[BUKAN REVIEW] 'HELLBOY' DAN SALAH KAPRAH SOAL SENSOR
Judul di atas bukan guyonan.
Tulisan ini bukan review untuk reboot seri Hellboy, dan saya memang tidak berniat membuat review film tersebut. Sebelum menyentuh alasannya, mungkin beberapa
dari anda sudah mendengar perihal kontroversi yang beredar di media sosial
pasca special screening filmnya hari
Selasa lalu. Konon, Hellboy jadi
korban kekejaman gunting sensor, di mana LEBIH DARI 10 MENIT adegannya
dipotong. Bahkan ada yang menyebut “SETIDAKNYA 20 MENIT” sembari melaporkan hal
ini kepada Lionsgate. Beberapa komentar bernada serupa kemudian menyusul, dan
semua menyuarakan satu hal: LSF SUDAH KETERLALUAN!
Citra Lembaga Sensor Film (LSF)
memang buruk akibat kebiasaan memotong film seenak jidat. Sehingga amarah warganet gampang tersulut tiap kali ada kabar
miring soal penyensoran. Ingat gosip sensor Avengers:
Infinity War yang beredar karena perbedaan durasi dengan data IMDb (yang
ternyata keliru)? Kasus kali ini mirip. Tapi benarkah realitanya demikian?
Tulisan ini dibuat bukan untuk menyerang atau membela pihak mana pun, melainkan
usaha meluruskan salah kaprah yang telah lama dianut publik.
Saya akan jelaskan dulu prosedur
penyensoran film, tapi hanya secara garis besar (untuk detail langkah-langkahnya
silahkan kunjungi lsf.go.id). Pertama, pemilik film (PH untuk film lokal,
distributor untuk film luar) mengajukan permohonan sensor disertai penyerahan
berkas-berkas. Selanjutnya, pemilik film
menunggu beberapa hari (seingat saya 3-4 hari, sedangkan untuk trailer dan poster bisa 1-2 hari.
Tentatif, tergantung kondisi) sampai turun keputusan, apakah film tersebut
lulus sensor atau tidak.
Film yang lulus sensor akan
mendapat STLS (Surat Tanda Lulus Sensor) yang menyertakan klasifikasi umur
(Semua Umur, 13+, 17+, 21+), sebaliknya, film yang tidak lulus sensor diberikan
Surat Tanda Tidak Lulus Sensor (STTLS). Di sinilah salah kaprah kerap terjadi.
LSF sudah tidak lagi memotong film. Mereka hanya memberi catatan berupa revisi
yang mesti dilakukan agar lulus. Berikutnya terserah pemilik film. Mereka bisa
langsung mematuhi revisi atau mengajukan “banding”. LSF kini lebih terbuka,
bersedia mengadakan dialog bersama empunya film, bahkan bersdia mengoreksi
keputusan sensor apabila didukung alasan kuat.
Hal tersebut juga berlaku bagi
PH/distributor yang keberatan akan klasifikasi usia yang didapat. Contohnya,
Film A mendapat rating 21+, padahal pemilik film menginginkan 17+. Maka
diberikanlah arahan, revisi apa yang perlu dilakukan agar rating tersebut bisa
didapat. Kesimpulannya, bentuk sensor apa pun, semua dilakukan oleh pemilik
film berdasarkan panduan LSF. Istilahnya “sensor mandiri”. Itu sebabnya kita
sering mendapati perbedaa gaya sensor. Ada yang menerapkan pemburaman gambar, zoom in, dan yang paling jamak
dilakukan, pemotongan.
Bagaimana cara mengetahui film
mendapat revisi atau tidak? Anda bisa cek website LSF, tau melihat bumper STLS yang muncul di layar bioskop
sebelum film tayang. Jika anda menemukan tulisan “REV”, artinya film itu
mendapat revisi. Sebagai contoh, lihat keterangan sensor Deadpool 2 di bawah.
Lalu bagaimana dengan kasus Hellboy? Cukup menarik. Berikut adalah
data yang saya dapat dari halaman LSF:
Ya, ternyata Hellboy tertulis mendapat rating 17+, dan ketika saya akhirnya
menonton, memang itulah rating resminya,
lengkap dengan keterangan “REV” di bumper
STLS. Apa yang sebenarnya terjadi? Semakin membingungkan karena sampai
tulisan ini dimuat, LSF masih mencantumkan Hellboy
sebagai film 21+ tanpa revisi. Saya berasumsi, pihak distributor (PT. Prima
Cinema Multimedia) mengubah keputusan di saat-saat terakhir. Mungkin mereka
merasa rating 21+ berpotensi mencederai potensi komersialitas filmnya, sehingga
memutuskan meminta perubahan rating secara dadakan. Apakah melalui konsultasi
terlebih dulu dengan LSF mengenai bagian mana yang perlu dipotong tidak bisa
saya pastikan.
Tapi saya takkan terkejut jika itu
ternyata tidak dilakukan, dan PCM bergerak cepat (baca: terburu-buru) memotong
sebagian besar gore. Karena akan
memakan waktu lama apabila menunggu peninjauan ulang LSF untuk klasifikasi usia
baru. Dengan begini, PCM hanya tinggal mengirimkan versi baru. Metode “asal-potong-yang-penting-banyak”
ini menjelaskan inkonsistensi sepanjang film, di mana ada momen brutal justru
lolos tatkala adegan lain yang lebih “bersahabat” malah dipangkas. Rasanya
penjabaran di atas sudah cukup membantah anggapan bahwa LSF adalah (satu-satunya)
pesakitan di kasus ini. Walau harus diakui, jika LSF tidak memiliki pemikiran
kolot soal mana yang pantas dan tidak, peristiwa serupa takkan terjadi.
Berikutnya perihal banyaknya
pemotongan adegan. Secara resmi, Hellboy punya
durasi 121 menit. Saya coba mengukur sendiri. Sampai mid-credits, hasilnya adalah 109 menit. Tapi karena “perintah alam”,
terpaksa segera meninggalkan ruangan. Sekarang, mari berhitung. Kredit akhir
untuk film blockbuster biasanya cukup
panjang karena melibatkan banyak pihak, jadi kita asumsikan saja 5-6 menit. Belum
lagi ditambah dua credits-scene yang
kabarnya cukup panjang, anggap saja total 3 menit. Berarti, kurang lebih Hellboy punya total durasi 117-118
menit. Perhitungan ini senada dengan data dari Cinema 21 (cek gambar di atas)
yang mencantumkan durasi 119 menit (biasanya pembulatan dari 118 menit lebih
sekian detik).
Kesimpulannya? Koar-koar soal
pemotongan 10-20 menit adalah SALAH BESAR alias HOAX! Mungkin penyebar kabar itu
jarang menonton film, sehingga tidak sadar bahwa 10, apalagi 20 menit dalam
konteks durasi film itu luar biasa lama. Kalau memakai patokan standar
penulisan naskah, itu sama artinya membuang 10-20 halaman. Saya tahu kalian
semua kesal dengan sensor. Saya pun demikian. Tapi alangkah bijak untuk mencari
informasi dahulu sebelum menyebar kabar burung.
Tapi bagaimana dengan filmnya
sendiri? Apakah masih layak disaksikan di bioskop? Walau kenyataannya “hanya”
dipotong 2-3 menit, itu sudah termasuk banyak. Karena jumlah itu didapat lewat
gabungan banyak momen-momen singkat (5-10 detik). Hampir setiap gore dibuang, padahal saya cukup yakin, 2-3
menit yang hilang itu dapat memberi dorongan kuat bagi keseluruhan kualitas
filmnya. Tanpanya, Hellboy tampil
lesu. Tapi saya enggan mencap Hellboy
buruk, karena tidak adil rasanya menilai film dengan pemotongan sebanyak itu, apalagi
yang hilang termasuk salah satu pondasinya.
Sebagai perbandingan, silahkan
bayangkan: Anda menonton Iron Man,
tapi tanpa mayoritas adegan sang jagoan terbang di angkasa. Apakah kekuatan
filmnya melorot drastis? Tentu. Apakah membuatnya tidak layak tonton? Tidak juga.
Masih ada kelebihan lain. Tapi maukah anda menonton itu? Silahkan pikirkan
baik-baik.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
37 komentar :
Comment Page:Hidup "lapak" sebelah!! wkwk
Jadi inget aquaman.. kiss scene aquaman dan mera di cut, tapi kiss scene atlanna dan suaminya ga di cut.. haha
Kalo kiss scene arthur-mera itu mungkin karena kostumnya mera yg terlalu sexy, dan cara shoot adegannya yg mengeksploitasi keseksian itu.
sy punya pendapat asal-asalan kalau jaringan bioskop asal Korea (jaringan bioskop terbesar kedua di Indonesia) lebih luwes dalam melakukan sensor di banding jaringan bioskop terbesar di Indonesia. pengaruh gak sih kalau sensor juga tergantung dari jaringan bioskopnya?? atau sama saja??
Wow keren nih kalo jaringan bioskop lain punya cara sensor beda. Jadi punya alasan buat pindah bioskop nih.
Ini karena kebentur maksimal lamanya adegan ciuman buat 13+. Ditambah gaya ciuman yang lebih passionate
Betul ini. Tepatnya film-film yang dibawa CBI. Kenapa? Karena saya tahu orangnya emang demen film bahkan sempet jadi filmmaker, makanya tahu editing yang pas. Dia juga nggak suka kalau sensor mengurangi esensi film
Distributor yang rada ngawur potongnya biasanya memang PCM, dan film PCM itu eksklusif di xxi (Overlord, Hellboy, dll)
Durasi itu dihitung sampai akhir film atau sampai kreditnya habis ya bang?
Gua nonton di imax ga disensor ah wkwkw
Huh...gak ada imax di Jogja.
Bang rasyid. Ave maryam direview ndak ? Katanya itu juga kena sensor ? Trus tayangnya kok dikit amat y di indonesia
Kalau film POCONG tahun 2006 itu yg kabarnya juga karena LSF kah?
Sampai kredit habis, termasuk after-credits scene kalau ada.
Udah ditulis kok dari lama. Nonton di JAFF Desember kemaren, cari aja.
Nggak kena sensor, lagi-lagi itu isu yang disebar orang yang kurang rajin cari info. Fakta yang bener, Ave Maryam punya 2 versi. Versi pertama 74 menit (festival), kedua versi 73 menit (wide release). Cek aja di web LSF. Lengkap STLS-nya. Kalau kabar filmnya berdurasi 85 menit, itu karena web JAFF yang jadi bahan rujukan emang ngaco. Sutradaranya sendiri yang bilang
Nah kalau ini emang zaman LSF masih gila. Total dilarang tayang karena alasan politis
Soal jumlah layar yang dikit ya emang biasa begitu. Namanya film alternatif pasti jatahnya segituan.
ah sampe sekarang masih penasaran itu pocong 2006 kayak gimana filmnya, cuma pernah nonton trailernya doang, dulu pernah mikir itu cuma siasat marketing pocong2 aja, ternyata emang beneran ada filmnya
Alasan politis?
Pocongnya ikut pemilu ya?
Pertanyaan nya knp kakak tdak berniat Membuat review film ini!
Biasa, isu PKI
Lha itu udah dijelasin di akhir
Bang...bisa tolong sampaikan keberatan saya atas sensor yang dilakukan oleh pihak distributor? Saya coba cari alamat emailnya tapi tidak menemukannya (mungkin saya coba telepon besok). Apakah mungkin bagi pihak distributor untuk mengirimkan versi aslinya namun dengan rating 21+ kepada pihak bioskop? Jika tidak, dan mereka masih tetap dengan versi yang ada saat ini, maka saya memilih untuk menunggu versi digitalnya rilis.
Terima kasih
Wah iya rupanya ada di review jaff, terlewatkan olehku. Sepertinya film lumayan tp kok durasinya itu loh minimalis sekali ya bang. Di kota saya film ini malah tampil di bioskop lokal, bukan c*v atau cinem***.
Anw,dari yg sy simpulkan dr review bang rasyid,film ini tdk terlalu kuat d naskah,tapi memanjakan mata. Apakah worthed utk harga tiket weekend kah ?
Kasihan yg yg buat film-nya. Seperti tidak dihargai.
Iya, untung Pocong 2 bisa dibuat dan sukses.
Kalau mau rilis 21+ sebenernya bisa, karena STLS udah terbit. Tapi kalau versi 17+ yang banyak potongan aja rame penonton, nggak ada alasan buat mereka (dan bioskop) ngelakuin itu.
Ya karena itu tadi, naskah sebenernya kurang dalem, dan lebih cocok jadi short movie 30-40 menit, makanya hasil akhirnya juga cuma 73 menit. Tapi tetep layak tonton. Cara bertutur yang beda. Akting Maudy juga keren bener
Iya. Semoga nanti Pocong the origin tidak mengecewakan, coz sutradara nya penulis naskah Pocong 1 dan 2.
Emang ada apaan, bang? Rame ya? Maklumlah, CGV ga tayang tuh Hellboy. Cinemax jauuuuuh dari tempat tinggal :D
Menunggu review film Sunyi & Bumi itu Bulat...
Cinemaxx atau cgv apakah beda
Bang. Kira2 infinity war ada midnight shownya gak di indo tanggal 20?
Kaya shazam! Dia ada midnight show h-4 .
*endgame bukan infinity war
Kayaknya nggak ada sih. Endgame nggak perlu bangun hype pake acara midnight soalnya. Kecuali bioskop udah kebelet dapet duit ya
Baru aja mau nanya soal ave maryam tapi ternyata ada yg udah bahas, sempet kaget gila karna ngeliat durasi yg muncul di imdb jauh banget kirain film ini terlalu vulgar sampe dipotong belasan menit. Ohiya mas kan katanya ada yg pasti scene yg ga lulus sensor itu waktu bagian mana ya? Apakah pas lagi di pantai di jari ultah maryam? Kepo banget nih wkwk
Ya bener itu. Adegan Maudy & Chicco lari-larian telanjang di pantai nggak dimasukkin di versi rilis teatrikal. Pasti nggak dilulusin
Itu murni adegan seperti itu aja atau ada pesan atau kilasan di dalamnya ya? Soalnya kerasa ganjel aja gitu dicut langsung ke perjalanan pulang mereka dan si maryam tiba2 menampakan ekspresi penuh dosa
Posting Komentar