REVIEW - ENOLA HOLMES
“Women are never to be entirely trusted—not the best of them”, ucap
Sherlock Holmes dalam novel The Sign of
the Four (1890). Tidak perlu riset mendalam untuk menyimpulkan bahwa
Sherlock bukan pembela kesetaraan. Bagaimana jadinya, jika ia memiliki adik
perempuan yang mewarisi pemikiran feminisme ibu mereka, pula tidak kalah dalam
urusan deduksi dibanding sang detektif ternama? Gagasan menarik itu mendasari Enola Holmes, yang mengadaptasi seri
novel The Enola Holmes Mysteries
(tepatnya buku pertama, The Case of the
Missing Marquess) karya Nancy Springer.
Seperti namanya yang merupakan
kebalikan dari kata “alone”, Enola (Millie
Bobby Brown) tumbuh seorang diri, sementara kedua kakaknya, Mycroft (Sam
Claflin) dan Sherlock (Henry Cavill) telah angkat nama dalam karir
masing-masing. Ibunya yang eksentrik, Eudoria (Helena Bonham Carter), mengajari
Enola untuk hidup mandiri, membekalinya dengan segala ilmu, baik pengetahuan
dari buku-buku maupun latihan bela diri. Hingga tepat di ulang tahunnya yang
ke-16, Enola mendapati sang ibu menghilang.
Niat Enola mencari ibunya menemui
rintangan saat kedua kakaknya pulang, khususnya dari kengototan Mycroft untuk
mengirimnya ke sekolah kepribadian, agar Enola menjadi “wanita bermartabat”
sehingga mudah mencari suami. Bagaimana dengan Sherlock? Dibanding dua perwujudan
terbaru yang paling dikenal publik (versi Robert Downey Jr. dan Benedict
Cumberbatch), Sherlock milik Henry Cavill cenderung hangat, ramah, berpikiran lebih
terbuka soal gender, dan less-psychotic.
Beberapa kali ia membela, bahkan menolong Enola. Bukan sosok Sherlock terbaik,
dengan penggambaran yang disederhanakan, namun jelas paling cocok bagi target
pasar young adult film ini.
Naskah buatan Jack Thorne (Wonder, The Secret Garden) mengandung
formula-formula pokok (baca: keklisean) film bertema empowerment dari arus utama: protagonis wanita yang ingin bebas
sehingga dianggap liar, pria kolot yang meyakini kalau wanita harus penuh sopan
santum sekaligus menganggap feminisme merupakan bentuk kegilaan, tokoh wanita
yang turut melanggengkan pola pikir kuno tersebut, hingga benih romansa yang
melibatkan pria pendukung kesetaraan gender. Pria itu adalah seorang Viscount
Tewkesbury muda (Louis Partridge) yang kabur dari rumah.
Selain mencari keberadaan ibunya,
kini Enola juga harus melindungi Tewkesbury dari kejaran pembunuh (Burn Gorman)
yang entah dikirim oleh siapa. Terciptalah kisah mengenai proses remaja
perempuan mengenal kerasnya dunia luar, dan mesti berjuang dengan menerapkan
segala yang ibunya ajarkan. Sebuah drama keluarga, sebuah kisah dua perempuan.
Lega rasanya melihat Millie Bobby
Brown (juga menjadi salah satu produser film ini) tak terjebak dalam stereotip perannya di Stranger Things. Penampilannya bertenaga, menggelitik sebagai
karakter yang kerap “menembus dinding keempat”, juga meyakinkan sebagai
detektif cerdas. Kecerdasan yang bukan cuma berlaku di urusan memecahkan
misteri, pula membuatnya mampu mengubah simbol-simbol seksisme menjadi hal yang
menguntungkannya.
Perjalanan Enola mengumpulkan keping-keping petunjuk (mayoritas berbentuk permainan kata) menyenangkan diikuti, apalagi ketika Harry Bradbeer, yang melakoni debut penyutradaraannya, menerapkan beberapa gaya visual unik. Menghibur. Setidaknya di paruh pertama, sebelum filmnya kehilangan sense of urgency memasuki pertengahan durasi. Tanpa kejutan, dan seiring berjalannya waktu, jumlah pertanyaan yang memancing rasa penasaran makin berkurang. Enola berhasil mengungguli semua orang, baik laki-laki atau perempuan. Tapi apakah ia sungguh-sungguh memecahkan kasusnya? Jawabannya “tidak”. Alhasil, biarpun menyajikan petualangan menyenangkan selaku pembuka franchise potensial, elemen empowering milik Enola Holmes tak begitu memuaskan.
Available on NETFLIX
2 komentar :
Comment Page:Sumpah, Mulai detik ini gara-gara sering baca postingan review film dari rasyid, saya jadi terinspirasi untuk bikin blog Review sendiri
Terimakasih bang sudah menginspirasi saya. XD
https://sarjanakoala.blogspot.com/2020/10/review-anime-made-in-abyss-movie-3.html?m=1
Wah senang bisa menginspirasi. Semangat nulisnya!💪
Posting Komentar