MATT & MOU (2019)
Rasyidharry
Januari 26, 2019
Alim Sudio
,
Comedy
,
Irsyadillah
,
Kurang
,
Marthino Lio
,
Maxime Bouttier
,
Monty Tiwa
,
Prilly Latuconsina
,
REVIEW
,
Romance
3 komentar
Tidak semua film perlu cerita
kompleks atau mengusung konflik berat. Terkadang, kesederhanaan dan sentuhan ringan
justru opsi terbaik. Semua tergantung kebutuhan. Matt & Mou adalah contoh terkini tentang bagaimana kegagalan
menyadari itu berujung melemahkan filmnya, yang sebenarnya merupakan romansa
remaja ceria nan menyenangkan, andai tak dibarengi hasrat “melakukan lebih”.
Di antara Matt (Maxime Bouttier)
dan Mou (Prilly Latuconsina) terjalin hubungan “kakak-adik” yang bersemi sejak
keduanya bertemu semasa kecil. Matt dan Mou tinggal bersebelahan, dalam dua
rumah yang—sama semaraknya dengan pertemanan mereka—dikelilingi warna-warni
pastel juga motif bunga-bunga menghiasi dinding. Sebuah sentuhan artistik apik
yang sempurna mewakili hubungan dua tokoh utamanya.
Bentuk interaksi mereka pun
menggemaskan, dari memanggil diri sendiri memakai nama hingga bicara melalui
telepon kaleng yang menghubungkan kedua kamar. Mereka begitu dekat, sampai Mou
membutuhkan persetujuan Matt tentang siapa lelaki yang pantas menjadi
kekasihnya. Matt sendiri belum pernah berpacaran, dan kita tahu pasti alasan
yang ia pilih untuk pendam.
Sampai suatu hari, Mou benar-benar
jatuh hati kepada Reza (Irsyadillah), penyanyi cafe yang dikenalnya lewat Instagram.
Tentu Matt enggan semudah itu memberi Reza jalan. Syarat-syarat berat ia ajukan
sebelum merestui Reza dan Mou berpacaran. Di sinilah Matt & Mou semestinya “berhenti”. Di situlah sebaiknya naskah
buatan Alim Sudio (Kuntilanak, Chrisye,
Ayat-Ayat Cinta 2), yang mengadaptasi novel berjudul sama Wulanfadi,
meletakkan fokus alih-alih melangkah menuju rangkaian problematika kelam.
Mou berasal dari keluarga yang jauh
dari kata harmonis. Elemen ini bukanlah permasalahan, selama bertujuan menguatkan
serta memperdalam penokohan. Bahkan eksistensi Matt bisa saja menjadi lebih bermakna
karena elemen tersebut. Tapi sayangnya tidak demikian. Matt & Mou memilih memperluas cakupan begitu mencapai sebuah
titik balik berupa twist. Sejak itu,
alur bukan lagi mengetengahkan relasi dua protagonis, yang akhirnya melemahkan
intimasi yang semestinya merupakan menu utama.
Titik balik itu pun terlalu kelam, memberi
distraksi dan inkonsistensi tone bila
disandingkan rasa manis yang dijadikan jualan utama filmnya, walau paling
tidak, berkat aspek tersebut, kita berkesempatan melihat performa solid
Marthino Lio sebagai sang antagonis. Tidak jelas apa yang coba diraih twist-nya selain untuk membuat penonton
tercengang. Jika tujuan akhirnya adalah menggambarkan kuatnya perasaan Matt, maka
momen ketika ia merestui hubungan sahabatnya (selama Reza berjanji bakal terus
menjaga Mou) justru lebih efektif.
Perubahan jalur filmnya pun tak
memfasilitasi performa bertenaga Prilly, yang berjasa menjadi mesin penggerak Matt & Mou. Sewatu Maxime masih
belum juga mampu memberi penampilan natural yang nyaman disaksikan (terlebih
caranya bicara), Prilly berhasil menghidupkan sosok lovable, yang termasuk salah satu alasan mengapa karir layar
lebarnya pantas dihargai lebih dari sekadar “That lead actress from ‘Danur’ movie series”.
Konklusi milik Matt & Mou berusaha membawa kembali atmosfer jenaka nan
menggemaskan sebagaimana di paruh awal. Hasilnya memuaskan. Matt & Mou sukses ditutup dengan
manis, bahkan berpotensi mengharukan bagi sebagian penonton. Penyutradaraan
Monty Tiwa pun masih menunjukkan kehandalan merangkai momen romantis emosional
bermodalkan situasi sederhana. Meski di saat bersamaan, mengembalikan "rasa
cotton candy” membuat tonal jump pasca titik balik di babak
keduanya semakin kentara.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
3 komentar :
Comment Page:kebayang gk klo film holywood di kasi judul rangga dan cinta atw film bolywood di kasi judul ahok dan aling..judul ny aja uda gk relatable bnget ni film sma khidupan d sini..
Karena judul begini gampang dijual. Dan diadaptasi dari novel remaja, yang well, emang tendensi pemberian judulnya gitu. By the way, film Hollywood pun masih pakai judul begituan lho. Contoh Stan & Ollie yang rilis bulan ini.
andai jefri nichol juga muncul sebagai cameo sebagaimana novelnya... :(
kenapa jefri? karena doi yg maen di film A kemaren... :D
rencana mau nonton tapi kok rada ragu pas baca ulasannya, bang��
Posting Komentar