THE MULE (2018)
Rasyidharry
Januari 31, 2019
Bagus
,
Bradley Cooper
,
Clint Eastwood
,
Crime
,
Drama
,
Nick Schenk
,
REVIEW
4 komentar
Melalui The Mule, Clint Eastwood menciptakan dunia yang mengedepankan code of honor. Hampir semua karakter
saling memperlakukan satu sama lain dengan rasa hormat, walau mereka adalah
kartel narkoba kejam, atau polisi dan sang buruan. Hasilnya adalah film kriminal
yang lembut meski tak jarang perih, senada dengan situasi hidup protagonisnya
yang telah berusia 90 tahun.
Apakah gambaran tersebut terlalu
naif untuk mewakili kejamnya dunia sekarang? Mungkin The Mule bukan potret akurat, tapi pilihan itu pun bukannya tanpa
tujuan. Earl Stone (Clint Eastwood)—yang sosoknya dibuat berdasarkan artikel
The New York Times berjudul The Sinaloa
Cartel's 90-Year-Old Drug Mule mengenai kisah hidup Leo Sharp—diperlakukan
dengan baik, bahkan pelan-pelan tampak akrab dengan anggota kartel tempatnya
bekerja sebagai kurir narkoba. Tapi kondisinya berbanding terbalik jika
membicarakan keluarga, yang selama bertahun-tahun jarang ia perhatikan.
Jangankan acara makan bersama, Earl
bahkan absen dari pernikahan puterinya. Dia menyibukkan diri dalam pekerjaan,
entah melanglang buana di jalan atau menanam bunga di kebun. Pesannya jelas:
Anda takkan sepenuhnya jadi orang terhormat bila belum memperlakukan keluarga
dengan baik. Karena keluarga wajib dinomorsatukan.
Tapi bagaimana pria 90 tahun bisa
menjadi kurir narkoba? Pertama, ia terbiasa berkendara jarak jauh di jalanan (pernah
mengunjungi 47 dari total 51 negara bagian) sehingga ia paham mana metode yang
terbaik. Kedua, siapa bakal mencurigai pria tua? Ketika polisi menghampirinya,
berkat sedikit trik cerdik, Earl sanggup lolos biarpun seekor anjing K9 turut
berada di sana. Tidak butuh waktu lama, Earl merebut tahta kurir terbaik pasca
secara konsisten, mengirim ratusan kilogram narkoba setiap bulan.
Awalnya, Earl bersedia mengambil
pekerjaan itu akibat tak lagi memiliki tujuan setelah rumah dan kebunnya
disita. Sampai tujuan-tujuan sederhana yang menginjeksi The Mule dengan bobot rasa mulai ia temukan, sebutlah membantu
biaya kuliah dan pernikahan sang cucu (Taissa Farmiga) hingga menghidupkan lagi
bar tempat berkumpulnya para veteran.
Eastwod sempurna mengisi peran
sebagai Earl, si pria tua tangguh yang demi kelancaran misinya berlagak rapuh
di luar, walau sejatinya ia memang rapuh di dalam. Wajah keras yang jadi ciri
khasnya masih terpampang jelas, namun kini, di usia 88 tahun fisiknya jelas
makin lemah. Dibanding kemunculan terakhirnya sebagai aktor di Trouble with the Curve tujuh tahun lalu,
sang legenda nampak ringkih, yang justru ia manfaatkan untuk memperkuat
performanya. Gestur, ekspresi, hingga tutur kata Eastwood mencerminkan beragam
kebimbangan serta penyesalan seorang pria di hari tua.
Sulit menahan pertanyaan, “Dari
mana datangnya energi dan dedikasi itu?”. Sebab untuk pertama kali sejak Gran Torino 10 tahun lalu, Eastwood
melakoni peran ganda sebagai aktor sekaligus sutradara. Selaku sutradara, pengalaman
empat dekade Eastwood bisa kita rasakan. Dia enggan memaksakan dramatisasi.
Momen paling menyentuh hadir lewat obrolan hati ke hati sederhana namun penuh
kejujuran, sedangkan pertemuan pertama Earl dengan Colin Bates (Bradley
Cooper), agen DEA yang ditugaskan meringkusnya, terjadi dalam situasi yang
sangat kasual tapi meninggalkan kesan kuat.
Naskah
garapan Nick Schenk (Gran Torino, The
Judge)—yang bersedia melontarkan barisan celetukan menggelitik meski
sarat kontemplasi—juga bertutur soal sosok dari masa lalu yang tak ubahnya
fosil hidup, yang coba berubah mengikuti perkembangan. Earl tidak bisa mengirim
SMS, membenci internet, baru mengenal Dykes
on Bikes, juga secara kasual melontarkan ucapan bernada rasisme. Sepanjang
jalan mengantarkan narkoba, Earl menyaksikan dunia modern yang baru dikenalnya,
lalu dengan senang hati menyesuaikan diri.
The Mule bagai sikap pria tua terhadap
kalimat “Live your life to the fullest”.
Earl selalu berusaha menikmati hidup sebisa mungkin, dan ia terpaksa membayar
itu dengan kehilangan keluarga. Dan tidakkah begitu besar rasa sakit juga
penyesalan yang menghampiri begitu kita menyadari itu, tetapi terlanjur
kehabisan waktu guna menebus segalanya?
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Ohh saya baru tau ternyata penulis naskah the mule sama dengan gran torino. Pantesan dialog dan dramanya bagus banget.
Gila januari dibabat film tema keluarga,mulai dari keluarga cemara,instant family dan kali ini the mule.
"You guys",better watch this movie soon. And "you guys" will realized that family should be comes first :p
Dialognya gila sih:
"I love you"
"More today than yesterday?"
"Not as much as tomorrow."
Iya bang,dialognya pas itu emang dapet bgt.
Karakter Earl menyebalkan didepan tp makin kebelakang makin mudah dicintai. (Spoiler) Bahkan si botak pun berani taruhan nyawa pasang badan buat dia gara2 simpati. Saya juga curiga terakhir yang nyewa pengacara buat meringankan si Earl itu si bradley cooper deh hahaha. Good ending anyway,pesennya jadi nyampe
Be good to others (especially your family) and they'll be good to you too :)
Posting Komentar