RALPH BREAKS THE INTERNET (2018)
Rasyidharry
November 26, 2018
Alan Tudyk
,
Animated
,
Gal Gadot
,
John C. Reilly
,
Pamela Ribon
,
Phil Johnston
,
REVIEW
,
Rich Moore
,
Sangat Bagus
,
Sarah Silverman
19 komentar
Ralph Breaks the Internet adalah Inside Out versi gim dan internet dalam hal kepintaran serta
kreativitasnya membangun dunia. Seperti normalnya sekuel, cakupan diperluas.
Kalau Wreck-It Ralph “hanya”
menunjukkan apa yang karakter permainan arkade lakukan saat tak sedang
dimainkan manusia, sekuel ini berpindah ke dunia yang lebih besar, yakni
internet, tempat yang memiliki segalanya, dan Ralph Breaks the Internet memanfaatkan itu untuk menciptakan dunia
kreatif nan kaya, disertai cara kerjanya.
Enam tahun berlalu sejak peristiwa
film pertama, dan kini Ralph (John C. Reilly) hidup bahagia, tak lagi dipandang
sebagai perusak jahat, dan bersahabat dengan Vanellope (Sarah Silverman), di
mana mereka setiap hari menghabiskan waktu bersama di tempat dan waktu yang
sama. Bagi Ralph, rutinitas tersebut merupakan kedamaian, namun Vanellope ingin
lebih. Dunia manis sarat warna di Sugar
Rush tak lagi seberwarna itu baginya, dengan balapan yang terlampau gampang
sebab Vanellope sudah hafal semua trik dan track.
Pasca sebuah kecelakaan yang
berpotensi membuat Sugar Rush ditutup
selamanya, dan demi menyelamatkannya, dua protagonis kita memulai perjalanan
menuju internet. Pertama kali menginjakkan kaki di sana, mereka terpukau
melihat dunia tanpa ujung yang internet tawarkan. Begitu pun saya kala
mendapati bagaimana di Ralph Breaks the
Internet, berbagai aspek dalam internet bertransformasi menghasilkan lingkungan
imajinatif yang hidup lengkap dengan rutinitasnya sendiri.
Pop-up ads menjadi penjaja produk yang agresif, eBay merupakan
tempat lelang, mesin pencarian adalah pria bernama KnowsMore (Alan Tudyk) yang
mengetahui semuanya, dan lain-lain. Fakta bahwa hal-hal di atas cocok dengan
cara kerja internet di realita, jadi bukti kecerdikan duo penulis naskahnya,
Pamela Ribon (Smurfs: The Lost Village)
dan Phil Johnston (juga selaku sutradara). Pun terdapat setumpuk detail kecil,
yang dijamin bakal memberi penemuan baru untuk pengalaman menonton berulang.
Bila film pertamanya menyimpan
setumpuk cameo karakter gim, Ralph Breaks the Internet punya beragam
produk internet serta referensi kultur populer dalam beraneka bentuk (yang
lagi-lagi) kreatif. Dan selaku produsen, wajar saat referensi untuk Disney
paling kaya. Anda akan mendengar The Imperial March kala menyambangi area
Star Wars; meet & greet dengan seorang tokoh MCU; dan sebagaimana trailer-nya tampilkan, Disney Princess.
Beberapa karakteristik mereka dijadikan lelucon menggelitik termasuk sebuah
elemen yang baru saya sadari di sini. Elemen yang melibatkan musikal.
Ya, film ini turut menghadirkan
satu adegan musikal, yang oleh duo sutradara, Rich Moore (Wreck-It Ralph, Zootopia) dan Phil Johnston, dikemas dalam visual
meriah ditambah musik megah gubahan Henry Jackman (Captain America: Civil War, Jumanji: Welcome to the Jungle).
Hasilnya adalah gegap gempita indah yang dewasa ini, mungkin hanya sanggup
ditandingi La La Land, yang oleh Ralph Breaks the Internet turut
dijadikan acuan subtil.
Kembali ke perihal Disney Princess,
saya terkecoh kala mengira pertemuan tersebut hanya bakal jadi sempilan ringan
pengisi durasi. Rupanya momen itu berguna menyampaikan salah satu pesan
filmnya. Rapunzel bertanya pada Vanellope, “Do
people assume all your problems got solved because a big strong man showed up?”.
Vanellope mengiyakan. Ralph sendiri belakangan semakin posesif, ingin Vanellope
selalu dan hanya bersamanya. Tatkala Ralph bersusah payah meyakinkan Vanellope
jika Slaughter Race terlalu berbahaya baginya, si gadis cilik menampik
pernyataan itu. Poin tersebut selaras dengan upaya rebranding Disney terhadap karakter wanitanya yang makin independen
di tiap sendi kehidupan, bukan saja soal percintaan.
Oh, saya lupa menjelaskan mengenai
Slaughter Race, sebuh permainan balapan brutal, sarat kekerasa, berbanding
terbalik dengan kesan warna-warni manis bagi semua umur milik Sugar Rush. Vanellope
menemukan hasratnya kembali begitu menyadari ketiadaan batasan di Slaughter
Race. Tidak ada lintasan monoton, dan ia bebas bermanuver sesuka hati.
Jangankan Vanellope, bukankah itu alasan permainan open world macam Grand Theft
Auto maupun Red Dead Redemption
amat digandrungi?
Slaughter Race dikuasai pembalap
wanita bernama Shank yang diisi suaranya oleh Gal Gadot dalam salah satu
performa terbaiknya, berkat kemampuan menyuntikkan dinamika untuk menjadikan
Shank sosok keren berkharisma. Wajar Vanellope mengaguminya. Ralph? Tentu Ralph
membenci Shank. Baginya, wanita itu tidak bisa dipercaya, walau kita tahu, itu
sebatas ungkapan kecemburuan. Konflik itu berujung pada konklusi menyentuh
setelah kita disuguhi gelaran aksi raksasa ala King Kong. Dari dunia yang teramat kaya, lelucon pintar, hingga
drama emosional, Ralph Breaks the
Internet mungkin rilisan “paling Pixar” dari Walt Disney Animation Studios.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
19 komentar :
Comment Page:*spoiler
Scene pas ralph dan vanellope saling melambaikan tangan sebelum berpisah berhasil memporak porandakan kelenjar air mata.
Apakah kemungkinan Scene Princess ingin mematahkan asumsi mengenai Princess Syndrome yang marak semenjak adanya film-film Princess ?
Ternyata bukan cuma gue doang yang hampir nangis pas liat adegan perpisahannya Ralph ama Vanellope
Kasihan Ralph :)
@Satria Yes, udah macam Toy Story aja itu.
@Ilham Well, tujuan Disney sejak hampir satu dekade terakhir emang ubah image Princess. Kalau nanti ada remake live action pun, karakter macam Ariel pasti diubah penokohannya.
bang rasyid nonton haunting of hill house dong, jauh lebih bagus dari ahs hehehe
Haha. Sang princes menunggu sang pangeran untk di selamatkan. Mereka bertemu. Dan bahagia selamanya.
Like wtf?
Sepertinya ada persamaan adegan dengan film pertama.kalau di film pertama ralph gak sengaja bawa virus cybug dan ampir ngancurin game sugar rush.
Apa cuma saya yang ngerasa pas scene musikalnya itu bentuk parodi dari “ another day of sun “ nya La La Land?
@sugik ya, bedanya kali ini dia sengaja.
@koko bener kok, tuh di review juga sedikit disinggung.
review film barunya adipati dong bang
Puass nontonnya
Secara sy nyari duit jg di eBay dan Youtube, jadi relate bgt
Pop Culture bertebaraan, ost indonya enaa
@Agung Wah saya malah ngerasa lagu Payung Teduh itu, biar bagus banget, penempatannya ngaco luar biasa. Mood-nya jauh beda & editing ke filmnya kasar banget.
ini ribut ribut payung teduh, emang gimana ya
versi indonesia saja yg begini?
Kayaknya gitu. Entah apa deal Disney ID & Payung Teduh
Oh iya, emg rada ngaco naronya haha
Tapi termaafkan sama lagu dan videonya yg cakep
Region Asia Tenggara yg pake Payung Teduh
Asli. Apalagi se Venellope naek tangga sambil terus dadah-dadah.
Beuh ambyar.
Payung teduh? Pas kapan ini?
Aku ga nangis pas itu sih, tp aku merasa adegan itu cute bgt.. aku malah nangis pas awal film..
Posting Komentar