IMPERFECT (2019)

12 komentar
Setelah Susah Sinyal lalu Milly & Mamet yang merupakan penurunan dibanding dua karya perdananya meski tetep digarap baik, Ernest Prakasa kembali pada performa terbaiknya melalui Imperfect selaku adaptasi novel berjudul sama karya sang istri, Meira Anastasia, yang di sini turut berperan sebagai penulis naskah sekaligus co-director. Membahas persoalan sensitif perihal standar kecantikan, filmnya bijak menyikapi kompleksitas isu tersebut, mengambil lebih dari satu perspektif, mengambil jalan tengah tanpa perlu terkesan main aman dengan tetap menyediakan solusi berupa, “Berusahalah menjadi versi terbaik dirimu”.

Melalui sekuen pembuka yang memperlihatkan sensitivitas bertutur Ernest dan Meira, kita melihat bagaimana sejak kecil, Rara (Jessica Mila) sudah jadi korban body shaming, bahkan oleh sang ibu, Debby (Karina Suwandi) yang di masa mudanya merupakan seorang model. Ketika adiknya, Lulu (Yasmin Napper) banyak dipuji karena paras ayu serta tubuh langsing yang menurun dari Debby, Rara lebih mirip ayahnya, Hendro (Kiki Narendra) yang bertubuh tambun, berkulit gelap, dan berambut ikal. Begitu Hendro meninggal, Rara merasa sendirian, dan cokelat selalu jadi pelarian tiap dibuat kesal oleh komentar pedas atau paksaan diet dari Debby.

Di kantor kondisinya tidak jauh beda. Rara hanya memiliki Fey (Shareefa Daanish), si gadis berpenampilan tomboi serba hitam sebagai teman. Setidaknya keberadaan Dika (Reza Rahadian), si fotografer tampan kekasih Rara, kerap jadi penawar kepahitan. Di depan Dika, Rara bisa menjadi dirinya sendiri yang daripada kesempurnaan fisik, lebih memedulikan kebaikan hati, sebagaimana ia perlihatkan kala secara sukarela mengajar anak-anak asuhan Bu Siska (Asri Welas) yang tinggal di pemukiman kumuh. Sampai peluang meningkatkan karir tiba, ketika bos Rara, Kelvin (Dion Wiyoko) menawarinya kenaikan jabatan, dengan syarat, Rara mau mengubah penampilannya.

Pertama, pemilihan pemain Ernest dan Meira (tentunya berkat jasa casting director pula) patut diacungi jempol. Imperfect menyajikan ensemble cast yang bukan asal ramai, tapi masing-masing nama, sekecil apa pun perannya, sempurna melakoni tiap peran. Di jajaran pendukung, Karina Suwandi bukan semata sosok ibu kejam; Yasmin Napper adalah akrtis muda yang saya pastikan takkan lama lagi mendapat peran utama di film remaja; Boy William seolah ditakdirkan memerankan George, kekasih Lulu sekaligus “selebgram dangkal”; sedangkan Shareefa Daanish  bisa jadi menemukan angin kedua di karirnya melalui kejenakaan yang sebelumnya baru pernah ia perlihatkan di sinetron.

Para pencuri perhatian lainnya adalah Kiky Saputri (sebagai Neti), Zsazsa Utari (sebagai Maria), Aci Resti (sebagai Prita), dan Neneng Wulandari (sebagai Endah), yang jadi ujung tombak elemen humor, menjadikan ini film terlucu Ernest. Tentu pondasinya memang sudah kuat, pun Imperfect memiliki kelucuan yang terasa “paling Ernest” terkait ketajamannya. Dari Yesus hingga jenazah dijadikan materi. Dan kali ini tidak ada kesan acak, sebab kuartet gadis di atas juga merasakan kegelisahan seputar fisik, memberi benang merah kuat dengan konflik utamanya.

Sementara kedua pemain utamanya tidak kalah bersinar. Tidak perlu banyak membahas Reza Rahadian. Pidato sambutan acara kecamatan pun bisa dikemas dinamis dan menarik olehnya. Jessica Mila, yang sepertinya juga menambah beberapa kilogram berat badannya selain memakai fat suit sehingga transformasi karakternya kelak terkesan natural, mampu membuat kita mendukung Rara mencapai impiannya, bahkan sewaktu ia “tersesat” sekalipun. Romansa mereka merupakan kunci. Reza dan Jessica menghadirkan chemistry yang memudahkan kita percaya, bahwa romantika Dika dan Rara adalah ketulusan yang didasari ketertarikan terhadap inner beauty.

Permainan flow Ernest pun meningkat dibanding keempat film sebelumnya. Tidak ada lagi lompatan kasar dan adegan minim signifikansi yang dipaksa masuk di sela-sela penceritaan (sebenarnya masalah ini rutin muncul di film produksi Starvision). Satu-satunya ganjalan adalah lemahnya departemen tata suara yang kerap mengakibatkan kata-kata dari mulut pemain sukar didengar. Pun seperti telah disebut di awal, sensitivitas pengarahan Ernest dan Meira sungguh kuat, yang membantu terciptanya keintiman emosional di adegan berlatar keluarga, pula pemandangan uplifting jelang akhir yang memantapkan status Imperfect kepada perayaan atas kecantikan dalam ketidaksempurnaan.

Imperfect semakin layak diapresiasi atas kedalaman eksplorasi isunya. Benar bahwa mereka yang kerap disebut “buruk rupa” mengalami ketidakadilan, namun bukan berarti keindahan paras otomatis memuluskan hidup pemiliknya. Konflik kakak beradik Rara dan Lulu membuktikan itu. Dari konflik itu pula lahir salah satu kalimat favorit saya di film ini: “Ngapain mikir omongan orang, orangnya aja nggak mikirin omongannya sendiri”. Lugas. Menusuk. Tepat sasaran dalam menyentil kultur toxic media sosial dewasa ini.

Tidak ada yang disalahkan (maupun dibenarkan sepenuhnya) di sini. Debby punya alasan mengkritik Rara, pun bukan kesalahan kala akhirnya memutuskan berubah. Karena itu hidup dia, tubuh dia, hak dia. Menjadi sebuah kesalahan ketika bukan cuma fisik, jati diri ikut diubah secara terpaksa demi beragam tuntutan sosial. Saat itulah selain berat badan, harta-harta berharga (baca: sosok-sosok tercinta) dalam hidup juga hilang.

12 komentar :

Comment Page:
Mahendrata Iragan Kusumawijaya mengatakan...

Kalau dana terbatas mending ini apa Habibie Ainun bang?

Crooked Face mengatakan...

Pake nanya lu kerak panci

Unknown mengatakan...

Masih suka ngakak sendiri kalo nginget bagian bloopers ya uus dkk, yaallah kerjaan masa kecil banget itu kalo lagi gabut XD

Madhunrijalun mengatakan...

@crooked face yg bilang ngga demen sinetron ketika ane nanya tentang vagabond. Gmana tuh tanggepan nya sinetron korea tunnel di remake ma sineas kita. Mungkin Kualitas Sinetron korea jelek parah sehingga kita perlu membuat versi yg lebih baik ya??? Atau mungkin??? Atau Mungkin apa yah??? Bingung koh...

Unknown mengatakan...

Mas Rasyid,

Bagi Mas Rasyid Milly&Mamet merupakan penurunan karya Koh Ernest, padahal bagi gw M&M aja udah bikin perut gue pusing, sampai² gw bilang M&M film terlucu versi gue..

Beda lah ya antara orang biasa yang cuman hobby nuntun dengan orang yg bener² ahli di bidang perfilm'an 😁😁😁

Wajib nuntun nih Imperfect..
Ntr gw balik lagi abis nuntun nih film!!

Anonim mengatakan...

Mas Rasyid, minta list film terbaik mas thn 2019 ini dong

Unknown mengatakan...

Ditunggu review The Lighthouse-nya Robert Pattinson bang.

Unknown mengatakan...

Imperfect but Perfect ( suka sekali film ini )

Zhee TheInnocentBoy mengatakan...

Maaf ini menurut pendapat saya yah yg sangat awam dalam perfilman πŸ˜πŸ™✌️

Koh Ernest tuh kayaknya pasti bisa buat film horror, pas scene Dika nunduk trus dongak kaget liat model yg gak disangka-sangka tuh agak menakutkan πŸ˜… sama pas scene gelap2an juga bagus bukan gelap doang...

Oh iya saya paling suka angle shot pas scene gelap Rara meluk Dika meskipun gak keliatan ekspresinya tpi feel atau aura nya tuh dpt banget haha sotoy banget sih maaf πŸ€£πŸ™✌️

Btw semoga koh Ernest bikin film genre horror dll aamiin πŸ˜πŸ™

Unknown mengatakan...

Imperfect bagus dan lucu..
Tapi nggk suka pas scene ada Uus nya..
Maaf yak subjektif sih..

Tetep, Milly Mamet terbaik, terlucu, terkocak versi gue!!

Semoga taon depan Koh Ernest bisa bikin yg lebih lucu dari Milly Mamet yak, gw tunggu!!

Vian mengatakan...

Menggunakan keempat gadis kosan sbg model itu bener2 twist yg cerdas menurut saya. Keempat2nya bkin pangling, belum lagi kelimanya (trmsuk Yasmin) mewakili tipikal2 kecantikan wanita Indonesia yang berbeda2. Sindiran keras buat yg keukeuh kalau cantik itu harus putih, tinggi, berambut lurus.

Rasyidharry mengatakan...

True!