya ditinggali sesosok kuntilanak yang
menyebabkan hilangnya seorang bocah 4 bulan lalu. 4 bulan yang bagaikan 4 tahun
melihat kondisi rumah yang bahkan telah diselimuti akar-akar besar entah dari
mana. Tentu rumah ini terbengkalai, walau fakta itu terasa membingungkan saat pemilik
lamanya tiba-tiba muncul memergoki kelima protagonis kita yang tengah masuk
guna membuktikan keberadaan kuntilanak. Kebingungan lain: siapa hantu-hantu
selain kuntilanak yang rutin mengganggu anak-anak itu tiap malam? Misalnya Hantu
Penari yang muncul di tengah upaya Rizal memberi homage bagi Poltergeist.
Wujud serta modus operandinya jelas berbeda dibanding kuntilanak yang
mitologinya diperkenalkan ke penonton.
Beberapa momen jump
scares sanggup dikemas cukup solid oleh Rizal dengan segelintir di
antaranya memiliki daya kejut lumayan berkat timing tidak terduga. Kebanyakan berujung datar, tanpa penebusan
setimpal sebaimana telah dibahas di awal tulisan, tapi setidaknya kita bisa
melihat bahwa Rizal bukan sineas horor malas yang asal melemparkan hantu
sedekat mungkin ke layar. Sayangnya, tatkala film versi lama yang dibintangi
Julie Estelle dahulu memperkenalkan penonton akan desain kuntilanak dengan rasa
fantasi, di sini sang titular ghost
tampak medioker, kurang mengerikan, mudah dilupakan. Pernyataan yang disebut terakhir
bisa didebat, karena paling tidak saya bakal selalu mengingat kuntilanak di
sini sebagai “hantu wanita berjidat lebar itu”.
Alim Sudio (Guru Ngaji,
Ananta, Ayat-Ayat Cinta 2) selaku penulis naskah mungkin urung membangun
pondasi cerita kokoh. Misterinya tak meninggalkan penasaran dan antusiasme,
unsur drama keluarganya berlangsung hambar. Tapi berkatnya, Kuntilanak bukanlah satu lagi horor yang
tersusun atas fragmen-fragmen jump scare overdosis
yang digabungkan paksa. Ada jembatan berbentuk usaha memantapkan hubungan
antara bocah-bocah panti asuhan melalui sederet humor yang lebih efekif
memancing tawa ketimbang jump scare-nya
dalam memancing kengerian, khususnya celetukan-celetukan “semaunya” dari Ciara
Nadine Brosnan selaku pemeran Ambar si bungsu, walau keputusan Rizal
menyelipkan efek suara plus musik konyol khas sinetron tiap humor tersaji terasa mengganggu. Ini bukan Tukang Ojek
Pengkolan.
Ada kepolosan menggelitik dalam celetukan Ambar, berbeda
dengan di banyak kesempatan ketika naskahnya memaksa anak-anak ini bicara,
menjelaskan mitologi kuntilanak bagai orang dewasa. Klimaksnya (baca: penebusan
terhadap keseluruhan film) juga terganggu masalah serupa. Bermaksud
menghadirkan kekacauan menyenangkan, kilmaks film ini justru berakhir sebagai
kekacauan murni akibat percakapan-percakapan—atau tepatnya teriakan-teriakan—tak
perlu yang dilontarkan para protagonis selaku penjelas verbal bagi seluruh hal
yang tengah terjadi. Tidak, kalimat yang terlontar dari mulut anak-anak tidak
semestinya kaku dan membosankan. Sebaliknya, acap kali menarik, tak
terduga, absurd, menggelitik, pastinya lebih menghibur dari (film) ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
21 komentar :
Comment Page:Bisa tidak ya, judul film horor indonesia kreatif dikittt aja...?
Mau Indonesia, Korea, Hollywood, mana pun, formula judul film horor ya sama. Antara nama hantu (Kuntilanak, Annabelle), nama tempat (Alas Pati, The Amytiville House), atau hal-hal bernuansa "evil" (Kafir, Insidious).
Akting pemainnya gimana Mas Rasyid? Ada hubungan dengan trilogi Kuntilanak yang lalu gak?
kok mas masi mau nonton film horor indo sih?, padahal udah keliatan hasilnya gitu" doang nantinya
@fikri Because I love Indonesian movies and care about them. Selama kelihatan digarap beneran, ya kasih kesempatan. Kebanyakan emang kurang oke, tapi who knows? Proyek-proyek menjanjikan macam Sebelum Iblis Menjemput, Kafir, dsb toh juga masih ada.
Ngga percaya kuntilanak bisa hancur, padahal di garap sama sutradara yg sama.
Kalau udah seperti ini, kesalahan sutradara atau penulis naskah ?
Mas ini reboot ato gimana ke film trilogy Kuntilanak, soalnya itu cermin yg mmbuat malapetaka di trilogy aslinya.
Dilihat dri yg trilogy Kuntilanak memang banyak perubahan ya, Kuntilanak 1 (Origin yg benar" solid akan mitologi Kuntilanak), Kuntilanak 2 (berubah jadi film gore yg mngeksplor Kuntilanak), Kuntilanak 3 (paling lemah, berubah jadi film horor yg cuma membunuh tiap karakternya) tp jujur saya sangat puas dgn trilogy Kuntilanak mas Rizal, gimana dgn mas Rasyid?
@Arif Nggak ancur juga sih. Kuntilanak lama, khususnya yang pertama, emang bagus, tapi alasan utama bisa legendaris karena masa itu, selain Jelangkung, nggak ada horor yang oke. Jadilah kesannya nostalgic buat yang tumbuh sama filmnya.
@Dading Bisa dibilang reboot sih. Ya bener itu. Kuntilanak 1 itu horor fun, kombinasi gore & creepy. Sampe di 3 ya udah habis ide. Versi baru ini sebenernya evolusi juga, mau ambil feel Spielberg (which is dilakuin juga sama IT),tapi karena fokus ke karakter manusia, mitologi kuntilanak dipinggiring, yang akhirnya plot jadi lebih tipis
gala premier dimana mas?
wah sesuai firasat
gala premier dimana mas?
wah sesuai firasat
Kalau Jailangkung termasuk yang bakal dikasih kesempatan ga nih bang? Hehehe.
@mukhlis Di epicentrum Kamis kemaren.
@Albert Oh jelas. Nggak usah Jailangkung deh, Rasuk aja masih kasih 😁
Akting si Aurelie oke gak di film ini Mas? Berarti cerita film ini seolah ada di dimensi yang baru, hanya cermin elemen penghubung?
Dari trailernya udah gak meyakinkan sih apalagi pas ada penampakan hantunya. kuntilanak iconic difilm lama nya tubuh manusia berkaki kuda. disini kuntilanak nya mainstream banget.
Dan sangat menyesal setelah mennton filmnya...citra kuntilanak seolah hilang di film ini pdhal saya fans setia kunti banget
Tetep sih bang, film Indo yg juara itu karya Joko Anwar dan Nia Dinata (menurut saya) seperti pintu terlarang, modus anomali, arisan 1 & 2 serta berbagi suami. Adakah rekomendasi film lain dari bang rasyid berdasarkan sutradara?
@Iris Joko jelas masih terdepan. Nia sayangnya "kecoreng" Ini Kisah Tiga Dara sih. Beberapa yang cukup konsisten sih Garin Nugroho, Ismail Basbeth, Mouly Surya, Angga Dwimas Sassongko.
Emang si mas kalau dirasa Rizal Mantovani akhir-akhir ini filmnya lebih mending daripada Jose Poernomo. Kalau Jose Poernomo sepertinya hanya mengutamakan kualitas gambar, cerita dan logika kurang digalih. Dan stelah dipikir-pikir kemungkinan yg bikin Jailangkung reboot Dwilogi ancur yaa karena si Jose ikut nyutradarain. Jose dan Rizal pernah sukses bareng, tapi kyakx skarang ada perbedaan visi pada mereka, kliatan dri film2 mereja. Menurut mas Rasyid gimana?
@Alvan Mereka sama sih, tipe sutradara yang nggak bisa "ngangkat naskah", sebaliknya, kudu "diangkat sama naskah". Cuma belakangan Rizal lebih banyak dapet proyek yang pondasinya bener 😁
Terkait penampakan ronggeng di film kuntilanak ini, mungkin kayak berusaha ngaitin salah satu anak itu dengan keturunan Mangkudjiwo, kayak semacam clue gitu.
Kira-kira menurut abang bakal ada sekueknya gak? Saya merasa bakal ada, karena ya itu, ada cuplikan nanggung yang kayak ngasih petunjuk kalau salah satu anak disitu masih berhubungan dengan Mangkudjiwo.
@Pengamat Pasti niatan sekuel itu ada. Tinggal lihat jumlah penonton totalnya aja
Posting Komentar