SMALLFOOT (2018)

7 komentar
Saya tidak mengira bahwa Smallfoot, animasi semua umur yang diadaptasi dari buku Yeti Tracks karya Sergio Pablos yang mengimajinasikan kondisi di mana yeti melihat manusia sebagaimana kita melihat mereka, merupakan tontonan tegas dan berani dalam menyindir orang-orang yang mengikuti kepercayaan—atau sebut saja agama—mereka secara buta. Bukan satir mendalam, sebab akhirnya elemen tersebut sebatas diletakkan sebagai latar awal, tapi tetap saja, sungguh langkah berani yang mengejutkan.

Para yeti percaya bahwa mereka: a) tinggal di gunung mengapung yang disangga di atas punggung mamut raaksasa, b) lahir dari pantat yak raksasa nan agung, c) perlu membunyikan gong tiap pagi agar siput bercahaya (yang kita sebut “matahari”) dapat terbit. Semua fakta-fakta itu tertulis di batu-batu, yang berfungsi layaknya Alkitab bagi yeti. Mereka percaya batu tak pernah salah tanpa mengecek kebenarannya sendiri. Sebab seperti di dunia kita, meragukan batu atau menginginkan penjelasan lebih akan membuat seseorang dikutuk dan diasingkan oleh masyarakat.

Migo (Channing Tatum) merupakan putera penabuh gong yang setia menuruti aturan batu dan bercita-cita melanjutkan profesi sang ayah. Pun serupa kebanyakan penduduk desa, Migo yakin kalau smallfoot alias manusia tidak eksis. Mengapa? Pastinya karena itulah yang dikatakan batu. Sampai suatu hari sebuah pesawat terjatuh dan Migo melihat seorang manusia. Tentu warga desa tak mempercayainya, seperti halnya takkan ada yang percaya apabila kalian mengaku telah melihat yeti.

Migo akhirnya diasingkan karena menantang kebenaran yang mayoritas publik yakini. Sampai organisasi rahasia—yang nampak bak perkumpulan penggila teori konspirasi—bernama S.E.S. (Smallfoot Evidentiary Society) yang diketuai oleh Meechee (Zendaya), puteri Thorp (Common) sang penjaga batu, mengajak Migo bergabung guna membuktikan eksistensi smallfoot. Migo bersedia, lalu nekat menuruni gunung terapung untuk menemukan fakta bahwa di bawah, terdapat peradaban lain yang dihuni manusia.

Dari sini, filmnya bergerak melintasi babak kedua dengan mengikuti formula petualangan ramah keluarga, meninggalkan kritik sosialnya di belakang, sebelum menyentuhnya lagi jelang akhir. Humornya pun beralih dari satir tajam menuju slapstick, yang berkat pengarahan solid sutradara Karey Kirkpatrick (Over the Hedge, Imagine That), berhasil memproduksi tawa. Satu peristiwa tampil paling menonjol, yakni sewaktu Migo bersusah payah menyeberangi jembatan gantung, yang elemen-elemennya seolah diambil dari textbook The Road Runner Show yang terkenal lucu, berlebihan, juga kreatif. Bahkan sebelumnya Migo sempat melayang menggunakan mesin jet pesawat Wile E. Coyote dengan roketnya.

Tapi hiburan paling lezat dihadirkan sekuen musikalnya. Wonderful Life yang dibawakan Zendaya mengajak penonton mengarungi perjalanan indah nan magis melintasi semesta, sedangkan nomor rap Let it Lie dari Common menyuntikkan nuansa segar dan unik sembari membawa pesan kuat yang turut berfungsi selaku eksposisi cerita.

Para yeti belajar lebih mengenai manusia ketika Migo membawa Percy (James Corden), mantan presenter televisi tenar yang berharap salah satu videonya viral agar kondisi keuangannya membaik. Ahasil, pertemuan dengan yeti ibarat tambang emas baginya, meski di saat bersamaan juga sebuah ujian terhadap sisi kemanusiaan (dan integritas) milik Percy. Seiring interaksi kedua spesies, kita pun mempelajari  bahwa mereka sejatinya serupa, menganggap satu sama lain sebagai monster. Satu lagi pesan penting dan relevan mengenai tendensi kebencian terhadap sesuatu atau seseorang yang (terlihat) berbeda.

Ikatan antara manusia dan yeti sayangnya tidak pernah terasa cukup kuat. Berbeda degan karakternya, Smallfoot gagal mendobrak batasan bahasa guna menjalin hubungan pertemanan yang kuat. Konflik personal kedua pihak juga terasa berdiri sendiri tanpa benar-benar saling melengkapi. Migo dan Percy, selaku protagonis yang mewakili sisi yeti dan manusia, tak pernah berbagi interaksi emosional, sehingga dampak rasa yang dimunculkan konklusinya tidak setinggi yang diharapkan.

7 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Makasih reviewnya mas Rasyid, besok bakal nonton ini nih.

Oh iya masih nonton AHS kan mas Rasyid? Yg season 8 kece banget, pas para penyihir dari season 3 muncul keren, jadi penasaran banget apa yg sebenernya terjadi kok bisa terjadi kiamat, Michael ngelakuin apa, terus apa peran para penyihir buat hadapin Michael nanti, ama nanti gimana flashback ke Murder Housenya

aryo mengatakan...

Mirip happy feet berarti ya kritiknya.
Btw, saya cuma tanya 1 hal : lucu banget ngga? Hehe... Karna over the hedge menurut sy kurang lucu.

Rasyidharry mengatakan...

@Anonim Haha gak sempet, donlot doang tapi belum ditonton.

@aryo Well, nggak semua, tapi beberapa bagian lucu sih

Unknown mengatakan...

Bang rasyid tanya dong. Download film skrng dr mana ya yg bisa ? Dulu dr lk21 dan indoxxi enak lancar skrng ga bs susah bgd. Minta rekomendasinya dong bang. Thx

Vsf mengatakan...

http://bioskopkeren.xyz/category/movie/

Pramudya Cahya mengatakan...

Saya suka baca blog ini karena unsur spoilernya tipis bahkan gak ada. Salut buat mas rasid. Good luck :)

Rasyidharry mengatakan...

@Pramudya Thanks a lot :))