CALON BINI (2019)
Rasyidharry
Februari 15, 2019
Asep Kusdinar
,
Butet Kartaredjasa
,
Comedy
,
Cut Mini
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Marwoto
,
Michelle Ziudith
,
Minati Atmanegara
,
Niniek L. Karim
,
REVIEW
,
Rizky Nazar
,
Romance
,
Slamet Rahardjo
,
Titien Wattimena
6 komentar
Kadangkala sebuah film justru
mencapai potensi terbaik saat hadir apa adanya. Keinginan untuk tampil “lebih”
kerap jadi batu sandungan berbahaya. Demikian pula Calon Bini. Percintaan mustahil antara pembantu dan majikan entah
sudah berapa kali dijadikan dasar jalinan kisah bertema “Cinderella story”, tapi pesonanya tak luntur, sebab sejak zaman
nenek moyang, merupakan kewajaran jika seseorang mendambakan pasangan impian. Alih-alih
mempertahankan kesederhanaan itu, Calon
Bini memaksakan diri menyelipkan isu sosial tanpa dibarengi kualitas serta bekal
pemahaman memadahi terhadapnya.
Isu yang coba diangkat tak lain
mengenai persepsi kolot masyarakat tentang kodrat wanita, khususnya wanita
desa. Selepas lulus SMA, Ningsih (Michelle Ziudith) si gadis dari Bantul, berkeinginan
melanjutkan kuliah hingga S2, walau perekonomian keluarganya pas-pasan. Kedua
orang tuanya, Maryadi (Marwoto) dan Ngatinah (Cut Mini), hanya buruh tani. Sementara
pakliknya, Agung (Ramzi) berhasrat menjodohkan Ningsih dengan Sapto (Dian
Sidik) si putera Pak Kades (Butet Kartaredjasa), demi mengejar harta dan
jabatan.
Tidak ada yang mempedulikan fakta
bahwa Ningsih enggan menikah, apalagi dengan Sapto. Sebab, kebanyakan
masyarakat di desa memang masih beranggapan bahwa paling tidak, pasangan kita wangun dijak njagong (pantas diajak
menghadiri pesta pernikahan). Ucapan seperti itu sering saya dengar di
lingkungan sekitar rumah sampai sekarang.
Tapi Ningsih kukuh pada pendirian,
lalu memutuskan pergi ke Jakarta di hari lamaran. Tanpa memberi tahu
keluarganya, ia bekerja sebagai pembantu di kediaman Pak Prawira (Slamet
Rahardjo) dan Bu Andini (Minati Atmanegara). Dari sinilah paparan perihal “wanita
berhak mengejar cita-cita” mulai bermasalah, tepatnya begitu Ningsih bertemu Oma
( Niniek L. Karim), yang telah lama mengurung diri, merasa kesepian setelah
ditinggal si cucu tunggal, Satria Bagus (Rizky Nazar) berkuliah ke luar negeri.
Sebelum membahas masalah seputar
naskahnya, izinkan saya mengutarakan perasaan janggal melihat Niniek L. Karim memerankan
mertua Slamet Rahardjo yang notabene hanya lebih muda 7 hari, sekaligus ibunda
Minati Atmanegara yang berselisih 10 tahun dengannya. Itu sama saja seperti Vanesha
Prescilla menjadi mertua Iqbaal Ramadhan alih-alih kekasihnya.
Kembali ke alur, begitu terpikatnya
Oma pada Ningsih, ia berkeinginan menjodohkannya dengan Satria. Di saat
bersamaan, Ningsih sejatinya telah jatuh hati kepada sosok bernama Jejak
Langkah yang menuliskan kalimat-kalimat pemberi semangat untuknya melalui
Instagram, tatkala banyak orang kerap melontarkan komentar bernada miring
terkait cita-cita Ningsih.
Kita tahu siapa Jejak Langkah
sebenarnya. Kita tahu ia bukan si pria asing (Antonio Blanco Jr.) yang ditemui
Ningsih di kereta. Tapi bukan itu masalah terbesarnya. Bukan pula ketidakwajaran
jumlah cercaan di Instagram Ningsih (bukan meremehkan cyberbullying, tapi sungguh, pernahkah anda melihat akun berjumlah
pengikut sekitar 100 menerima komentar negatif kejam sebanyak itu?), melainkan
bagaimana Calon Bini mengkritisi soal
“wanita yang penting menikah” dan perjodohan, hanya untuk menuntaskan
permasalahan protagonisnya lewat pernikahan dan perjodohan pula.
Sampai filmnya berakhir, jangankan
meneruskan S2 atau meniti karir, Ningsih sama sekali tak berkuliah. Naskah
garapan Titien Wattimena (Aruna &
Lidahnya, Dilan 1990) dan Novia Faizal (Cinta
tapi Beda, Something in Between) berdasarkan ide cerita Sukdev Singh (One Fine Day, Calon Bini) pun urung
memperlihatkan kelebihan Ningsih selain dalam urusan domestik seperti memasak
atau membuat teh jahe. Dan akhirnya segala kesulitan hidupnya tuntas begitu si “pangeran
berkuda putih” menjemputnya, membawanya kembali ke “kerajaan”.
Itu bukan satu-satunya elemen
problematis film ini. Saya juga terganggu akan penggambaran masyarakat Jawa
(terlebih Jogja), yang lagi-lagi tampak kampungan, norak, sama sekali buta soal
modernisasi, pula tidak tahu adat istiadat layaknya orang barbar. Realitanya,
masyarakat desa justru bakal bersikap 180 derajat dari apa yang diperlihatkan Calon Bini (dan ratusan film lokal yang salah
kaprah akibat malas riset lainnya). Saya memahami intensinya sebagai bumbu
komedi, namun stereotip ngawur ini sudah jadi penyakit kronis perfilman kita,
sehingga di titik ini, sudah tak pantas ditoleransi.
Padahal di luar humor stereotipikal
miliknya, Calon Bini sebenarnya
menyimpan beberapa banyolan menggelitik, yang cukup efektif memancing tawa
berkat pengadeganan dinamis Asep Kusdinar (Magic Hour, London Love Story) ditambah penyampaian mumpuni jajaran
pemain. Marwoto sang komedian legendaris Jogja sudah tentu paling mencuri
perhatian lewat celotehan-celotehan Bahasa Jawanya. Ya, untuk pemakaian bahasa,
Calon Bini patut diapresiasi karena
sebisa mungkin menghindari percampuran paksa Bahasa Jawa dan Indonesia
sebagaimana dilakukan FTV kita.
Michelle Ziudith, biarpun belum
sepenuhnya meyakinkan memerankan gadis Jawa dikarenakan gaya bicara yang
sesekali masih terjebak logat “ndak gitu
maaas...”, mampu menginjeksi energi supaya Calon Bini tak kehabisan daya hingga usai. Tapi jika ada aspek yang
paling mencerminkan unsur pemberdayaan wanita, itu adalah akting Cut Mini.
Tatapan Ngatinah kala melihat sang suami meluapkan amukannya kepada Agung,
dipenuhi harga diri seorang wanita dari kalangan bawah yang tak rela kehilangan
martabatnya. Andai Calon Bini juga memancarkan
aura serupa.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:baca reviewnya
kok ftv sekali ya
solusi simple san happy ending.
saya baru sekali nonton ftv sad ending, ampe kagum.
btw males ngeluarin duit buat film sekelas ftv begini
Ftv-nya judulnya apa tu mz yg sad ending nan mengagumkan? Pgn nonton
Maya Wulan nya kocak nggk mas?
Well, standar Maya Wulan biasanya lah. Nothing new.
lupa judulnya,
kalo pemainnya gue inget nadila ernesta
Unsur komedinya Pak Marwoto memang lucu banget.. Sisanya ya FTV sih..
Posting Komentar