PACIFIC RIM: UPRISING (2018)
Rasyidharry
Maret 22, 2018
Cailee Spaeny
,
Cukup
,
Idris Elba
,
John Boyega
,
REVIEW
,
Rinko Kikuchi
,
Science-Fiction
,
Scott Eastwood
,
Steven S. DeKnight
11 komentar
“We are cancelling the
apocalypse!”, demikian pidato membahana Jenderal Stacker Pentecost (Idris
Elba) yang menentukan nuansa Pacific Rim (2013).
Sebuah akhir dunia, ketika di tengah malam gelap, di antara gedung-gedung
pencakar langit, monster raksasa alias Kaiju melancarkan serangannya, dan
nyaris tiada harapan bagi umat manusia. Dalam Uprising, sekuel yang tiga tahun lalu sepertinya mustahil
direalisasikan akibat performa box office
film pertamanya biasa saja, atmosfer itu dilucuti, sementara mayoritas aksi
terjadi di siang hari bolong. Singkatnya, Pacific
Rim: Uprising memilih berpindah ke aliran “Bayhem”.
Tapi sutradara debutan Steven S. DeKnight bukan Michael Bay,
sebagaimana Jake Pentecost (John Boyega), putera Stacker Pentecost, bukanlah
ayahnya. Putera seorang pahlawan perang yang mengorbankan nyawa demi menutup
portal penghubung dunia kita dengan Kaiju, Jake justru menjadi pencuri
rongsokan sisa-sisa Jaeger. Juga mengorek rongsokan adalah gadis remaja bernama
Amara Namani (Cailee Spaeny) yang ingin (lalu berhasil) membangun Jaeger
seorang diri. Keduanya bertemu, sedikit bersitegang dalam interaski love/hate menarik yang membuat saya
berharap barter kalimat mereka terjalin lebih sering.
Alih-alih demikian, rivalitas setengah matang antara Jake dengan
Nate Lambert (Scott Eastwood), salah satu pilot Jaeger justru sempat mengambil
alih sentral. Pertmuan mereka terjadi setelah Jake dan Amara harus “menebus
dosa” dengan bergabung di kesatuan militer setelah direferensikan oleh Mako
(Rinko Kikuchi), protagonis film pertama sekaligus saudari tiri Jake. Amara
dengan bakat mekaniknya, sementara Jake mewarisi kehebatan sang ayah
mengendalikan Jaeger. Beberapa kali, Jake menegaskan bahwa ia dan ayahnya
berbeda. Saya setuju. Boyega jelas bukan Elba. Dia lucu, likeable, tapi kekurangan karisma sebagai jagoan utama film aksi.
Kita tahu akan ada titik balik pada sikap Jake, dan
kemunculan Mako menyiratkan apa pemicunya. Saya amat menantikan titik balik
tersebut, poin di mana Jake, beserta filmnya, bakal total terjun ke medan
perang. Karena, keputusan menghilangkan atmosfer “impending doom” ditambah kurangnya daya tarik dalam alur
meminimalkan tensi tatkala layar tidak sedang diisi pertarungan Jaeger melawan
Kaiju. Apalagi sepanjang paruh awal jarak tiap pertarungan terlampau jauh. Tapi
titik balik yang saya nanti baru benar-benar terlihat begitu markas militer
diserbu serangan mendadak. Tempo dipercepat dan pertaruhan nyawa meningkat,
yang bermuara pada totalitas klimaks.
Sekali lagi, Steven S. DeKnight bukan Michael Bay yang piawai
merangkai ledakan bombastis memikat mata dalam rentetan pertempuran para
raksasa yang nyaris seluruhnya dikemas bak puncak segalanya. Bagusnya, DeKnight
menyusun koreografi pertempuran ketimbang sekedar membenturkan besi-besi tanpa
bentuk maupun orientasi gerakan pasti. Ada kesadaran terhadap ruang, waktu,
juga wujud. Robot-robot DeKnight bisa berguling, menendang, berkelahi dengan
lincah, memamerkan beraneka ragam senjata, dan penonton takkan kesulitan mengamati apa yang tengah terjadi dan
melibatkan siapa saja.
Saya yakin akan sering mendengar pertanyaan “lebih bagus mana
dibanding film pertama?”. Biar saya jabarkan. Kalau anda menyukai Pacific Rim dengan alasan seperti saya,
yaitu atmosfer “hari akhir” yang mengiringi pertarungan seru, besar kemungkinan
Uprising kurang memuaskan. Tapi jika
anda menyukainya karena alasan berbeda, atau justru sebaliknya, bukan merupakan
penggemar disebabkan pertempuran di film pertama kurang mengedepankan unsur “fun” boleh jadi sekuelnya menghadirkan
kesenangan. Setidaknya, bagi penonton yang mencari aksi imajinatif seputar
robot raksasa, Pacific Rim: Uprising
masih memberikan tempat bernaung.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
11 komentar :
Comment Page:tetangga lokal banyak review buruk sih, luar juga sama, mana alurnya kok jadi mirip abis dengan independence day 2, mana tanpa ampun lagi bilang jeleknya, disini masih adem kayanya
Not Bad lah.
Setuju dengan review nya, gue lebih suka seri pertama dengan atmosfir nya yang Dark/Apocalyptic.
Mas kira2 nih film dapat sekuel lagi yah???
Mayan jadi trilogi
Del toro should back :(
@Gantono Nggak jelek juga sih, dan nggak masalah sebenernya ikut direction 'Independence Day Resurgence'.
@Anonim Rencananya kan gitu dilihat dari endingnya. Tinggal tunggu filmnya laku apa nggak. Kalau sama kayak film pertama ya agak ragu bakal ada fil ketiga.
@Satria Jangan, mending eksplor hal baru. Itu keunggulan dia soalnya. Kalau mau ganti sutradara sih pilih Michael Bay
apakah plotnya sama dengan independence day:resurgence sekilas baca sinopsis hampir sama.
Menurutku masih worth lah buat hiburan... kalo seri pertama kuat di sisi cerita, sementara uprising kuat di sisi action.. walopun 40 menit pertama sempat 'ngantuk'
Saya nonton setelah baca review ini... akibatnya, sy malah jadi enjoy banget nontonnya. Haha... soalnya ekspektasi sy turunkan rendah banget setelah membaca kata "bayhem". Maklum belakangan lagi nggak suka banget sama michael bay gara2 transformer dan tmnt. Dibandingin sama transformers bagusan ini jauh kalau buat sy. Termasuk dibandingin sama independence day 2 yang mengecewakan.
Dibandingkan film pertamanya? keduanya menyenangkan dengan cara yang berbeda sih, dan kebetulan saya suka keduanya. Imbang lah.
Ya..nuansa kelam di film pertama hilang..menjadi generik seperti film robot robotan with "fun" only
@Beny ya ada unsur yang mirip, tapi wajar, soalnya formula film invasi alien ya nggak jauh dari situ.
@aryo Nah mending gitu kan, daripada berharap kayak film pertama terus kecewa. Mirip kok sama Bay, sama-sama eksploitasi battle robot di siang hari, bedanya DeKnight bikin movement robot kelihatan jelas, kalo Bay kan yang penting besi tabrakan terus meledak haha
Robotnya gak berasa besar dan berat. Terlalu lincah dibanding versi del torro, bahkan adegan berlari di ruang kendali robotnya jadi berasa aneh.
Back?? Never broo!!!
Posting Komentar