REVIEW - A SUN

Tidak ada komentar

Mendengar kesenduan musik buatan Lin Sheng-xiang, rasanya tidak ada yang menyangka opening-nya bakal berujung pada peristiwa brutal penuh darah. Bahkan karakternya pun takkan menyangka bahwa di situlah titik balik hidup mereka, baik sebagai individu, maupun sebuah keluarga. Perwakilan Taiwan untuk gelaran Academy Awards 2021 sekaligus penyabet enam piala di Golden Horse Awards 2019 (termasuk film terbaik) ini memang penuh kejutan, dalam paparannya soal naik-turun kehidupan.

Peristiwa brutal di atas adalah ketika A-Ho (Wu Chien-ho) bersama temannya, Radish (Liu Kuan-ting), memotong tangan seorang pria di restoran. Walau sudah menimpakan mayoritas kesalahan pada Radish, A-Ho masih harus mendekam di penjara remaja selama tiga tahun. Di luar, ibu A-Ho, Qin (Samantha Ko), setia menguatkan sang putera. Sebaliknya, sang ayah, A-wen (Chen Yi-wen), yang berprofesi sebagai instruktur di tempat kursus menyetir, begitu marah hingga menolak mengakui A-Ho sebagai anak. A-wen memilih mencurahkan perhatian kepada si sulung, A-Hao (Greg Hsu), yang sejak dulu dikenal berprestasi.

Durasinya 156 menit. Cakupan kisahnya cukup luas, dengan rentang waktu kurang lebih lima tahun dan jumlah karakter tidak sedikit. Tapi berkat penulisan Chung Mong-hong (juga selaku sutradara) dan Chang Yao-sheng, alurnya bergulir sangat rapi. Lompatan kisah antar tiap karakter berlangsung mulus. Temponya jauh dari cepat, namun tidak stagnan dan terus mengalir pasti. Pun penyutradaraan Chung Mong-hong yang disertai sensitivitas tinggi bakal membuatmu terhisap dalam tiap momen, apalagi saat ia menaruh kamera begitu dekat dengan wajah aktor guna memperkuat keintiman.

Sekilas A Sun tampil bak air yang tenang bila dipandang dari permukaan. Tapi siapa sangka, di dalamnya ada pusaran yang selalu siap kapan saja menarik kita hingga ke palung terdalam. Berkali-kali kisahnya melempar twist, yang keberadaannya bukan gaya-gayaan semata, melainkan menegaskan, betapa kita belum sepenuhnya mengenal karakternya. Betapa seseorang belum tentu sepenuhnya mengenal segala sisi keluarganya.

Masalah bertubi-tubi mendera karakternya. Bukan masalah sepele, karena beberapa di antaranya berkaitan dengan hidup dan mati. Biar demikian A Sun bukan suguhan yang mengeksploitasi kemalangan karakter. Bukan pula tontonan depresif yang cuma tertarik menggiring kisahnya sekelam mungkin. A Sun memang menyampaikan bahwa tidak peduli sekeras apa pun usaha kita bersembunyi, cobaan bakal terus menghampiri layaknya matahari yang pada akhirnya menyinari semua tempat gelap. Tapi serupa matahari yang timbul dan tenggelam, kesulitan (malam) akan berganti harapan (siang). A Sun tidak pernah menghilangkan cahaya harapan.

Pendekatan itu menghasilkan dampak menarik terhadap musiknya. Kuantitas gubahan Lin Sheng-xiang tidak banyak, namun satu musik dapat memberi kesan beragam. Sekilas, semuanya terdengar melankolis. Tapi di suatu kesempatan, melankoli itu sarat kedamaian, sementara di kesempatan lain terasa pilu, bahkan tragis.

Performa jajaran pemainnya jadi keping pelengkap. Hampir semua tokoh menyimpan rahasia. Memiliki dualitas. Dan kompleksitas dinamika psikis tersebut mampu dihidupkan dengan kuat nan alami oleh para cast. Pujian khsus patut diberikan kepada Chen Yi-wen (memenangkan kategori Best Leading Actor di Golden Horse Awards). Nyaris sepanjang durasi, A-wen digambarkan keras, kaku, dan cenderung egois. Tapi begitu tabir-tabir mengenai dirinya mulai tersingkap, saya bisa merasakan tipikal figur ayah dari akting sang aktor. Ayah yang tidak peduli sekeras apa pun, sesungguhnya selalu siap membantu anaknya, meski itu dilakukan dari balik bayang-bayang.


Available on NETFLIX

Tidak ada komentar :

Comment Page: