PAD MAN (2018)

16 komentar

“Jika hati bersih, semua akan bersih”. Demikian respon Gayatri (Radhika Apte) atas protes sang suami, Lakshmi (Akshay Kumar), terhadap kengototannya memakai kain kotor saat menstruasi. Kain itu sangat kotor sampai Lakshmi enggan menggunakannya untuk mencuci sepeda. Itulah contoh tatkala spiritualitas menghalangi intelegensi. Pad Man, yang didasari cerita pendek The Sanitary Man of Sacred Land dalam buku The Legend of Lakshmi Prasad yang juga terinspirasi kehidupan aktivis Arunachalam Muruganantham, coba melecut kesadaran terkait kesehatan, yang kerap terlupakan akibat dibutakan adat atau kepercayaan.

Jika Indonesia punya para anti-vaksin dan pengusung keyakinan “sperma bisa merasuk lewat kulit”, di India, menstruasi dipandang sebagai hal tabu. Sewaktu datang bulan, wanita diwajibkan tidur di luar, dijauhi, seolah perlambang dosa. Tergerak melihat kesulitan Gayatri, Lakshmi berusaha mencari akal. Karena pembalut dijual dengan harga mahal plus transaksi diam-diam bak membeli ganja, Lakshmi berinisiatif membuat pembalut sendiri. Bukan saja soal keterbatasan pengetahuan, Lakshmi mesti berurusan dengan stigma. Warga menganggapnya pria mesum, keluarganya pun menentang keras.
Lakshmi membutuhkan wanita selaku lawan diskusi sekaligus membantu uji coba pembalut buatannya. Melihat sekelompok wanita buru-buru menutup cadar setelah memasukkan makanan ke mulut, Lakshmi berujar, “makan saja mereka malu”. Giliran beberapa suster ingin ia ajukan pertanyaan soal kewanitaan, si suster berkata, “Bertanyalah pada Yesus”. Di sini, sutradara plus penulis naskah, R. Balki (Ki & Ka, Dear Zindagi) menyentil kealiman yang justru sering mengerdilkan pola pikir. Tapi ia bersikap adil. Ditunjukkan pula jajaran cendekia (siswi-siswi sekolah medis) yang tertutup pikirannya karena telah merasa paling pintar.

Pad Man memang bertujuan mengedukasi, dan paparannya baik soal kondisi persoalan sanitasi di India maupun terkait pembalut tampil informatif tanpa perlu menjadi iklan layanan masyarakat. Di mayoritas kesempatan, Lakshmi digambarkan penuh kebaikan, tapi tak sempurna. Sosoknya tetap manusia biasa yang hatinya dapat tergoda, sementara kepeduliannya sempat menyentuh kecenderungan obsesi, pun tidak mampu menjalankan semua seorang diri. Lakshmi butuh orang lain, tepatnya wanita. Di sinilah Pad Man berkembang, turut menyentuh ranah pemberdayaan wanita.
Inspirasi Lakshmi merangkai mesin sederhana guna menciptakan pembalut dengan harga terjangkau timbul berkat seringnya ia memperhatikan aktivitas sang istri. Kemajuan pesat juga baru dialami pasca bertemu Pari (Sonam Kapoor), musisi sekaligus puteri seorang profesor. Tanpa mereka, mungkin Lakshmi cuma pria mesum di mata masyarakat. Tanpa wanita, pria tidak ada artinya. “Suatu negara kuat apabila wanitanya kuat”,  sebut Lakshmi dalam sebuah seminar di Amerika Serikat yang memberi Kumar kesempatan memamerkan puncak aktingnya kala dituntut menurunkan kemampuan Bahasa Inggris sembari melontarkan pidato emosional.

Poin utama mengapa Pad Man terhindar dari kesan “iklan layanan masyarakat” adalah motivasi tokoh utamanya. Lakshmi sadar telah mempermalukan Gayatri, lalu bertekad mengubah rasa malu itu jadi kehormatan. Di luar persoalan kesehatan maupun pemberdayaan wanita, Pad Man mendahulukan kisah cinta. Perjuangan Lakshmi didasari cinta, sehingga tepat pula keputusan mengakhiri kisahnya dengan aroma romansa. Penutup menyentuh yang menekankan kesetiaan dalam hubungan cinta milik Pad Man, pahlawan super berhati mulia dengan senyum mempesona.

16 komentar :

Comment Page:
hilpans mengatakan...

Saya syuka filmny amir khan dan akhsay kumar..kritik sosialny nancep..oh iy ini nonton dmn bung

Rasyidharry mengatakan...

Yes, hebat sekali emang film Bolly sekarang menyuarakan pesannya.
Udah tayang di bioskop kok, tapi kebanyakan di jakarta emang. Terbatas

Anonim mengatakan...

Dalam hal2 seperti ini, penonton India jauu..h lebih dewasa dari kita di Indonesia. Bikin film tema begini di Indonesia sudah pasti menuai protes keras dari kelompok yg mayoritas tapi mudah tersinggung (baca: inferior a.k.a minderan)

agoesinema mengatakan...

Yakin org India lebih dewasa? Kasus film Padmavat kemarin gimana? Artisnya mau dibunuh loh, bahkan setting filmnya dibakar massa, bioskop mau diancam akan dibakar kalau berani muter film itu.

#Mikir lagi sebelum komen

Rasyidharry mengatakan...

Sama aja sebenernya. Kaum yang ekstrim sama-sama gila. Yang beda sineasnya. Di India lebih aware dan jago ngangkat isu sosial jadi tontonan yang tajam tapi entertaining.

Anonim mengatakan...

Iya ya. Langsung defensif. Jadi inget review2 film religi asal jadi yg dikritik mas Rasyid yg juga ditanggapi dg defensif oleh kaum mayoritas inferior

agoesinema mengatakan...

Akhsay kumar dalam setahun bisa merampungkan 3-4 film sekaligus tp tetap tdk asal memilih peran. Salah satu aktor yg mampu menyaingi 3 Khan. Gw mulai suka sejak dia main di Rustom.
Tp tetap Aamir Khan yg terbaik dalam urusan memilih peran di Bollywood

Anonim mengatakan...

Waah yg di atas hafal semua.
Penggemar drama2 ANTV nampaknya

agoesinema mengatakan...

Mas bisa gak bedain Bollywood sama Tellywood...? Atau lu taunya semua film india itu bollywood semua? Kalau udh tau bedanya mari kita diskusi

Imam rahmad raharja mengatakan...

akhsay khumar lagi..beberapa tahun belakangan ini film2 akhsay emang lg bagus2...oh ya kalau dipikir2 memang pantas mereka menyandang bollywood, film2nya banyak sekali tema yg bagus bahkan akting2 mereka juga gak kalah dengan hollywood...

Anonim mengatakan...

Mas @agusinema juga suka mengklipping berita dan foto artis India?
Rani Mukerji, Preity Zinta, dsb
Tukeran yuk mas.
Susah melengkapinya di Hongkong sini.
Thx ya

Anonim mengatakan...

he he untung mayoritas disini inferior aka minderan ya.. kalo nggak bisa-bisa yg minoritas dibantai kayak di bosnia atau rohingya

btw reviewnya keren mas. masuk list buat nonton nih..

agoesinema mengatakan...

Maaf Sy gak mengkoleksi foto atau kliping berita mas/mbak. Sy hanya pecinta film genre apa saja dari belahan dunia mana saja. Bollywood, Hongkong, Korea, Brazil, Hollywood, Indonesia, Thailand dll semua gw nonton. Kalau bagus baru gw koleksi filmnya

Anonim mengatakan...

Mas pasti ga sabar nunggu Eiffel Im In Love 2 ya?
Mungkin kita bisa trade foto2 Eiffel Im in Love I....

agoesinema mengatakan...

Eifel gak msk list film yg akan ditonton.

Troare mengatakan...

Indonesia butuh lebih banyak film2 macam Pad Man atau film-film kritik sosial ala Aamir Khan, kuncinya jangan terlalu menceramahi, cukup cerita yg menyentil tapi mengalir dan bisa menghibur bahkan sampai membuat penontonnya banjir air mata, dijamin anggota laskar sableng bakal rontok satu per satu