KALANK (2019)
Rasyidharry
April 23, 2019
Abhishek Varman
,
Aditya Roy Kapur
,
Alia Bhatt
,
Cukup
,
Drama
,
Hindi Movie
,
Karan Johar
,
Madhuri Dixit
,
REVIEW
,
Romance
,
Sanjay Dutt
,
Sonakshi Sinha
,
Varun Dhawan
4 komentar
Diproduseri oleh sang legenda Karan
Johar (Kuch Kuch Hota Hai, Kabhi Khushi
Kabhie Gham, My Name is Khan),
film berdurasi 166 menit ini diisi kisah cinta segitiga, isu pernikahan, hingga
keluarga disfungsional dengan rahasia kelam. Kalank bagai usaha menangkap kembali semangat romansa epik khas
Bollywood klasik dalam sentuhan modern berupa kemegahan departemen artistik.
Alhasil tatkala Kalank hanya berakhir sebagai “karya
yang tidak buruk”, pantaslah rasanya cap “mengecewakan” disematkan. Digawangi
oleh sutradara/penulis naskah Abhishek Varman (2 States), filmnnya mengusung ambisi tinggi. Terlampau tinggi
malah, sehingga meroket ke tingkat yang tak mampu dijangkau. Selipan konflik
sosial-politik setengah matang mengenai pemisahan India malah menciptakan
distraksi alih-alih memperkuat dramanya.
Begitu mengetahui usianya hanya
tersisa setahun akibat kanker, Satya (Sonakshi Sinha) meminta kerabat masa
kecilnya, Roop (Alia Bhatt), agar menikahi sang suami, Dev (Aditya Roy Kapur).
Satya berharap, sepeninggalnya, Dev takkan hidup kesepian. Roop dan Dev
bersedia menikah demi Satya, namun tak ada cinta di antara mereka. Keduanya
tinggal seatap, tapi jangankan berhubungan layaknya suami-istri, mengenali wajah
masing-masing saja tidak.
Kehidupan baru di kediaman keluarga
Chaudhry ini meninggalkan kekosongan di hati Roop. Mencari hiburan, ia meminta
Bahaar (Madhuri Dixit), guru vokal merangkap pemilik rumah bordil, melatihnya
bernyanyi. Niatan itu ditentang keras oleh keluarganya, sampai Roop bersedia
bekerja di kantor surat kabar milik Dev yang belakangan kerap menyulut
kontroversi sekaligus menjadi musuh kelompok Islam setempat akibat sikap
kerasnya menolak pemisahan.
Dari situlah awal mula pertemuan
Roop dengan Zafar (Varun Dhawan), seorang pandai besi sekaligus anggota
kelompok muslim garis keras, yang memendam benci terhadap keluarga Chaudhry.
Meski sempat dibuat kesal, lama-lama Roop malah menemukan kenyamanan dari
kehadiran Zafar. Ditemukannya sesuatu untuk mengisi kehampaan biduk rumah
tangganya. Tapi tanpa Roop ketahui, Zafar menyimpan agenda lain.
Presentasi elemen sosial-politik dalam
naskah Abhishek, yang kelak memberi bekal bagi dramatisasi klimaksnya, kesulitan
menemukan kadar yang pas. Lebih dari sekadar latar, namun minim eksplorasi bila
ingin dijadikan santapan utama. Proporsi romansa pun jadi korban, meski dasarnya,
perihal romansanya memang sudah terasa kekurangan jiwa. Abhishek berlebihan memakai
kalimat quotable bernuansa puitis maupun
bernada filosofis, yang kurang memanusiakan serta melucuti keintiman antar
tokoh, pula kerap bergulir terlampau panjang dan terkesan bertele-tele.
Kalank membutuhkan sentuhan humanis, yang beruntung, dapat ditemukan
dari performa jajaran pemain. Alia Bhatt memancarkan aura kehadiran kuat yang—sebagaimana
banyak pelakon papan atas Bollywood—membedakan antara “aktor baik” dengan “megabintang”.
Sedangkan Varun Dhawan mulus melakoni transformasi Zafar, dari pria penuh
kebencian yang “takut” akan kebaikan, menjadi sosok baik nan tak individualis
berkat cinta.
Sayangnya, itu pula yang film ini
gagal maksimalkan: Bagaimana cinta memantik kebaikan hati, dan sebaliknya,
ketiadaan cinta bisa membawa kekacauan. Pesan sederhana, kalau bukan klise,
yang tertutup bayang-bayang ambisi tampil kompleks, termasuk pemakaian paksa
gaya bertutur non-linier, tatkala Roop menuturkan kisahnya kepada pewawancara.
Elemen itu hadir tiba-tiba entah dari mana, dan tak membawa pengaruh sedikitpun
bagi narasi.
Jalinan cerita Kalank memang bak opera sabun, dan itu bukan hal yang wajib dihindari.
Sebab, se-cheesy apa pun, pengungkapan
tiap fakta mengejutkan mengenai rahasia masa lalu atau identitas karakter,
sudah cukup untuk membuat penonton terkesiap atau merasa gemas. Filmnya tidak
perlu merasa malu, karena dengan veteran-veteran hebat seperti terkesiap atau merasa gemas. Filmnya tidak
perlu merasa malu, karena saat veteran-veteran hebat seperti Sanjay Dutt dan Madhuri
Dixit beradu rasa, mustahil Kalank terkesan
murahan.
Tengok pula pencapaian departemen
artistiknya. Biarpun penyutradaraan Abhishek kentara masih jauh di bawah sang
mentor (ia pernah menjadi astrada Karan Johar di My Name is Khan dan Student
of the Year) terkait cara menangani kemegahan semacam ini, mata kita tetap
bakal terpuaskan oleh kain-kain serta dekorasi mahal beraneka warna dan desain.
Pun berkat sekuen penutupnya yang indah juga menyentuh, Kalank meninggalkan aftertaste
positif.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:bang avengers endgame dapet nilai 98 di roten tomattoes wajib nonton nih.. 😂
Nggak akan turun sampai di bawah 93 itu. Malah bisa 95 ke atas skor akhirnya
Ditunggu endgamenya mas rasyid
Posting Komentar