ZERO (2018)
Rasyidharry
Desember 23, 2018
Aanand L. Rai
,
Alia Bhatt
,
Anushka Sharma
,
Deepika Padukone
,
Himanshu Sharma
,
Hindi Movie
,
Kajol
,
Lumayan
,
Rani Mukerji
,
REVIEW
,
Romance
,
Shah Rukh Khan
,
Sridevi
4 komentar
(PERINGATAN: Review ini
mengandung SPOILER!)
Seperti impian protagonisnya, Zero adalah karya ambisius. Mungkin
romansa paling ambisius yang saya saksikan sepanjang tahun. Berawal dari kota
kecil bernama Meerut, karakternya dibawa melanglang buana menuju kehidupan
glamor dunia hiburan, sebelum berakhir terbang ke luar angkasa. Demi memperoleh
kepuasan, sebaiknya tinggalkan logika di rumah, dan jangan lupa membawa hati
ketika menontonnya.
Saya merasa Bauua Singh (Shah Rukh
Khan) si karakter utama pantas disebut “zero”.
Ya, dia memang seorang pria kerdil dari pinggiran kota tanpa modal pendidikan
tinggi, tapi pertama, ia jelas tampan (Come
on, this is SRK that we’re talking about). Kedua, ia berasal dari keluarga
kaya raya yang membuatnya bisa seenaknya menyebar uang ke jalanan, bahkan
menghabiskan 600 ribu rupee, atau sekitar 124 juta rupiah guna menunjukkan
cintanya kepada seorang wanita.
Itu terjadi dalam musikal berisi
warna-warni menyala, semburan air, dan orkestra megah, yang disatukan oleh
sutradara Aanand L. Rai (Tanu Weds Manu, Raanjhanaa)
menjadi momen terindah film ini. Sedangkan wanita perebut hati Bauua adalah
Aafia (Anushka Sharma), ilmuwan NASA penderita cerebral palsy yang harus menghabiskan harinya di kursi roda. Awalnya
mereka saling benci. Bauua yang mengetahui Aafia dari foto di biro jodoh merasa
tertipu melihat kondisinya. Sementara kejengahan Aafia dapat dipahami. Bauua
adalah pria sok pintar, sok ganteng, egois, juga kurang ajar. Dia bahkan mengolok-olok
kelumpuhan Aafia di sebuah konferensi pers. Namun kegigihan Aafia mampu
meluluhkan hati Bauua, yang segera berusaha memperbaiki kesalahannya.
Zero bisa saja bergerak menyusuri formula drama romantika sarat
makna tentang dua insan berkekurangan yang saling menemukan, lalu sama-sama
membuktikan bahwa mereka menyimpan banyak kelebihan. Ternyata tidak. Seperti
Bauua, Zero memiliki ambisi lebih
besar.
Protagonis kita diberkahi kekuatan
unik untuk menjatuhkan bintang. Dia hanya perlu mengacungkan jari, berhitung, “10,
9, 8, zero!”, dan bintang yang dimau jatuh
dari langit. Rupanya Bauua ingin merengkuh “bintang” lain, yakni Babita Kumari
(Katrina Kaif), seorang aktris film ternama. Terdengar bagai pungguk merindukan
bulan, namun kala “kebetulan” dan “kegilaan” bertubrukan, jalan merebut hati si
megabintang pun terbuka lebar. Zero
mencapai titik balik begitu Bauua memilih mengejar impian muluknya, lalu
meninggalkan wanita yang tulus mencintainya.
Babak pertama Zero jadi kisah cinta intim nan manis berkat duet maut Shah Rukh
Khan-Anushka Sharma. Tuntutan performa akurat kala memerankan penderita cerebral palsy urung menghalangi Anushka
menghantarkan emosi secara meyakinkan. Sementara SRK menyuntikkan cukup energi
guna menghidupkan sosok pria dengan kepercayaan diri plus semangat tinggi.
Walau menimbulkan tanya perihal cara Bauua bertahan hidup (dan tetap bergelimang uang) pasca kabur dari
rumah di saat peristiwa itu terjadi mendadak dan ia tak membawa apa pun, babak
keduanya berhasil tampil sama menghiburnya dengan babak pertama. Protagonis
kita semakin lengket dengan sang idola, yang rupanya adalah alkoholik dengan
kehidupan berantakan, terlebih pasca ditinggalkan kekasihnya. Tapi sekali lagi,
pesona Bauua terbukti sulit ditahan.
Setelah terlibat obrolan panjang
lebar untuk pertama kali di sebuah pesta—yang dijadikan alat menampilkan
sederet cameo dari Kajol, Rani
Mukerji, Deepika Padukone, Alia Bhatt, hingga mendiang Sridevi dalam penampilan
layar lebar terakhirnya—Babita membiarkan Bauua tinggal di dekatnya,
mengajaknya ke lokasi syuting, pemotretan, bahkan tinggal di rumahnya. Sekilas,
Zero terdengar akan melangkah menuju
satu lagi kisah seputar karakter yang sukses mewujudkan impiannya, hanya untuk
menyadari impian itu tak seindah angan, menyesal telah membuang hal-hal berharga
demi ambisinya, lalu berusaha mendapatkannya lagi.
Pernyataan terakhir memang benar,
tapi Bauua sama sekali tidak dikecewakan oleh Babita. Cita-citanya jadi
kenyataan, namun secara bersamaan, ia merasa betapa cintanya bagi Aafia memang
nyata, pula sebaliknya. Bauua “terbangun” kala kebahagiaan justru sedang
menyinari hidupnya. Bagi saya, kondisi tersebut membuat kesadaran karakternya
jauh lebih bermakna dan murni. Babita sendiri menyadari isi hati Bauua,
menggiringnya memancing obrolan memikat di mobil, yang juga merupakan panggung
pembuktian kapasitas akting dramatik Katrina Kaif.
Sampai di sini, terlihat jika naskah buatan kolaborator Aanand L. Rai sejak Strangers (2007), Himanshu Sharma, benar-benar
mengesampingkan logika. Jangankan mendekap hati idola, keberhasilan membuat
seorang ilmuwan NASA yang berperan besar merealisasikan ekspedisi ke Mars
bertekuk lutut saja sudah terdengar di luar nalar. Toh semua kemustahilan itu
nampak normal dibandingkan konten babak ketiganya, sewaktu Bauua coba menebus
dosa besar pada Aafia lewat kegilaan besar.
Dia bisa mengendalikan bintang, pun
menaklukkan seorang bintang, kini waktunya Bauua sungguh-sungguh pergi ke
bintang. Sekembalinya dari hingar bingar dunia selebritas bersama Babita, Bauua
mengetahui cinta sejatinya telah dilamar pria lain dan tengah mempersiapkan
pernikahan. Tapi ia pantang menyerah. Dipustukannya mengikuti tes sebagai
astronot dalam misi peluncuran kapal berawak manusia ke Mars. Berbeda dengan
sebelumnya, kali ini ia bertekad takkan kabur saat menghadapi rintangan.
Di permukaan, kenekatan itu
terlihat tanpa arti. Seolah naskahnya asal berjalan nihil tujuan, dan
digerakkan semata oleh ambisi guna memperbesar skala film. Tapi jika pernah
merasakan keputusasaan akibat cinta, anda akan memahami dorongan berbuat hal
gila demi mengekspresikan perasaan, meski jika dipikir masak-masak, tindakan
itu tidak berguna. Zero berhasil
mewakili kondisi tersebut.
Merupakan film SRK berbujet
terbesar, Zero mempunyai efek visual
memikat yang mengakodomasi ambisi tingginya. Agr SRK terlihat “mengecil”, film
ini menerapkan forced perspective
sebagaimana dipakai Peter Jackson di trilogi The Lord of the Rings, dikombinasikan dengan teknik double scale. Hasilnya naural. Bukan itu
saja, CGI turut digunakan secara efektif di beberapa kesempatan, misalnya saat
SRK dan Anushka melayanng di ruang bergravitasi nol, hingga adegan peluncuran
roket.
Keluhan terbesar saya justru muncul
tepat ketika film menyentuh titik pamungkas. Kentara, naskahnya menyimpan ide
agar konklusinya tampil lebih dramatis, tapi (mungkin) karena Zero telah bergulir selama 164 menit,
pula menjaga agar biaya produksi tak semakin membengkak, diputuskanlah
merangkum ide tersebut menjadi epilog pendek yang terasa sambil lalu, tanpa
substansi, tanpa dampak emosi. Padahal saya sendiri tak keberatan duduk 20-30
menit lebih lama. Sebab walau menyalahi nalar serta jauh dari sempurna, Zero merupakan kisah cinta epic yang sanggup menebar senyuman.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Yups setuju paruh akhir dirasa nihil emosi sih, tapi ya itu alasannya jelas bujet...hehe
Dan untuk pertama kali Katrina Kaif mampu melakoni adegan dramatik pasca kerepotan di film sebelumnya, terlebih di Jab Tak Hai Jaan. Congratss Barbie. Btw scene pas ketika ia "teler" dan ketemu ribuan fans itu tetap saja ia kelihatan imut....hehe
Haha ya gitu Katrina. Naik-turun aktingnya, tapi urusan nari nggak ada yang ngalahin.
Wah maaf, di sini ada Anushka, Kajol, Deepika. Adem aja lihat Katrina 😂
cerita biasa aja ,acting srk good . klimax uji coba k mars itu adegan yg menghibur
Entah kenapa menurutku zero ini nengecewakan.. Alur yg tidak jelas, kisah cinta nya juga menurutku kurang kuat, sehingga sedikit heran, benarkah bauaa benar2 cinta dengan aafia, karena dr awal dia meremehkan bgt si aafia. Masih tertolong dengan scene2 lucu bauaa dengan babita,
Enggak banget lah zero
Posting Komentar