THE ODD FAMILY: ZOMBIE ON SALE (2019)
Rasyidharry
Juni 15, 2020
Comedy
,
Jung Ga-ram
,
Jung Jae-young
,
Kim Nam-gil
,
Korean Movie
,
Lee Min-jae
,
Lee Soo-kyung
,
Lumayan
,
Park In-hwan
,
REVIEW
,
Uhm Ji-won
1 komentar
Sejak Train to Busan, tema
zombie menemukan popularitas baru di Korea Selatan. Di layar lebar, bermunculan
judul-judul seperti Rampant (2018), Alive (2020), dan tentunya sekuel dari
film garapan Yeon Sang-ho itu sendiri, Peninsula
(2020). Sedangkan di layar kaca, Kingdom
tengah menantikan musim ketiganya. Maka tidak mengherankan jika gelombang
besar tersebut turut melahirkan film zombie dengan sentuhan komedi. Sambutlah The Odd Family: Zombie On Sale.
Latarnya di sebuah pedesaan, di mana protagonis kita,
Joon-gul (Jung Jae-young), mempunyai pom bensin yang didirikan bersama sang
ayah, Man-deok (Park In-hwan). Dia memiliki dua adik, Min-gul (Kim Nam-gil)
yang baru pulang setelah dipecat dari pekerjannya, dan Hae-gul (Lee Soo-kyung),
si gadis pendiam yang gemar membunuh kelinci. Kehamilan istrinya, Nam-joo (Uhm
Ji-won), ditambah bisnis pom bensin yang gagal, “memaksa” Joon-gul menjalankan
jasa derek dan bengkel, sembari menebar paku di jalan agar memperoleh konsumen.
Suatu hari datanglah sesosok zombie (Jung Ga-ram). Anda
keliru kalau berpikir ia bakal menebar teror. Dari dikejar anjing, ditendang
selangkangannya, hingga ditabrak truk derek, mungkin inilah zombie paling tidak
mengancam sekaligus paling malang. Dia sempat menggigit Man-deok, sebelum
akhirnya singgah di rumahnya. Berkat browsing
plus menonton klip Train to Busan, Man-deok
sekeluarga menyadari bahwa pemuda aneh ini adalah zombie.
Tapi ada yang beda dari si zombie. Alih-alih daging atau otak
manusia, dia lebih menyukai kubis yang diolesi saus. Pun bukannya berubah jadi
zombie, setelah digigit Man-deok malah bertambah muda. Kerutnya lenyap,
rambutnya menghitam, dan penisnya bisa ereksi, sehingga menciptakan kehebohan
bagi kalangan lansia di penjuru desa. Semua ingin bernasib sama. Ketika
mayoritas manusia di film zombie berusaha kabur, orang-orang di film ini malah
berbondong-bondong meminta digigit zombie (setidaknya sebelum memasuki third act).
Lalu tercetus ide “brilian” untuk membisniskan gigitan
zombie, yang oleh Hae-gul diberi nama Jjong-bi. Lee Min-jae selaku sutradara
sekaligus penulis naskah memang gemar bermain pelesetan soal nama karakter. Min-gul
memanggil Hae-gul dengan “Hey Girl”,
sedangkan kelinci-kelinci si gadis remaja punya nama-nama seperti Ho-dong dan
Soo-geun (dua komedian ternama Korea Selatan).
Tidak semua humornya mendarat tepat sasaran, namun saat
berhasil, kita akan menyaksikan kreatvitias Min-jae perihal mengocok perut
penonton. Misalnya saat sang sutradara mengubah serbuan pasukan zombie jadi bak
pesta di kelab malam, lengkap dengan seorang DJ. Kreativitas dalam
bersenang-senang itulah yang berfungsi sebagai penyegar, tatkala premis soal
zombie sebagai peliharaan (kemudian keluarga) bukan lagi suatu modifikasi baru.
Kita sudah pernah mendapatkan Fido (2006).
Begitu pula unsur romansa antar-spesies yang mulai dibangun sewaktu Hae-gul dan
Jjong-bi berkejar-kejaran di ladang kubis diiringi lagu Rebirth milik Yoon Jong-shin, sebuah pilihan yang juga merupakan
humor tersendiri.
Sedikit disayangkan, babak ketiganya, yang menyelipkan referensi-referensi
untuk seri film The Dead kepunyaan
George A. Romero, tak mencapai puncak keseruan, salah satunya akibat rendahnya
kuantitas gore, yang mana substansial
dalam film zombie. Setidaknya, The Odd
Family: Zombie On Sale mampu memanfaatkan keklisean konsep “memanusiakan
zombie” sebagai senjata guna menambahkan hati pada kisahnya, pula menghibur
lewat jajaran humornya.
Available on VIU
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:Zombie yang tidak menebar teror, seperti Swiss army man
Posting Komentar