WONDERSTRUCK (2017)
Rasyidharry
Januari 27, 2018
Cukup
,
Drama
,
Edward Lachman
,
Julianne Moore
,
Michelle Williams
,
Oakes Felgey
,
REVIEW
,
Todd Haynes
5 komentar
Metode non-linier yang melompat seketika dari satu titik ke titik lain
secara bergantian lebih efektik sekaligus mudah dinikmati dalam medium tulisan.
Pada novel misalnya, pace cerita
tergantung masing-masing pembaca. Terdapat kebebasan mempercepat atau
memperlambat tempo, berhenti sejenak, atau bahkan mengulang untuk mencerna
kisahnya. Sebaliknya, film memaksa penonton mengikuti sutradara. Resiko
membesar bila membicarakan drama yang bertujuan merenggut perasaan.
Meleset sedikit saja, peluang menggaet hati bisa hilang. Hal ini
dialami Wonderstruck.
Ada dua setting waktu: 1927 dan 1977. Tahun 1927
berkisah tentang Rose (Millicent Simmonds), gadis tuna rungu yang kabur dari
“tangan besi” ayahnya demi mencari idolanya, Lillian Mayhew (Julianne Moore),
aktris yang karirnya memudar seiring transisi film bisu ke film suara. Sebagai
penyesuaian, periode ini pun dikemas bak film bisu. Todd Haynes (Far from Heaven, Carol) selaku sutradara
menghadirkan harmoni efek suara dengan visual yang menarik, mengutamakan kesan
artistik ketimbang otentik.
Sedangkan
tahun 1977 memiliki Ben (Oakes Fegley) sebagai tokoh sentral dibalut sinematografi Edward Lachman yang mencerminkan nuansa warna film 70-an ber-setting urban. Pasca kecelakaan
yang merenggut pendengarannya, Ben nekat kabur dari rumah sakit untuk mencari
sang ayah, setelah selama ini, mendiang ibunya, Elaine (Michelle Williams)
menolak bercerita tentangnya. Rose dan Ben sama-sama tuna rungu, kabur dari rumah dengan tujuan mencari sosok tercinta yang
berjarak, serta beragam kesamaan lain termasuk tempat yang disinggahi di tengah
perjalanan. Takdir penuh keajaiban (baca: kebetulan) mengaitkan hidup kedua
bocah tersebut.
Butuh waktu
sebelum benar-benar mampu dihanyutkan oleh alurnya. Bukan sepenuhnya kesalahan
Haynes. Kelemahan justru condong ke arah skenario buatan Brian Selznick, yang
juga penulis novel sumber adaptasinya. Selznick mentah-mentah memindahkan gaya
tutur novel ke naskah, memunculkan transisi kasar antara dua periode. Sebelum
benar-benar terikat oleh salah satu kisah, Wonderstruck sudah berlari menuju kisah lain, begitu seterusnya. Sulit berkonsentrasi pada salah satu. Alirannya baru lancar seiring
makin jelasnya paralel dua cerita.
Haynes
menyebut Wonderstruck sebagai misteri klasik
di mana “mengapa” serta “bagaimana” dua kisah saling bertautan jadi daya tarik.
Tapi misterinya sendiri kurang mengikat di paruh awal. Filmnya kekurangan
alasan kenapa kita perlu peduli dan mau mencari tahu jawabannya. Suratan
takdir dua karakter yang terpisah 50 tahun ini tampak bersinggungan. Yeah, so? Itu saja belum cukup membuat misterinya menghanyutkan. Barulah
memasuki third act, saat jalinan teka-tekinya menampakkan wajah aslinya, intensitas meningkat. Walau akhirnya antisipasi
tinggi yang dibangun tak sebanding dengan jawaban yang ditawarkan, beberapa
kejutan hadir mengisi ulang energi Wonderstruck.
Penampilan Millicent Simmonds dan Oakes Fegley cukup solid namun keduanya
belum mampu memanggul beban sendirian. Cengkeraman emosi terkuat selalu terjadi saat Simmons
dan Fegley berbagi layar dengan orang lain, entah Julianne Moore yang matanya
seolah mampu mengungkapkan jutaan kata maupun Michelle Williams yang walau
muncul sekilas tetap memperhatikan detail ekspresi dalam berakting. Andai filmnya lebih mengikat di setengah
awal perjalanan, babak pamungkas berisi claymation dalam miniatur luar biasa New York bakal dengan mudah
memancing kucuran air mata.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
5 komentar :
Comment Page:Kayaknya ga pernah denger dah nih pilem
Mas Rasyid, saya tggu review-nya Roman J Israel, Esq. Sama Suburbicon. (Bagi saya Suburbicon gak buruk buruk amat seperti yg dibilang org)
@Arif tayang di bioskop tanggal 31
@zulfikar nggak janji deh, palingan rangkum 3-in-1 kayak biasa :)
bang rasyid, bikin prediksi pemenang academy award tahun dong ehehehehe
Besok ya, Februari habis pengumuman WGA. Sekalian habis list film terbaik 2017 yang telat juga hehe
Posting Komentar