ROY KIYOSHI: THE UNTOLD STORY (2019)
Rasyidharry
Maret 22, 2019
Angel Karamoy
,
Aviv Elham
,
Clarice Cutie
,
horror
,
Indonesian Film
,
Jose Purnomo
,
Olga Lydia
,
REVIEW
,
Roy Kiyoshi
,
Sangat Jelek
21 komentar
Ingat saat internet dibanjiri meme soal bentuk dagu Roy Kiyoshi? Salah
satunya mengedit kepala Roy menjadi sebaris gigi seri. Saya tidak suka
mengolok-olok fisik seseorang, tapi aktingnya di film ini memang tampak seperti
gigi: keras, kaku, datar. Seperti anda tahu, saya sering menonton film buruk
berisi akting tak kalah buruk, namun buruknya akting Roy di sini bahkan
berhasil membuat saya terkesima.
Memerankan sosok fiktif dari
dirinya, Roy menghabiskan mayoritas paruh awal Roy Kiyoshi: The Untold Story nyaris tanpa berbicara, banyak
berdiri diam dikuasai lamunan, tenggelam dalam adiksi alkohol akibat rasa
bersalah pasca sang adik, Rani (Clarice Cutie) diculik sosok iblis bernama
Banaspati. Tapi jangan khawatir para pecinta suara Roy Kiyoshi, sebab ada
banyak porsi voice over dilimpahkan
kepada pria indigo kebanggaan Indonesia ini, yang terdengar layaknya anak SD
kala pertama kali diminta membaca puisi.
Ketika Roy sibuk mabuk-mabukkan,
Sheila (Angel Karamoy), lulusan S2 jurusan psikologi yang bekerja di suatu LSM
tengah melangsungkan investigasi terhadap kasus hilangnya anak-anak. Menyandang
gelar “Master of Psychology” tak membuat Sheila lupa daratan. Dia enggan pamer
ilmu, sehingga tak sedikit pun ia nampak seperti psikolog.
Sebaliknya, Sheila terbuka akan
sumber keilmuan lain. Apabila karakter psikolog dalam film umumnya bersikap
skeptis pada hal mistis, Sheila langsung percaya bahwa anak-anak itu hilang
diculik setan setelah melihat rekaman milik seorang wanita mantan karyawan LSM
tempatnya bekerja yang tewas bunuh diri. Lucunya, ruang kerja wanita itu
dibiarkan berantakan dengan seluruh barang teronggok begitu saja, memudahkan
Sheila menemukan berbagai arsip dan kamera kepunyaannya.
Walau saya mengapresiasi keengganan
naskah karya Jose Purnomo (Pulau Hantu,
Alas Pati, Gasing Tengkorak) dan Aviv Elham (Tali Pocong Perawan, Reva: Guna Guna) menciptakan satu lagi
kompilasi jump scare dan memilih
mengutamakan elemen misteri, penyelidikan yang Sheila lakukan amat jauh dari
menarik, sebab kita tahu semuanya bakal bermuara di satu kesimpulan: Banaspati
adalah pelaku penculikan tersebut. Ada bagian menjanjikan ketika Sheila coba
mencari korelasi antara tiap kasus, tapi teka-teki itu langsung terpecahkan
selang beberapa detik setelah diperkenalkan.
Berikutnya, Sheila menemukan
laporan di kepolisian soal hilangnya Rani, yang ia yakini merupakan keping yang
bakal melengkapi keseluruhan misteri. Laporan itu dilayangkan oleh Tante Riska
(Olga Lydia). Saya menyimpan setumpuk tanda tanya tentang karater Tante Riska.
Pertama, siapa dia??? Apakah tante Roy (adik dari ibu/ayahnya), ataukah “tante”?
Kedua, jika Tante Riska tahu Rani adalah
korban Banaspati, buat apa repot-repot lapor ke polisi? Jawaban pertanyaan
kedua sederhana. Para penulis naskahnya terlampau malas mencari jalan yang
lebih baik guna mempertemukan Sheila dengan Roy.
Saat mengunjungi rumah Roy, Sheila
diam-diam mengambil secarik kertas bertuliskan cara memanggil Banaspati. Saya
mulai mengkhawatirkan Sheila. Apakah dia pengidap kleptomania? Di hari pertama
kerja, ia mengambil kamera dari kantor. Sekarang, di kunjungan pertamanya ke
rumah orang asing, ia mengambil catatan. Entahlah, pastinya Sheila orang bodoh.
Dia memanggil Banaspati tanpa alasan maupun rencana yang jelas.
Rasanya mental Sheila terganggu
akibat tinggal di apartemen yang tak mengenal teknologi bernama “lampu”.
Kamarnya remang-remang, bahkan satpam di sana tampak membaca di ruang tanpa
penerangan. Hal paling terang justru tubuh penuh urat urat yang menyala
layaknya dialiri api milik Banaspati. Setidaknya film ini punya sosok hantu berpenampilan
mumpuni, dengan Kabuto (helm samurai) di kepala serta riasan creepy. Itulah satu-satunya elemen
positif Roy Kiyoshi: The Untold Story.
Hiburan sesungguhnya baru bermula
begitu Roy menyadari kesalahannya, berhenti minum, memutukan membantu
Sheila.....lalu mulai banyak bicara. OH TUHAN. Akting Angel Karamoy, yang penuh
antusiasme salah tempat dan/atau waktu, sudah cukup buruk, tetapi
Roy......Semoga Tuhan mengampuni akting memalukan ini.
Penampilan Roy bukan saja buruk,
tapi tampak nihil usaha, bahkan untuk sekedar mengucapkan kalimat senatural
mungkin agar tak terdengar seperti sedang pertama kali membaca naskah. Kekakuan
Roy mengingatkan saya kepada para pemenang Ale-Ale, dan itu cukup sebagai
pemicu ledakan tawa para penonton tiap kali mulutnya melantunkan kalimat-kalimat
bernada surgawi. Saya sempat bingung mesti menganugerahi film ini berapa
bintang, sebelum memutuskan memberinya sejumlah ekspresi wajah yang Roy
Kiyoshi tampilkan sepanjang durasi, yaitu.....
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
21 komentar :
Comment Page:Waaah berarti masih better The Secred Riana ya mas.
Jauuuuh. Riana itu tinggal benerin directing jadi lebih dinamis udah jadi horor yang layak.
Paling demen baca review'an Mas Rasyid model begini.. ngakak anjeer.. wkwkwkwk..
Jadi penasaran, pengen liat secara langsung debut acting bro Kiyoshi di layar lebar..
Tp banyak film lain yg ngantri nih Mas..
Five Feet Apart, Us, FriendZone, sama hari ini tayang Triple Threat..
Harus pilih 2 dari 5 film tersebut..
Review Five Feet Apart donk..
Us sama friendzone sepertinya layak dapat tambahan penghasilan dari dompet saya
hahaha
'Menyandang gelar "Master of Psychology” tak membuat Sheila lupa daratan. Dia enggan pamer ilmu, sehingga tak sedikit pun ia nampak seperti psikolog.'
That... That is why I love Movfreak
Untunglah. Lagian dari trailer yang nunjukin nama Jose Purnomo saja, gue udah yakin film ini bakalan ancur. Mendingan liat antara "Kuambil Lagi Hatiku", "Triple Threat" atau "Pohon Terkenal" daripada ini
Five Feet Apart nggak nonton. Males disease porn gitu, apalagi medisnya ngawur.
Jelas. Sikat!
Sebagai sarjana psikologi saya tersungging lihat Sheila 😂
Kuambil Lagi Hatiku sayangnya juga nggak oke (biarpun nggak sengaco Roy Kiyoshi). Besok baru nonton Pohon Terkenal.
Triple threat reviewnya positif di imdb dan di rottentomatoes, sayang gak tayang di jaringan cinemaxx
Mas Rasyid masih sehatkan jiwanya abis liat film ini?soalnya takut jiwanya diculik sama banaspati abis nonton ini film
Wkwkwk Ngakak di bagian Lampu, Tapi bener. Kenapa film Horor garapan Purnomo Gelap amat ?. Apa Memang Property yg mahal itu Lampu tembak ?
Bahkan membuat suasanan horor yg gelap bukanya Serem malah Ngeganggu mata. Insidius saja masih lebih baik pencahayaanya walau di dunia lain...
Cuma berdenging aja telinga gara-gara denger cara Roy baca kalimat 😂
Prinsip dasar horor sebenernya emang tempat gelap (bukan kewajiban ya), tapi masalahnya, sebagai DoP, Jose kurang jago ambil gambar gelap. Sering nggak kelihatan. Tapi di sini makin ngaco, bukan cuma gelap tapi emang karakternya nggak nyalain lampu. Beneran itu soal lampu, bukan bercanda. Absurd lah 😂
Bavak, tolong di rem bavak kelucuannya bavak 😂😂😂
Mas Rasyid,
Akhirnya saya nuntun film ini, wkwkwkkwk..
Saking kocak'nya review'an Mas Rasyid, saya sampe perhatiin detil filmnya,
1. Lampu --> ternyata ada lampu yg nyala kok mas, tp memang tetap gelap sih..
2. Klepto --> ternyata Sheila nggk cuman klepto, tapi nggk ada sopan santun, masuk rumah orang baru pertama ketemu (baru pertama ketemu Roy) tanpa permisi, wkwkwkwk
3. Baca puisi --> wajar lah mas, nama'nya juga baru pertama kali main film, hehehehe..
Yang saya bingung, S2 psikologi mau interview kok pakai kaos serasa mau nge'mall yak..
Overall, menghibur lah, walaupun bosen juga mungkin karena durasi'nya terlalu lama..
Monmaap, Roy terlalu lucu buat nggak dijadiin lawakan 😂
Nah itu, belum apa-apa udah langsung main serobot nanya aja. Kuliahnya nggak diajarin building raport apa? Padahal psikolog.
Ya bener pertama main felem, tapi kan udah biasa nongol depan kamera tuh di tivi. Tetep aja akting ale-ale
Ngakak pas bagian ale ale
Soal akting Roy sy mungkin tak kaget, karena pernah tak sengaja lihat aktingnya di sinetron azab stasiun TV. Di sinetron, akting Roy sangat sukses membuat membuat akting2 pemain2 lain terlihat brilian.
Posting Komentar