ANTOLOGI RASA (2019)
Rasyidharry
Februari 15, 2019
Atikah Suhaime
,
Carissa Perusset
,
Cukup
,
Donny Dhirgantoro
,
Ferry Lesmana
,
Herjunot Ali
,
Indonesian Film
,
Muhammad Firdaus
,
Refal Hady
,
REVIEW
,
Rizal Mantovani
,
Romance
21 komentar
“Selamat datang di kehidupan cinta
gue yang berantakan”, sapa Keara (Carissa Perusset) pada penonton. Dan memang
pernyataan itu paling pas, sebab Antologi
Rasa sungguh menghadirkan kisah cinta segiempat luar biasa rumit nan
berantakan. Begitu berantakan, pesan yang filmnya hendak sampaikan soal
hubungan pun bak hilang ditelan keruwetannya. Atau memang tiada pesan apa pun?
Ketika pikiran para karakter semakin jernih jelang kisah berakhir, tidak
demikian halnya penonton.
Tapi jika anda memandang Antologi Rasa hanya sebagai satu lagi
film tentang betapa resahnya mencintai seseorang yang tak dapat dimiliki,
adaptasi novel berjudul sama karya Ika Natassa ini sesungguhnya bekerja cukup
baik. Saya bisa memahami mayoritas rasa sakit karakternya, bahkan nyaris
menitikkan air mata tatkala konflik lagi-lagi dibawa menuju resolusi di
bandara, yang mana telah dipakai menutup ribuan drama romantika.
Keara, Harris (Herjunot Ali), Ruly
(Refal Hady), dan Denise (Atikah Suhaime) adalah sahabat yang mencari nafkah di
satu kantor, bahkan sama-sama datang terlambat di hari pertama bekerja. Ada
persamaan lain di antara mereka, di mana masing-masing saling memendam cinta.
Harris mencintai Keara yang mencintai Ruly yang mencintai Denise yang sudah
menikah. Rumit memang. Antologi Rasa
seperti antologi hal-hal menyakitkan yang terjadi saat cinta bertepuk sebelah
tangan.
Begitu banyak hal menyakitkan muncul
membuat paling tidak ada satu-dua peristiwa yang pernah penonton alami, sehingga
merasa terikat terhadapnya. Cukup ambil contoh perasaan Harris. Dia terjebak di
friendzone, terlanjur jadi tempat Keara
mencurahkan isi hati soal pria lain yang ia cintai. Fisik sang gadis amat
dekat, namun tidak hatinya, yang digambarkan oleh suatu malam di Singapura,
kala Keara berbaring di perut Harris, sementara si pria hidung belang mengaku
sudah menemukan wanita yang sempurna baginya. Tentu Keara tak tahu bahwa wanita
itu adalah dirinya.
Paruh pertama, yang menjabarkan perjalanan Keara dan Harris ke Singapura untuk
menyaksikan balapan F1 (Ruly membatalkan keikutsertaannya demi menemani Denise),
merupakan bagian paling bernyawa berkat keberhasilan Junot sejenak
mengesampingkan persona “cowok cool”
yang lekat padanya (AKHIRNYA!). Kepribadian unik dan cerianya membawa energi
serta getaran menyenangkan, bukan hanya dalam hidup Keara, juga bagi pengalaman
menonton kita. Walau sewaktu dipaksa melakoni adegan serius, kecanggungan kaku
khasnya kembali lagi.
Carissa, dalam penampilan layar
lebar perdana, menunjukkan kualitas yang hanya bisa dideskripsikan melalui
kalimat Ruly untuk Keara berikut: “Efek lo ke cowok itu luar biasa”. Bukan cuma
soal paras cantik. Ada aura menghipnotis yang memancing ketertarikan. Sesuatu
yang mustahil dilatih, dan kelak bakal menjadikannya bintang besar selama jeli memilih
peran. Di situasi dramatik, konsistensi Carissa perlu diperbaiki, tapi caranya menghantarkan
kalimat emosional di “adegan bandara” cukup membuktikan potensinya. Sebuah
kalimat yang lama saya nantikan keluar dari mulut karakter saat menghadapi
perpisahan. Kalimat kuat yang bertindak selaku ungkapan perasaan jujur,
sehingga saya memaafkan bagaimana Antologi
Rasa tenggelam dalam kerumitannya sendiri.
Fase berikutnya, yang menampilkan
perjalanan bisnis Keara bersama Ruly ke Bali, sayangnya tak seberapa menarik. Refal
membuktikan kapasitasnya memerankan pria baik kharismatik, tapi fakta bahwa
Ruly adalah pria kalem yang kurang jago menyegarkan suasana lewat lelucon
seperti Harris, menjadkan interaksinya dengan Keara seringkali hampa. Terlalu
banyak kekosongan di paruh kedua Antologi
Rasa.
Film ini disutradarai Rizal
Mantovani (Kuldesak, 5 cm, Eiffel...I’m In
Love 2), yang saya percaya, senantiasa memiliki visi ciamik perihal
merangkai gambar cantik meski pengadeganannya kekurangan sensitivitas (itu
sebabnya kebanyakan horor Rizal berakhir buruk). Rizal tak kuasa mengangkat
bobot emosi adegan, tapi lebih dari mampu untuk membuatnya nampak elegan
sekaligus mewah. Dibantu sinematografi garapan Muhammad Firdaus (Sang Kiai, My Stupid Boss, Target),
semua selalu terlihat cantik, baik pemandangan (Singapura, Bali, bahkan nuansa
malam Jakarta) maupun tokoh-tokohnya. Walau akan lebih baik andai Rizal tak
terlalu bergantung pada jajaran pemain atau benih-benih yang ditanam naskah
buatan Donny Dhirgantoro (Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck, Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh) dan
Ferry Lesmana (Danur, Suzzanna: Bernapas
dalam Kubur).
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
21 komentar :
Comment Page:Ko ratingnya beda sama yng diletterboxd om?
Hehe
Ini yang nulis review Harris bukan? Yang sering di panggil Rasyid sama Keara....Baru tahu Herjunot Ali alih profesi. Hehee
Jadi masih layak tonton ya?
Sempet tertarik mau nonton
Tapi ragu
Dan sekarang tertarik lagi
Carissa Peruset bukannya lagi shooting film lain ya saat ini?
Bukan beda, tapi letterboxd sering hang jadi rating yang diinput geser😁
@KieHaeri Betul sekali. Nulisnya sambil ditemenin Carissa.
@Jackman Sure, cukup ekspektasi film tentang kegalauan aja. Kayaknya iya, masih kurang update soal Carissa ini
Review Kain Kafan Hitam donk Mas..
Penasaran, setau saya namanya kain kafan itu putih yak..
Wkwkwkwkwk
Ooo just wait. Udah nonton. Salah satu film paling epic tahun ini.
Kalau liat package di trailernya tertarik, tapi pas udah liat mas Rasyid sama mas Abi ngereview jadi kayak mundur gitu. Makin kesini kayak hilang harapan sama mas Rizal padahal dlu saya termasuk salah satu pengagum beliau dikala Jailangkung dan Kuntilanak 3 udah mulai masuk tahun 2010an keatas jadi sering dikecewakan deh.
Masih asyik ditonton kok. Give it a try. Soal Rizal sih udah kebaca dari dulu, tipikal sutradara yang bergantung naskah. Di Jelangkung bagus ya karena skrip Mas Adi oke 😁
Mas Rasyid,
Hari ini nuntun Calon Bini dan Antologi Rasa..
CB sebenernya bisa lebih lucu yak Mas, klo pemaen'nya "wong Jowo asli", wkwkwkwk..
Sebagai wong Jowo, kok gw berasa logat'nya masi terkesan text book.. Jadi kurang lucu..
Bener nggk mas?
Klo AR, baru pertama kali ini nuntun film drama, dan bagoooos!!
Itu Herjunot Ali yang maen Suzzanna kah?
Hahahhahaha..
#beda..
Soundtrack AR yg dmassive judulnya apa mas? (Bukan yg judulnya Kesempatan Bersamaamu, ada satu lagi)
Emang nama akun letterboxd nya apa bro,,,bisa di follow ni
Setahu saya d'Masiv cuma 1 lagu. Geisha ada 2, Nidji 1 (pake vokalis barunya)
Saya kok ngerasa liat lucinta luna dipelukan junot 😂. Maapkan carissa 😝
Saya si cenderung bintang 2. Cm akting junot dan bagian tengah cerita yg menguatkan biar liat smp akhir (dan inipun masi kebayang lucinta luna lg meluk junot di bandara 🤧 )
IMHO carissa terlalu keliatan muda dan "kurang pengalaman" utk peran wanita kantoran yg sdh dewasa 😬
Oemji Lucinta Luna?
Kenapaa? Uda gatel? Wkwkwkwk..
#triller_antologi_rasa
How beautiful Peruset is..
I can't help waiting for her next film!!
Sorry.. just my opinion..
Mas Rasyid,
Tolong liat triller'nya yg pas awal awal,
Haris : "karna gue uda ketemu cewe yang tepat"
Keara : "hah loe nggk pernah cerita, siapa?"
Nah, abis dialog ini, kayanya ada OST satu lagi, kayanya yg nyanyi d'massiv, tp saya cari² nggk pernah ketemu judulnya apa..
Tolong yak Mas, lirik nya "biarkan sekejap, bla bla bla"
Entahlah menurutku Perusset ini menang cantik doang, emosinya ga dapet. Chemistry antara mereka ber-4 yg diclaim bersahabat baik juga ga ada. Ditambah lagi adegan2 bak sinetron seperti ketika keyra masuk kamar RS utk bawain Ruly makanan, pas pintu dibuka pas Ruly baru mulai ngomong.
@Unknown Oh itu 'Perspektif Ketiga', punya Pijar. Emang belum rilis lagunya.
https://www.instagram.com/p/Bt-0S-wAQjP/
Saya udah nonton. Kbetulan saya jg pembaca novelnya. Well mnurut saya penyusunan cerita dan directing berpotensi sekeren film Wonder yg jg pakai beberapa sudut pandang. Tapi sayang beribu saya naskahnya terlalu plek ketiplek kyak copas dialog novel. Bukannya bagus malah kayak baca novel dua kali. Gak ada pengalaman baru selain permainan visualnya si rixal. Hufff. Critical eleven is better. Meski gk persis dengan novelnya secara fisik. Tapi CE masih punya jiwa yg sama hidupnya.
Penyutradaraan Baginda Rizal Mantovani ternyata masih medioker apalagi akhir-akhir ini kita disungguhkan dengan film horor sampah beliau, sudah cukup bagi saya sepertinya menonton film karya-karya beliau.
Btw, Herjunot Ali ini sebenarnya gimana sih hubungan kerjanya dengan Soraya atau Hit Maker? Beberapa peran utama harus banget deh dia yang peranin, kadang-kadang terlalu maksa juga harus doi yang peranin, aktingnya gimana ya flat gitu, atau jangan-jangan doi punya saham di Soraya Intercine Film, perekrutan doi jadi peran utama rada ketebak, ketika karakter Keara dan Ruly diumumkan terlebih dahulu, karakter Harris dipendam lama sama Soraya sebelum akhirnya diumumkan beberapa bulan kemudian, dalam hati saya dah nebak, nih yang masih rahasia palingan dikasih ke Junot, eh ternyata benar kwkwkw
Dari rating di Goodreads novel ini tidak terlalu bagus, pas sutradara Rizal Mantovani pegang proyek ini saya sudah ngga berharap banyak sama film ini walaupun saya berharap ceritanya bisa diimprove karena sebenarnya novelnya sendiri juga tidak terlalu bagus juga. Saya pikir penulis skenarionya bakal kerja keras menerjemahkan dalam visual film, tapi ternyata sama saja hasilnya persis novel ngga ada perubahan, mungkin kalau film ini mengambil pendekatan ala film Wonder yang setiap karakter dikasih ruang narasi,mungkin ngga bakal tumpang tindih karakternya antara tokoh utama dan pendukung,maaf kepanjangan.
Posting Komentar