REVIEW - TILL WE MEET AGAIN

5 komentar

Jika anda memercayai cinta sejati, bahwa sedemikian kuatnya rasa cinta sampai mampu meruntuhkan sekat pemisah apa pun, maka adaptasi novel Yue Lao buatan Nine Knives ini adalah tontonan sempurna. Meraih 11 nominasi di Golden Horse Awards 2021 (memenangkan Best Makeup & Costume Design dan Best Sound Effects), Till We Meet Again bicara soal cinta yang membuat konsep hidup-mati jadi tak relevan di hadapannya.

Dibuka saat Aaron (Kai Ko) tewas tersambar petir, kita langsung dibawa menyusuri kreativitas konsep filmnya. Aaron diberi dua buah pilihan oleh petugas akhirat yang bekerja bak pegawai administrasi kantor pemerintah, lengkap dengan komputer dan setumpuk berkas. Dia bisa bereinkarnasi, meski tak sebagai manusia karena catatan kehidupannya kurang baik, atau memilih salah satu profesi, yang dapat dipakai untuk menabung kebaikan. Aaron mengambil opsi kedua.

Profesi yang ia pilih adalah dewa cinta. Bersama si partner, Pinky (Gingle Wang), bersenjatakan benang merah ajaib, Aaron bertugas menyatukan sepasang manusia (apa pun gendernya bukan masalah). Kalau mau, bisa saja mereka memasangkan manusia dengan makhluk, atau bahkan benda apa pun, sebagaimana diperlihatkan salah satu momen komedi paling lucu sekaligus ekstrim film ini. 

Berlatar dunia fantasi penuh visual cantik serta ragam desain karakter menarik, babak pertamanya jadi fase perkenalan yang menyenangkan. Aaron dan Pinky awalnya saling membenci, selalu saling ejek, bahkan di tengah tes-tes unik selaku ujian bagi para calon dewa cinta. Playful

Bukan berarti penuturannya tanpa masalah. Naskah karya sang sutradara, Giddens Ko (You Are the Apple of My Eye), kesulitan menyatukan berbagai subplot. Ada tentang arwah jahat misterius (Umin Boya) yang menebar kematian di dunia manusia, juga wanita bernama Xiao Mi (Vivian Sung) yang selalu tampak gamang. Perpindahan antar kisah berlangsung amat cepat, membuat penuturannya mengalir kurang mulus.

Barulah memasuki babak kedua, tatkala misteri tiap subplot mulai tersibak dan saling terhubung, penceritaan Giddens Ko menemukan pijakannya, termasuk dalam memadukan aneka genre, dari fantasi, komedi romantis, hingga horor berdarah. Terutama romansa, selaku penyumbang rasa terbesar Till We Meet Again. 

Romansa penuh rahasia, di mana setiap rahasia bukan cuma berfungsi sebagai pemberi efek kejut, pula menegaskan betapa besar cinta dalam hati karakter-karakternya. Di sini, cinta adalah sumber kekuatan, dan kekuatan cinta tak bisa dilawan. Tapi cinta juga terkadang menuntut pengorbanan, pun dapat meninggalkan rasa sakit. 

Biarpun sentralnya romansa, bentuk lain cinta turut film ini munculkan, yaitu cinta yang berasaskan kepedulian antar makhluk hidup. Familiar dengan kisah pelacur yang masuk surga berkat memberi minum seekor anjing? Till We Meet Again punya cerita serupa. Bagaimana satu kebaikan kecil nyatanya berdampak luar biasa besar, baik bagi si penolong maupun yang ditolong. 

Memasuki third act, presentasinya sesekali terganjal penceritaan kurang rapi, ketika Giddens Ko (lagi-lagi) kelabakan saat menangani banyak peristiwa yang terjadi bersamaan sehingga tidak jarang membingungkan, namun kelemahan tersebut sanggup dibayar lunas oleh kemampuan sang sutradara mengolah rasa. Entah di paparan cinta monyet lugu nan manis beriringkan lagu legendaris Qing Fei De Yi, atau klimaks epiknya, yang jadi salah satu sekuen romansa terdahsyat dalam beberapa waktu terakhir. 

Kai Ko adalah aktor yang mampu menguras air mata penonton lewat air matanya sendiri, Gingle Wang tampil menggelitik sekaligus simpatik, sedangkan Vivian Sung mendefinisikan ketulusan mencintai. Di tangan ketiganya, cinta tak hanya kata-kata manis, tetapi pertemuan dua (atau beberapa) hati yang menanti untuk dipertemukan, dipersatukan, meskipun harus melalui perpisahan, bahkan kematian.

5 komentar :

Comment Page:
Andi mengatakan...

Spoiler alert.......

















Sebenernya aku agak ga nyambung sih sama endingnya, jadi benernya alan tuh berkorban dan jadinya reinkarnasi?

Rasyidharry mengatakan...

Iya, reinkarnasi jadi bocah di ending itu

Anonim mengatakan...

You Are the Apple of my Eye masih jadi film paling romantis menurut saya

Dimas mengatakan...

Bang belum ada review you are the apple of my eye nih disini

Anonim mengatakan...

Dari awal hingga mendekati akhir, kan sering diucapin "Meskipun 10.000 tahun lagi, tidak akan berubah"

Tapi akhir cerita, kok malah ama Pinky ?