RASUK 2 (2020)
Rasyidharry
Januari 03, 2020
Achmad Megantara
,
Baskoro Adi Wuryanto
,
Dheeraj Kalwani
,
Haqi Achmad
,
horror
,
Indonesian Film
,
Jelek
,
KK Dheeraj
,
Lania Fira
,
Nikita Willy
,
Raquel Katie Larkin
,
REVIEW
,
Rizal Mantovani
,
Sonia Alyssa
9 komentar
Tahukah
kalian bahwa Rasuk (2018) yang merupakan adaptasi novel berjudul sama buatan
Risa Saraswati berhasil mengumpulkan lebih dari 900 ribu penonton, membawanya
bercokol di urutan 16 daftar film Indonesia terlaris di tahun perilisannya? Tidak
butuh waktu lama sampai Baginda Dheeraj Kalwani memproduksi sekuelnya, yang
kali ini ditangani sutradara Rizal Mantovani menggantikan Ubay Fox, sementara
posisi Shandy Aulia sebagai pemeran utama diberikan kepada Nikita Willy. Apakah
hasilnya lebih baik? Jawabannya “ya”. Masalahnya, mengingat hancur leburnya
kualitas pendahulunya, nyaris mustahil menghasilkan tontonan yang lebih buruk.
Nikita Willy
memerankan Isabella, adik Inggrid (diperankan Denira Wiraguna di film pertama,
di sini digantikan oleh Raquel Katie Larkin), sahabat Langgir (Shandy Aulia). Itu
saja kaitan Rasuk 2 dengan film pertamanya. Bersama dua teman kosnya,
Alma (Sonia Alyssa) dan Nesya (Lania Fira), Bella tengah melaksanakan koas di
bagian forensik rumah sakit. Dituntut sering mengikuti proses autopsi, Bella
malah kerap melihat hal-hal aneh, termasuk mayat yang mendadak hidup kembali. Menolak
percaya kepada hal mistis, Bella memilih berobat ke psikiater, dan di sinilah
kengawuran naskah buatan Haqi Achmad dan Baskoro Adi mulai tercium.
Rasuk 2 membahas
beberapa elemen psikologi, yang alih-alih menjadikannya cerdas, justru membuat
naskahnya seolah tersusun atas hasil riset kilat lewat Wikipedia, yang bahkan
sepertinya cuma dibaca sekilas. Nama ahli matematika John Nash, yang kisahnya diangkat
dalam A Beautiful Mind (2001) disebut oleh sang psikiater. Menurutnya,
halusinasi Nash disebabkan karena kecerdasan yang luar biasa, dan bahwa kesembuhan
Bella bergantung pada dirinya sendiri. Bukan itu penyebab gangguan mental Nash,
pun proses penyembuhan skizofrenia memerlukan dukungan lingkungan sosial. Efek
Barnum tak ketinggalan disinggung dengan pengertian salah kaprah, sebab poin utama
efek itu bukanlah soal fenomena paranormal.
Pada sebuah
autopsi, Bella dipertemukan dengan mayat wanita tak dikenal yang disebut “Mrs.
X”. Maaf, tapi tahu dari mana wanita itu sudah menikah? Atau penulisnya tidak paham
perbedaan Mrs. dan Ms.? Penulis terjemahannya lebih pintar untuk
urusan ini, dan menuliskan “Miss X”. Pada 18 Maret 1967, ditemukan mayat wanita
tanpa identitas di Amerika Serikat yang kemudian dipanggil “Miss X”. Mungkin
naskahnya mengambil referensi dari situ, tetapi akibat riset seadanya,
lagi-lagi muncul kekeliruan.
Sejak autopsi
itu, teror yang Bella alami makin intens, bahkan sempat membuatnya kesurupan,
lalu menyerang Radja (Achmad Megantara), satu lagi teman kosnya yang menaruh
hati kepada Bella. Nantinya terjalin percintaan di antara keduanya, mengajak
kita mengikuti sejenak aktivitas kencan mereka, yang terkesan sebatas penambal
durasi semata, pun sama sekali tak romantis, salah satunya akibat Achmad
Megantara yang kembali menampilkan performa kaku nan menggelikan. Apa pula
perlunya menyelipkan kecemburuan Nesya ketika aspek itu sekadar numpang lewat
dan nihil dampak terhadap konflik utama?
Jadi dengan
setumpuk kelemahan di atas, kenapa saya menganggap Rasuk 2 lebih
superior ketimbang pendahulunya? Jawabannya ada di paruh awal film. Salah satu hal
paling mengganggu di Rasuk adalah tata suaranya yang mengancam gendang
telinga. Di sini volumenya diturunkan, walau agak terlalu rendah sehingga
membuat jump scare kurang bertenaga. Rizal Mantovani pun lumayan jeli
memilah, mana penampakan yang mesti diiring musik, mana yang tidak. Ditambah riasan
yang tidak buruk, beberapa keheningan bahkan mampu memancing kengerian (titik
terbaiknya saat Bella melihat sesosok hantu sepulang dari rumah sakit) melalui
pengarahan Rizal.
Sayangnya
keunggulan Rizal (dan film ini secara keseluruhan) berhenti di situ. Sang
sutradara kewalahan menciptakan ketegangan dalam adegan di mana kekacauan terjadi.
Hasilnya canggung, secanggung banyolan-banyolan dari mulut Asri Welas. Bukan
perkara mudah membuat Asri Welas, yang biasanya berhasil menyegarkan suasana, jadi
tidak lucu. Dan berkat ketidakmampuan Rizal mengolah momen komedik, khususnya
terkait menentukan timing transisi, pencapaian langka itu sukses diraih
film ini.
Sekitar 15
menit pertama, Rasuk 2 membuka tabir misteri dengan menarik, menyulut
penasaran kala mempertanyakan asal muasal mayat Mrs. X, serta mengapa
sang hantu meneror Bella. Sampai akhirnya investigasi asal jalan dilakukan,
rasa bosan menyeruak, kemudian penyelidikan Bella jadi tidak penting sewaktu
muncul karakter baru yang menjawab segala pertanyaan. Rasuk 2 tidak lupa
menutup kisahnya melalui klimaks sarat kebodohan berintensitas lemah, menjadikan
peningkatan kualitasnya semakin terasa semu. Paling tidak Nikita Willy menyajikan
performa yang lebih “normal” dibandingkan Shandy Aulia.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Bang,, apa rasuk pertama ini berhubungan sama film kedua? Soalnya saya ngira sequelnya bakal membahas kelanjutan di ending, tapi mustahil Soalnya kalau dilanjutkan dari sisi tersebut, malah jadi film drama, Akhir bidang
Di paragraf kedua udah ditulis hubungannya.
Waktu trailernya keluar semua komentar dipenuhi dengan betapa miripnya film Rasuk 2 dengan The Autopsy of Jane Doe dan The Possession of Hannah Grace ditambah kearifan lokal. Kalau liat dari segi kualitas memang Rasuk 2 jauh lebih baik dibanding pendahulunya. Dan yap Nikita Willy setidaknya menunjukkan performa jauh lebih baik dari Gasing Tengkorak. Tahun 2020 dibuka dengan film horror medioker yang lagi lagi serba nanggung.
Mas maaf OOT. Film KNK Santa claus dr Jakarta kok akun ig nya ilang ya? Ada masalah produksikah?
Mahasiswa Psikologi kena trigger nih ama bahasan psikologi yang asal
Punya background di psikologi, suka nonton film, dan kebetulan nonton film yang bahas psikologi tapi asal-asalan, abis deh dikritik tuh film wkwkwk
Film horor Indonesia..siapapun yg bikin..hny smp pd tahap "Ngagetin" ..dan untung ny org Indonesia suka di kagetin..klo mo bikin film dn untung..bikinlah film horor..Dan buat lh penonton kaget sesering mungkin
Siapa pun? Really?
Posting Komentar