REVIEW - THE SUICIDE SQUAD
Saat mendapati buruknya Suicide Squad lima tahun lalu, saya mulai yakin proyek DCEU memang ditakdirkan untuk gagal. Justice League yang rilis setahun berselang adalah "gongnya". Tapi, somehow, kegagalan tersebut berujung berkah. Sejak Aquaman, film DC selalu memuaskan, memberi bentuk shared universe alternatif yang lain dari Marvel. Berkat arah baru itu pula, kita berkesempatan menyaksikan James Gunn "beralih" studio, melahirkan standalone sequel yang dibanding pendahulunya, lebih gritty, namun juga lebih lucu, dan tentu saja lebih baik.
Semua pasti sudah menduga Gunn bakal menawarkan komedi. Di antara jajaran sutradara/penulis naskah MCU, dialah yang tersukses memakai humor selaku cara menguatkan penokohan dalam dua film Guardians of the Galaxy. Tapi gritty? Bagaimana "gritty" dan "lucu" eksis bersamaan?
Jawabannya bisa disimak pada sekuen pembuka, saat Amanda Waller (Viola Davis) mengirim tim Task Force X guna menghancurkan Jötunheim, laboratorium tempat eksperimen bernama "Project Starfish" berlangsung. Wajah-wajah lama seperti Harley Quinn (Margot Robbie), Rick Flag (Joel Kinnaman), dan Captain Boomerang (Jai Courtney) tergabung di situ. Saya takkan membocorkan detail adegan. Intinya, Gunn berhasil mencapai apa yang gagal Ayer capai, yakni menekankan, mengapa Task Force X dijuluki "Suicide Squad".
Bukan karena mesti menjalani misi luar biasa berbahaya. Bukan cuma itu, karena semua pahlawan super mengalaminya. Melainkan soal esensi Task Force X, selaku tim yang hidupnya dianggap tidak berharga, sehingga bisa dikirim, tidak hanya untuk bertaruh nyawa, tapi (literally) untuk mati.
Setelahnya, kita pun bertemu para anggota baru. Bloodsport (Idris Elba) sebagai pemimpin, Peacemaker (John Cena) yang bersedia membunuh siapa saja demi tercapainya perdamaian dunia, Ratcatcher 2 (Daniela Melchior) yang mampu mengontrol tikus, Polka-Dot Man (David Dastmalchian) dengan kekuatan super berupa...well, melempar objek polkadot, dan Nanaue alias King Shark (Sylvester Stallone) si manusia ikan pemakan manusia namun berkepribadian polos.
The Suicide Squad tampil bagai remidi film sebelumnya. Seorang ahli senjata selaku pemimpin tim yang bersedia ambil bagian demi puterinya (Bloodsport dan Deadshot), wanita yang mencuri perhatian (Ratcatcher 2 dan Harley Quinn), karakter komedik berkekuatan aneh (Polka-Dot Man dan Captain Boomerang), serta sesosok monster (King Shark dan Killer Croc). Tapi sebagaimana harusnya remidi, kali ini hasilnya mengalami peningkatan. Gunn paham, apa saja yang keliru, juga kenapa.
Karakter Gunn menarik, karena tak menganggap diri mereka terlalu serius. Bloodsport bukan Deadshot yang klise nan membosankan. Dibantu keahlian Elba menangani komedi tanpa kehilangan karisma, ia berperan aktif menghidupkan humor khas Gunn, termasuk saat diduetkan bersama Cena. Bloodsport dan Peacemaker menciptakan rivalitas menggelitik dua alpha male, yang selalu punya waktu saling melempar ejekan.
Begitu pula King Shark, yang bukan monster tanpa kepribadian layaknya Killer Croc. Dia adalah maskot tim, yang disusun bak kombinasi Groot dan Hulk. Jika si raksasa hijau identik dengan kata "smash", maka "nom nom" jadi catchphrase King Shark.
Gunn memastikan, The Suicide Squad menjadi film ensemble alih-alih "film Harley Quinn". Porsi Harley dikurangi. Bahkan sampai lewat paruh pertama, ia terpisah dari tim. Gunn sadar, sebaik apa pun penulisannya, pesona Robbie terlalu kuat, berpotensi menenggelamkan tokoh lain. Sebagai gantinya, ia diberi satu sekuen aksi sendiri, sedangkan rekan-rekannya menjalankan "Operation Harley Quinn", guna menyelamatkan Harley dari ancaman musuh. Tapi tentu saja, sebagai salah satu simbol empowerment terbesar di skena film superhero modern, Harley tidak butuh diselamatkan.
Terkait presentasi drama, sebenarnya penulisan Gunn belum layak disebut mulus, karena bergantung pada eksposisi-eksposisi yang dipaksa masuk. Terutama soal masa lalu Ratcatcher 2, yang membuat karakternya memegang peranan penting di keseluruhan alur. Bagaimana flashback diselipkan, terkesan canggung. Kelemahan yang untungnya ditebus oleh sensitivitas penyutradaraan, tatkala Gunn, sebagaimana di dua film Guardians of the Galaxy, menjadikan "keluarga" sebagai senjata terkuat.
Di ranah aksi, The Suicide Squad mengingatkan penonton bahwa James Gunn merupakan "lulusan" Troma, yang identik dengan splatter (debut Gunn adalah menulis naskah Tromeo & Juliet pada 1996). Diiringi pilihan lagu kelas wahid, Gunn membanjiri layar dengan darah dan potongan tubuh manusia. Ketika humor dan plot tipis mulai mencapai batas pasca melewati satu jam (bakal tak terlalu terasa andai durasi di bawah dua jam), aksinya selalu berhasil mengembalikan daya tarik. Apalagi tidak seperti versi Ayer, The Suicide Squad, dengan bujet "cuma" bertambah 10 juta, memiliki kualitas CGI jauh lebih mumpuni (Contohnya Starro dan King Shark).
Mengambil mayoritas latar di tengah hutan yang dihujani api dan ledakan, memberi tim jagoannya misi menyusup ala film caper ke markas militer negara musuh, The Suicide Squad tampil bak film perang. Tepatnya film perang era 1960an hingga 1970an. The Dirty Dozen (1967) muncul pertama di ingatan, sebab serupa The Suicide Squad, film karya Robert Aldrich itu pun mengisahkan tentang pembentukan tim berisi para kriminal paling berbahaya, guna melakoni misi bunuh diri. Bahkan poster kedua film pun mirip (sebuah kesengajaan selaku tribute). Gabungkan itu dengan sentuhan Troma khas Gunn, terciptalah sajian luar biasa menyenangkan. Begitu film usai, saya langsung menontonnya lagi.
Available on HBO MAX
22 komentar :
Comment Page:berasa nonton film deadpool versi DCEU 👍👍, semoga aja cepat-cepat tayang reguler di bioskop Indonesia
weasel...😔😭
Bang, review PIG nya nicolas cage dong...
Sayang ngga tayang di bioskop, pasti rame bgt nih film. Film sebagus ini malah pendapatannya kurang dari film pertamanya yg juelek buanget
Sadly, agak susah :(
Yaaah mau gimana lagi yak. Minimal revenue buat ukuran masa pandemi termasuk nggak jelek kok ini
Tayang di Klik Film 11 Agustus
Abner Krill bang itu nama tokohnya, pemerannya Dasmaltchian
Ternyata DC butuh "sentuhan" marvel juga lewat Gunn 😁👏
Masih penasaran dgn Ayer Cut, apakah memang benar2 ada? Kasian Ayer, karyanya akan selalu dicompare dgn TSS karya Gunn ini.
Lah.. gak kebayang kalo tayang di bioskop brp menit yg di cut kena sensor
Wkwkwkkwkw "begitu film usai saya langsung menontonnya lagi"
RELATE BGT MAS wkwkwk tapi saya cuma skip ke sekuen aksi aksinya aja yang manjain mata bgt wkwkwk
Adegan awal misi malah kayak "anak buah" deadpool yg turun dari heli nyangkut dikabel listrik atau di baliho...🤣🤣
Klo tayang di bioskop yakin sih bakal bnyak yg disensor. Mengingat kebrutalan dan kevulgaran film ini yg edan gamblang bgt.
Pasti ada. Kelihatan dari perbandingan hasil akhir, proses produksi, sama materi promosinya. Apa bakal lebih bagus? Nah itu yang entah
Gunn emang sdh masuk sutradara kelas A yg luar biasa dr lulusan Marvel bahkan melebihi Taika Waititi menurut saya
Disini beliau diberi kebebasan dg rating R dan jadilah film super (anti) hero paling bagus tahun ini dan kalau Gunn trus jd pawang SS bakalan jd malaikat mautnya para villain DC
Mending ngga usah tayang di bioskop info
Setuju gak mas rasyid, kalau THE SUICIDE SQUAD 2 ini (untuk soal darah dan potongan tubuh manusia) lebih brutal dari deadpool?
Deadpool msih top tier R superhero movie, logan aj dibilang nyontek deadpool wkkw
ada di kelas yang sama dengan deadpool, good job banget lah mas Gunn, sayang banget harus rilis dikala begini
How many villain you want to die.
Gun : yes
Bagus bangett
Posting Komentar