INSYA ALLAH SAH 2 (2018)
Rasyidharry
Juni 17, 2018
Action
,
Anggy Umbara
,
Bounty Umbara
,
Comedy
,
Cukup
,
Donny Alamsyah
,
Herry B. Arissa
,
Indonesian Film
,
Luna Maya
,
Nirina Zubir
,
Pandji Pragiwaksono
,
Ray Sahetapy
,
REVIEW
8 komentar
Seorang wanita yang hamil sebelum menikah dan seorang
perampok yang kabur dari penjara demi menikahinya. Film pertama Insya Allah Sah (2017) takkan
menempatkan Raka (Pandji Pragiwaksono) di antara kedua sosok tersebut, karena
filmnya sendiri rasanya takkan mau menjustifikasi mereka. Saya tidak tahu bagaimana
jalan cerita novel karya Achi TM selaku sumber adaptasinya, tapi Insya Allah Sah 2 jelas tampil lebih
baik ketimbang pendahulunya karena kesediaan memandang tokoh-tokohnya sebagai
manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Raka lebih toleran pada dua
protagonis yang punya pandangan hidup berbeda dengannya, untuk itu saya mesti
bersikap sama terhadapnya dan film ini.
Mungkin anda ingat betapa saya membenci film pertamanya.
Pembaca reguler blog ini pun rasanya tahu betapa saya membenci polisi moral
seperti Raka. Sebagai karakter, ia tidak berproses, hanya muncul mendadak
layaknya hantu, kemudian berceramah. Fakta bahwa Raka adalah sosok manchild tidak menjadikannya lebih baik.
Karena berbeda dibanding para manchild
dalam komedi berkualitas, sebutlah Will Ferrell dalam Elf (2003), meski berdandan dan bicara bagai bocah, Raka memahami
konsep-konsep yang cuma dipahami orang dewasa. Sehingga ketika ia mencampuri
urusan orang-orang di sekitarnya, itu bukan hasil kepolosan bocah yang
memandang dunia secara hitam-putih.
Kali ini Raka masih gemar berpetuah, namun ia mampu, atau
tepatnya mau melihat kebaikan dalam keputusan (yang menurutnya) buruk dari seseorang.
Pun acap kali di tengah ceramahnya, Raka mendapat todongan pistol di kepala,
seolah Anggy Umbara (Warkop DKI Reborn:
Jangkrik Boss!, Tiga) dan Herry B. Arissa (Generasi Kocak: 90-an vs Komika, Selebgram) selaku penata skrip
berkata, “diem lo!”. Tapi Raka memang sulit didiamkan, bahkan ketika terlibat
baku tembak bersama Gani (Donny Alamsyah), yang baru saja nekat kabur dari
penjara lalu merampok uang Freddy Coughar (Ray Sahetapy) si mafia, semua demi
menikahi Mutia (Luna Maya) yang sedang hamil tua. Untuk itu, uang sebesar 250
juta dibutuhkan.
Mungkin alasan mengapa ceramah Raka terasa tidak segencar
sebelumnya karena sekuel ini cenderung berorientasi pada aksi. Sekali lagi,
saya belum membaca sumber adaptasinya, sehingga tidak tahu apakah Achi TM
memang menggeser pendekatan novelnya ke arah laga. Tapi pemilihan Anggy Umbara
dan Bounty Umbara (Mama Cake, Rafathar)
guna duduk di kursi sutradara jelas tepat. Gaya-gayaan di antara rentetan momen
aksi seolah mendarah daging dalam diri Umbara Bersaudara, dan meski Insya Allah Sah 2 tak punya gelaran aksi
luar biasa, elemen tersebut jelas jauh lebih menghibur daripada menyaksikan
ceramah agama selama 90 menit.
Raka (dan agama) sekedar jembatan dalam proses Gani belajar
bahwa tidak semua masalah dapat terselesaikan lewat kekerasan dan amarah. Bukan
studi permasalahan mendalam, tapi Insya
Allah Sah 2 setidaknya menampilkan pergulatan personal. Saya bisa
membayangkan kisah Gani-Mutia dieksekusi tanpa unsur agama dan tetap dapat
bekerja dengan baik (bahkan mungkin lebih), sebab ini kisah manusia yang
berdamai dengan dirinya, bukan menemukan cahaya agama atau Tuhan. Gani ingin
berubah bagi orang-orang tercintanya, juga demi nazar, demi janji, yang tanpa
memakai perspektif agama pun, memang wajib ditepati.
Ada satu momen khusus yang seketika membuat Gani menjadi
protagonis yang likeable serta layak
didukung, yakni ketika Mutia menceritakan beberapa rahasia pada Raka di suatu
restoran. Sebelumnya, kita pun sempat diajak mengintip masa lalu kelam nan
berat miliknya, yang turut memberi Donny Alamsyah kesempatan memamerkan akting
dramatis, melalui lontaran amarah menusuk yang mampu mendiamkan semua orang di
ruangan. Kesukaran menggelayuti hidup tokoh-tokohnya, tapi tentu saja senjata
utama Insya Allah Sah 2 tetap komedi.
Beberapa humor bekerja efektif, sebutlah absurditas yang melibatkan telepon
genggam dan suara tangis bayi, Jingga (Nirina Zubir) si polisi cantik yang
mudah terbuai oleh pujian, atau bila anda tetap membenci penokohan Raka, anda
akan bahagia melihatnya jadi korban serbuan bersin bertubi-tubi.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:Entah kenapa saya merasa sebagai action konfliknya kurang greget.. Tapi lumayanlah daripada yang pertama..
Gaspol min sekalian jailangkung2
Mungkin franchise ini punya misi konspiratif untuk menggiring kelompok tertentu. film pertama-nya itu untuk menggaet kelompok tersebut, film berikutnya bertugas untuk membelokkan secara perlahan.
@dimas Ya standar emang eksekusi aksinya, tapi seenggaknya jadi lebih fun daripada cuma sekedar ceramah.
Gimana dg akting Meriam Bellina sbg sosok ibu yg bw kliningan? Bikin gerr seluruh bioskop ga?
@Samarinda Biasa aja. Satu karena tonal jump, jokes itu muncul di tengah adegan depresif jadi canggung. Dua, mungkin penonton tempat saya nonton nggak paham referensi ke Pengabdi Setan.
Makasih review nya o.. sukses terus
Adegan Ibu penonton pada hening hahaha.. Cuma ada yang nyletuk ko horor?
Posting Komentar