DJANGO UNCHAINED (2012)

7 komentar
I love Quentin Tarantino! Mulai dari perkenalan saya dengan karyanya lewat Inglourious Basterds, hingga akhirnya saya jatuh cinta pada filmnya setelah menonton Pulp Fiction. Tarantino adalah sutradara sekaligus penulis naskah yang sinting dalam artian positif tentunya. Lihat bagaimana dia mengobrak-abrik sejarah lewat Basterds. Dia juga terkenal sukses dalam membuat genre film yang sering dipandang remeh seperti kung-fu (Kill Bill) hingga grindhouse (Death Proof) menjadi sebuah tontonan berkualitas yang tetap berpegang teguh pada dasar genre-nya masing-masing. Saya juga suka bagaimana seorang QT seringkali "mencuri" berbagai aspek dari film-film yang ia sukai untuk kemudian merangkum aspek-aspek tersebut menjadi sesuatu yang baru, original dan tentunya khas seorang Tarantino. Saya suka segala ciri khas yang ia miliki dalam karyanya, termasuk bagaimana cara Tarantino merangkum berbagai dialog-dialog cerdas yang sekilas terasa tidak penting dan tidak nyambung dengan alur. Tidak hanya itu, Tarantino juga seorang sutradara hebat yang sanggup memunculkan akting terbaik pemainnya dan melambungkan nama mereka, sebut saja Samuel L. Jackson dan John Travolta (Pulp Fiction), Uma Thurman (Pulp Fiction & Kill Bill), hingga Christoph Waltz (Inglourious Basterds). Jadi bagaimana jika film terbaru Tarantino ini memiliki semua hal yang saya cintai diatas?

Kali ini Tarantino mengangkat satu lagi genre yang sering dipandang sebelah mata, yakni western movie. Kisah adu tembak para koboi yang juga melibatkan kerasnya dunia perbudakan kaum kulit hitam bukanlah film yang akan dilirik Oscar bukan? Tapi ini Quentin Tarantino bung! Saya yakin hampir semua orang mengenal nama Django yang dulu diperankan oleh Franco Nero dalam sebuah spaghetti western tahun 1966 karya Sergio Corbucci. Tapi Django versi Tarantino bukanlah seorang Italia, tapi seorang budak kulit hitam yang diperankan oleh Jamie Foxx. Ber-setting dua tahun sebelum perang sipil pecah, dikisahkan seorang bounty hunter yang juga dokter gigi bernama Dr. King Schultz (Christoph Waltz) membebaskan Django dari perbudakan. Schultz membutuhkan bantuan Django untuk mencari The Speck Brothers,tiga bersaudara yang sedang buron. Tapi tentu saja ini adalah film Tarantino yang punya arah cerita tidak terduga. Karena kisah dalam Django Unchained tidak akan berkonsentrasi pada perburuan tiga bandit tersebut, melainkan berjalan lebih jauh lagi hingga ke sebuah perkebunan bernama Candyland milik Calvin J. Candie (Leonado DiCaprio). Candie yang merupakan orang kaya dengan begitu banyak budak kulit hitam ternyata juga memiliki Broomhilda (Kerry Washington) yang tidak lain adalah istri Django yang sudah lama ia cari.

Kabarnya Django Unchained adalah bagian kedua dari trilogi yang dibuat oleh Tarantino. Bagian kedua? Ya, karena bagian pertamanya adalah Inglourious Basterds. Sama seperti Basterds, petualangan Django ini adalah sebuah film berlatar belakang sejarah yang memang terjadi, namun dipelintir oleh Tarantino. Tentu saja ada akurasi sejarah yang tepat, tapi layaknya kematian Hitler di Basterds ada banyak hal yang diubah semau Tarantino disini. Kedua film ini juga sama-sama berkisah tentang sebuah perlawanan terhadap penindasan. Jika sebelumnya yang diangkat adalah penindasan Nazi terhadap Yahudi, maka dalam Django Unchained ada penindasan kulit putih terhadap kulit hitam. Durasinya lebih lama daripada Basterds (153 menit berbanding 165 menit), dan dalam Django Unchained durasi yang lama itu akan diisi plot yang sekilas terasa tidak tentu arah dan dialog yang seolah tidak ada maksudnya (dan memang sebenarnya nyaris tidak ada hubungannya dengan plot), tapi semuanya berbaur dengan sempurna di tangan Tarantino. Durasi dua setengah jam lebih ini juga cukup banyak berisi obrolan yang bagi para pecinta film-film Tarantino tidak akan membosankan. Tapi diantara berbagai obrolan tersebut tentu saja masih ada banyak waktu untuk sajian brutal over-the-top ala QT. Pistol menembus kemaluan, senapan memecahkan kepala, palu menghancurkan tengkorak, dan masih banyak lagi. Big action, big talk, tentu ini adalah apa yang saya harapkan dari film Quentin Tarantino.
Aspek teknis juga tergarap sempurna. Editing cepat dengan shot-shot yang amat western dimana ada banyak adegan zoom in yang begitu keren disini. Seperti biasa juga film-film QT punya scoring yang keren dan kalau boleh dibilang cukup unpredictable. Dia tahu benar musik macam apa yang harus dipakai dalam sebuah genre tertentu tanpa terdengar basi. Tentunya kemampuan Tarantino dalam menciptakan sesosok karakter dan membuat aktornya begitu baik dalam memerankan karakter itu terasa lagi disini. Jamie Foxx sebagai Django memang bagus, tapi karakternya tenggelam oleh para tokoh pendukung lain. Yang paling saya sukai adalah trio Waltz, DiCaprio dan Jackson. Waltz sejak menit pertama sudah mencuri perhatian dan menjadi karakter luar biasa keren yang saya sukai, not as good as Hans Landa but still Oscar-worthy. Jackson yang kembali dalam karakter yang kental unsur kulit hitamnya juga begitu hebat. Memberikan sebuah karakter yang memberikan ambiguitas mengenai karakter dan identitas seorang manusia dalam kondisi penuh perbudakan seperti itu. Tapi paling menyenangkan tentu melihat seorang Leonardo DiCaprio dalam karakternya yang paling gila. Dia sering memerankan tokoh dengan gangguan psikologis yang tersiksa dan depresif (Shutter Island, The Aviator, Revolutionary Road), namun baru disini karakternya benar-benar gila. Tatapannya, senyumannya, semuanya begitu mengerikan dan intimidatif. Kemunculannya yang pertama dengan senyum gilanya itu luar biasa. Begitu pula klimaks kegilaannya saat bersenjatakan palu di meja makan. Ada juga cameo dari Franco Nero, Jonah Hill, dan pastinya Tarantino sendiri.
Django Unchained punya naskah yang brilian dan sanggup membuat saya tertawa dengan humornya, terpana dengan kegilaannya, dan begitu tegang dengan suasana yang dibangun. Klimaks di Candyland begitu menegangkan, mulai dari adegan di meja makan, penembakan di perpustakaan, sampai adu tembak keren antara Django dan anak buah Calvin Candie. Layaknya The Bride membantai anak buah O-Ren di Kill Bill Volume 1. Mungkin saya tidak merasa tersentuh dengan kisahnya. Saya tidak tersentuh dengan romansa Django dan tidak pernah merasa terbawa perasaan oleh kisahnya. Tapi mau bagaimana lagi, karena Django Unchained adalah parade super keren dari seorang Quentin Tarantino. Lagipula siapa yang peduli perasaan di sebuah film koboi jago tembak? Yang paling penting adalah seberapa keren sang koboi dan seberapa keren pengemasan filmnya. Tapi Django Unchained bukan sebuah film yang kosong diluar fakta bahwa Tarantino sedang sangat bersenang-senang disini. Lewat film ini siapa yang tidak membenci perbudakan dan rasisme? Memang ditampilkan dengan cukup vulgar, tapi saya rasa itu adalah akurasi sejarah yang (kali ini) tidak boleh dilewatkan oleh Tarantino, dan dia tahu mana yang harus tetap akurat, dan mana yang boleh dihancurkan menjadi sebuah fiksi. Film ini penuh dengan hal vulgar dan kasar yang memang perlu.

Django Unchained mungkin akan membuat beberapa penontonnya "tersesat" dengan durasinya yang lama dan ceritanya yang seolah terasa tidak fokus dan tidak jelas arahnya. Tapi toh ini adalah Django Unchained, bukannya Django Saves His Wife. Ini adalah kisah Django yang terbebas dari perbudakan, dan kebetulan saja salah satu diantara kisahnya setelah bebas adalah menyelamatkan sang istri, dimana itu memang menjadi tujuan hidupnya. Saya benar-benar menikmati dan mencintai 165 menit perjalanan yang diberikan oleh Tarantino. Sebuah perasaan yang mirip seperti saat saya dibawa oleh Coen Brothers dalam sebuah perjalanan aneh dan terasa tanpa arah yang jelas dalam O Brother Where Art Thou? Beberapa kekurangan minor memang terasa seperti karakter Django yang tertutupi oleh karakter lain, sampai kurang adanya ikatan emosi dengan kisahnya. Tapi ini adalah film Tarantino, dan Django Unchained punya semua hal dan ciri khas yang saya harapkan muncul dalam film-film Quentin Tarantino. Jangan lupakan juga hint menarik dimana dikatakan semua film Tarantino berada dalam universe yang sama. Ada satu nama yang berhubungan dengan nama salah seorang karakter Pulp Fiction di sini, bisakah anda menemukannya?

7 komentar :

Comment Page:
Nugros C mengatakan...

couldn't agree more deh 5 bintangnya..
bener2 entertaining nih film, ane lebih demen ini daripada Basterds,..& (masih)greget dgn ngga masuknya Dicaprio di race supporting actor Oscar,ckckck

#Crazy Craig Koons (ane dengernya pas Django lagi meyakinkan Tarantino cs tentang smitty bacall gank)->Capt. Koons (Christopher Walken)di Pulp Fiction ?

Rasyidharry mengatakan...

Hehe asik ada yang sepaham tentang Django :D
Iya tuh, daripada Alan Arkin lebih oke DiCaprio. Ada adegan pas karakter dia mukul meja dan nggak sengaja kena gelas yang bikin tangannya beradarah beneran, dan dia tetep stay in character, lanjut dialog, dan malah darah itu dipake buat improv, keren!

Yak, si Crazy Craig Koons. Namanya disebut dua kali dan semuanya pake penekanan gitu, seolah mau ditonjolin (yang pertama pas si Django baca poster buronan bareng Schultz)

Nugros C mengatakan...

yup, kurang total apa tuh Leo...ane nyalahin si Harvey deh, salah campaign tuh dia...Waltz bagus sih,tapi kan kayanya ga bakal menang juga orang baru menang kemaren,klo Leo yg masuk pasti chance-nay lebih gede..

ane 'ngeh' yg Koons malah yg scene jelang akhir tuh

Rasyidharry mengatakan...

Padahal si Leo udah mau break akting, moga aja dua filmnya tahun ini bisa ngasih Oscar pertama :)

Anonim mengatakan...

film na bagus tapi ga bikin puas, gtau kenapa.

Unknown mengatakan...

Butch Coolidge = Butch Pooch

Unknown mengatakan...

coba nonton the good the bad and the ugly, yg maen clint eastwood, ane standing applaus waktu liat endingnya