JUMANJI: THE NEXT LEVEL (2019)
Rasyidharry
Desember 05, 2019
Adventure
,
Alex Wolff
,
Awkwafina
,
Comedy
,
Danny DeVito
,
Danny Glover
,
Dwayne Johnson
,
Jack Black
,
Jake Kasdan
,
Karen Gillan
,
Kevin Hart
,
Lumayan
,
Madison Iseman
,
Morgan Turner
,
REVIEW
,
Ser'Darius Blain
10 komentar
Dua tahun lalu, Jumanji: Welcome to the Jungle meruntuhkan
segala skeptisme lewat petualangan segar nan menghibur yang juga sukses secara
finansial dengan pendapatan $962 juta. Franchise-nya
pun mendapat suntikan tenaga sekaligus arah baru. Sekuelnya ini—yang bisa
dianggap film ketiga atau keempat di seri Jumanji
tergantung apakah anda menghitung Zathura:
A Space Adventure (2005) atau tidak—mungkin tak menghadirkan petualangan
tingkat lanjut sebagaimana judulnya siratkan, namun petualangan yang familiar
ini masih sama menyenangkannya.
Selepas peristiwa film pertama,
Fridge (Ser'Darius Blain) si atlet, Martha (Morgan Turner) si pemalu yang
cerdas, dan Bethany (Madison Iseman) si gadis populer, masih rutin
berkomunikasi lewat grup chat meski
sudah tinggal terpisah. Spencer (Alex Wolff) juga tergabung di grup itu, tapi
ia lebih banyak diam. Hubungan jarak jauhnya denga Martha pun bermasalah.
Spencer kehilangan arah. Kepercayaan dirinya terkikis, dilahap oleh hiruk New
York. Saat keempatnya hendak bereuni, Spencer justru punya rencana lain.
Dia rindu menjadi Dr. Bravestone
(Dwayne Johnson) yang perkasa. Akhirnya, ia nekat memperbaiki gim Jumanji yang diam-diam dipungutnya, lalu
kembali memasuki dunia tersebut. Mengetahui itu, Martha, Fridge, dan Bethany
terpaksa menyusul demi menolong Spencer, sampai peristiwa mengejutkan terjadi.
Di Jumanji, Martha masihlah Ruby Roundhouse (Karen Gillan) dengan segala
keatletisannya. Sial bagi Fridge. Kini avatarnya adalah Professor Sheldon (Jack
Black) si arkeologis yang menurutnya tidak berguna.
Tapi bukan itu saja. Kakek Spencer,
Eddie (Danny DeVito) serta mantan sahabatnya, Milo (Danny Glover) ikut terhisap
ke Jumanji, dan masing-masing menempati avatar Dr. Bravestone dan Mouse (Kevin
Hart) si zoologist, sedangkan Bethany tertinggal di dunia nyata. Ke mana
perginya Spencer? Pertanyaan itu bakal terjawab bersama paparan filmnya soal
penerimaan diri. Nantinya diungkap bahwa avatar Spencer tidak jauh beda
dibanding sosoknya di kehidupan nyata. Dari situ, Jumanji: The Next Level memperlihatkan proses Spencer menerima
seluruh kekurangan dirinya, lalu berusaha melakukan yang terbaik. Bukan begitu?
Awalnya demikian, sampai naskah
buatan sutradara Jake Kasdan (yang turut membidani film sebelumnya) bersama
Jeff Pinker dan Scott Rosenberg (keduanya pernah berduet di Jumanji: Welcome to the Jungle dan Venom) merusak pesan tersebut di babak
ketiga, sewaktu filmnya menempuh jalur malas guna menyelesaikan masalah
tokoh-tokohnya yang terjadi akibat avatar mereka saling tertukar. Bobot emosi
justru hadir di tengah konflik Eddie dan Milo, dalam kisah tentang retaknya
persahabatan yang awalnya konyol, namun perlahan menemukan hati, kala
menyinggung betapa pertemanan dua manusia lanjut usia punya makna lebih, sebab
mereka mesti bergulat dengan waktu, juga “akhir”.
Humornya masih mengandalkan
kekacauan kala beberapa avatar diisi oleh seseorang dengan karakterisasi
berlawanan. Bahkan beberapa humor Welcome
to the Jungle, seperti “smoldering
intensity” atau “jurus menari” milik Ruby, ditampilkan lagi, seolah Jumanji: The Next Level coba
menghadirkan nostalgia dari film yang baru rilis dua tahun lalu. Tidak sesegar
dulu? Jelas. Apakah masih lucu? Ternyata iya. Jake Kasdan sanggup memanfaatkan
talenta luar biasa jajaran pemainnya, yang dituntut memerankan berbagai macam
kepribadian.
Dwayne Johnson sebagai kakek pelupa
yang cerewet, Kevin Hart sebagai zoologist dengan tempo bicara super lambat
yang kerap menggiring teman-temannya menuju bahaya, dan Jack Black, meski tak
lagi mengutamakan kecentilan seperti film sebelumnya, membawa sisi histerikal
yang juga menghibur. Karen Gillan masih menggila, apalagi saat di satu titik,
avatar Ruby Roundhouse sempat dimasuki karakter lain, sedangkan Awkwafina
sebagai Ming, si avatar baru dengan spesialisasi mencuri, bakal membuatmu sakit
perut hanya dengan melihat postur dan gesturnya.
Dunia Jumanji mayoritas terbuat
dari CGI, tapi itu urung membuat Jake Kasdan terlalu bergantung kepadanya.
Sewaktu banyak film setipe cuma asal membentangkan dunia CGI warna-warni yang
terasa mati, Kasdan memperhatikan betul tiap set piece aksi, membuatnya bertenaga berkat penempatan sekaligus
pergerakan kamera yang sesuai. Dan sewaktu saya mulai khawatir bila film
keempatnya kelak bakal repetitif, Jumanji:
The Next Level menampilkan mid-credits
scene yang menjaga antusiasme untuk menantikan sekuelnya. Bring me the next, more advance level!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
10 komentar :
Comment Page:Kangen sama jumanji-nya robin williams. Dulu critanya kuat,dan kerasa terrornya. Jumanjinya the rock feelnya cuman kasih aktor terkenal,cgi,and boom jadi film box office,boring..."just my opinion ya"
Jumanji pertama itu bagus. Jelas. Sebagus yang dipercaya banyak orang? Not really. Ada faktor romantisasi karena: 1) Robin Williams, 2) Sering diputer di tv
Kalo kangen sama jumanjinya robin williams, plz banget nonton ampe selesai.. Hahaha
masih tipikal film-film sony pada umumnya.. tetep fun tapi tidak begitu berkesan,dengan budget yang lebih besar ya film ini emang kerasa sedikit lebih wah dari prekuelnya
btw apa cuma saya yang mulai jenuh sama akting Dwayne Johnson.. pengen gitu sekali-sekali liat dia tampil beda, main di film drama atau thriller mungkin
Di film ini faktor penolongnya mereka bisa keluar dari game cuma karena si air ajaib,maksa banget sih tapi untungnya lebih bikin terhibur daripada film pertamanya 😅
Oh iya, Kak barusan saya kaget banget karena ada trailer Rasuk 2. Kayaknya karena banyak baca review disini pas liat nama Baginda KKD di trailer itu langsung merinding :")
Next :
Jumanji: Pay to Win
Jumanji: Final Boss
Jumanji: DLC
Udah mulai pada bosen kok emang, sejak Skyscraper yang kurang sukses. Ragu dia bisa eksplor lebih. Di sini aja udah termasuk agak beda buat ukuran dia
True 😁
Mungkin ekspektasi aga tinggi kali ya ntah kenapa yang ini kerasa aga hampa aja gitu dripada yang pertama, mungkin salah satu contoh set piece aksi udh lumayan bagus cuma naskah nya kurg menggigit jdi pas lagi scene aksi datar aja gitu rasanya mending yang pertama
Jumanji: expansion pack
Posting Komentar