REVIEW - 24 JAM BERSAMA GASPAR
Menggantikan drama arthouse bertempo lambat khasnya dengan suguhan noir berbalut aksi, 24 Jam Bersama Gaspar memang sebuah langkah baru bagi Yosep Anggi Noen. Langkah berani yang sayangnya cukup tertatih-tatih dan meninggalkan setumpuk kekecewaan.
Mengadaptasi novel berjudul sama karya Sabda Armandio, 24 Jam Bersama Gaspar juga jadi kali pertama sang sutradara mengarahkan naskah orang lain (ditulis oleh M. Irfan Ramly). Apakah dua kepala ini belum selaras? Bisa jadi. Seperti ada benturan visi, antara presentasi berupa kontemplasi mengenai eksistensi, dengan kisah detektif yang ditujukan sebagai hiburan.
Sejatinya 24 Jam Bersama Gaspar memunculkan kesan pertama yang sangat positif. Sinematografi yang ditangani Gay Hian Teoh, tata artistik arahan Ahmad Zulkarnaen, juga musik gubahan Ricky Lionardi berpadu menciptakan atmosfer meyakinkan sebuah dunia distopia. Melihat siluet Gaspar (Reza Rahadian) menembus sudut kota gelap penuh kepulan asap, melahirkan pemandangan ala film noir yang menghipnotis.
Masalah mulai terdeteksi begitu alurnya bergulir. Alkisah, penyelidikan Gaspar si detektif tentang suatu pembantaian massal malah memberinya petunjuk mengenai kasus lain. Kasus yang terasa personal, karena melibatkan hilangnya teman masa kecil Gaspar. Petunjuk itu bermuara pada Wan Ali (Landung Simatupang), seorang pemilik toko emas.
Keruwetan dalam kisah noir merupakan perkara biasa. Tapi ada perbedaan besar antara konflik sarat konspirasi pelik, dengan memperumit persoalan yang sesungguhnya sederhana. 24 Jam Bersama Gaspar masuk golongan kedua. Lika-liku yang protagonisnya mesti lewati cenderung sederhana, tapi keengganan naskahnya menyediakan informasi menghasilkan keruwetan yang dipaksakan.
Apa yang Gaspar cari? Apa alasannya mengunjungi orang atau tempat tertentu? Petunjuk apa yang ia dapat? Semuanya samar. Ditambah ngebutnya tempo bercerita (yang lebih terkesan kacau daripada dinamis), butuh waktu untuk bisa menyusun keping-keping puzzle-nya.
Selepas puzzle tadi mulai tersusun, muncul masalah baru: karakternya dangkal. Di satu titik, Gaspar mengumpulkan beberapa orang guna membantu penyelidikannya. Ada Agnes (Shenina Cinnamon), Kik (Laura Basuki), Njet (Kristo Immanuel), Yadi (Sal Priadi), dan Bu Tati (Dewi Irawan). Kecuali Bu Tati, jangankan penokohan mendalam, tak satu pun dari mereka punya kekhasan untuk diingat. Kik misalnya. Kalau bukan karena kehebatan Laura Basuki menyulap materi kurang matang yang diterimanya, Kik hanya akan jadi "mantan Gaspar" yang bisa seketika lenyap dari ingatan.
Tentunya keberadaan Reza Rahadian adalah anugerah terbesar, saat ia kembali mempersembahkan performa kelas satu. Film ini membawa paham nihilisme. Diceritakan, Gaspar yang jantungnya berada di sebelah kanan tinggal punya sisa umur 24 jam, akibat alat bantu di tubuhnya mengalami kerusakan. Melalui penyelidikannya, Gaspar mencari makna hidup, tapi yang ia temukan cuma kesemuan. Kematian sebatas akhir yang tak bisa diromantisasi, sementara eksistensi manusia hanyalah perjalanan singkat menuju ke sana. Reza mampu mencurahkan keputusasaan karakternya dalam proses memahami fakta tersebut.
Di kursi penyutradaraan, pengalaman perdana Anggi Noen mengarahkan aksi membawa hasil yang solid walau belum bisa disebut "spesial". Setidaknya ia mampu menginjeksi intensitas melalui beberapa baku tembak dan kejar-kejaran, tatkala sebagai film tentang protagonis yang berpacu dengan waktu, 24 Jam Bersama Gaspar terkesan kekurangan urgensi. Angka hitung mundur yang sesekali mengisi layar jadi terasa percuma, saat karakternya sendiri bak tak terlecut untuk mengejar sisa waktu tersebut.
Kesegaran genre yang dibawa 24 Jam Bersama Gaspar jelas perlu diapresiasi, pun ia tetap menawarkan beberapa poin plus, tapi mengingat besarnya potensi yang tersimpan, harus diakui ia adalah salah satu kekecewaaan terbesar tahun ini.
(JAFF 2023)
25 komentar :
Comment Page:24 Jam Bersama Gaspar naskah ditulis oleh M. Irfan Ramly emang sekeren itu
karya Sabda Armandio, 24 Jam Bersama Gaspar, AMAZING
Reza Rahardian stil THE BEST
Laura Basuki, di beri peran apapun, kualitas adalah nomor 1
tim mission impossible : Agnes (Shenina Cinnamon), Kik (Laura Basuki), Njet (Kristo Immanuel), Yadi (Sal Priadi), dan Bu Tati (Dewi Irawan) laksana film mencuri raden saleh cinematic universe
gi la ini film, ancur maknyus
skip
Sinematografi Gay Hian Teoh, tata artistik Ahmad Zulkarnaen, musik gubahan Ricky Lionardi tidak ada tandingannya
cuy keren ini aksi tim
nggak sabar untuk tayang di bioskop
4L loe lagi loe lagi, emang asyik sih lihat loe main terus dengan beda peran : Reza Rahardian Best
ngantuk namun mengasyikkan ini film
over absurd
aksi james bond
nggak bagus, biasa aja
film terasu, keren
bad ugly badass
muka plastik berjaya
nggak jelas motivasi ini film
dewi irawan, stealing scene
sayang membuang potensi para aktor
KAGAK TAYANG DI BIOSKOP
TAYANG CUMA DI NETFLIX APRIL 2024
nggak ada bosen nya nonton reza rahadian
jadi juri
sekaligus
jadi aktor terbaik
itu adalah prestasi...
24 Jam Bersama Reza Rahardian
Posting Komentar