THE SACRED RIANA: BEGINNING (2019)
Rasyidharry
Maret 15, 2019
Agatha Chelsea
,
Andi Rianto
,
Andy Oesman
,
Angrean Ken
,
Aura Kasih
,
Billy Christian
,
Ciara Nadine Brosnan
,
Citra Prima
,
horror
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Prabu Revolusi
,
REVIEW
,
The Sacred Riana
,
Willem Bevers
7 komentar
The Sacred Riana: Beginning adalah film khas Billy Christian (Rumah Malaikat, Petak Umpet Minako, Mereka
Yang Tak Terlihat), tidak kurang, tidak lebih: Tata artistik menawan dan
konsep segar yang gagal mencapai potensi akibat kombinasi penulisan dan
penyutradaraan lemah, khususnya perihal adegan bertensi tinggi.
Terinspirasi dari karakter The
Sacred Riana, sang pesulap pemenang Asia’s Got Talent 2017, filmnya mengisahkan
bagaimana Riana kecil (Jessiana Marriera Pariston) yang pendiam selalu dianggap
aneh orang teman-temannya. Fakta bahwa kedua orang tuanya (Prabu Revolusi dan
Citra Prima) menjalankan usaha pemakaman membuat ejekan terhadapnya makin
deras. Seolah belum cukup, kehidupan Riana dipenuhi bencana. Pasca rumahnya
habis terbakar, Riana sekeluarga tinggal di kediaman Oom Johan (Willem Bevers).
Tidak berapa lama, Oom Johan tewas dalam kecelakaan pesawat.
Sebagai kolektor barang antik
bernuansa mistis dari seluruh dunia, rumah Oom Johan pun banyak diisi
benda-benda mengerikan, termasuk boneka yang Riana temukan dan ia beri nama
Riani. Bagi Riana, Riani merupakan satu-satunya teman. Tapi sejak keberadaan
Riani, sikap Riana berubah aneh. Dia tak lagi bicara, kerap melakukan gestur
aneh, bahkan mampu menggerakkan barang-barang. Kondisi tersebut berlanjut
hingga ia dewasa.
Saya lega ketika filmnya melompat
ke masa remaja Riana, sebab sosok Riana kecil benar-benar sulit disaksikan.
Saya takkan menyalahkan Jessiana, karena jangankan aktris cilik sepertinya,
pelakon berpengalaman pun akan kesulitan menyampaikan deretan dialog kaku milik
naskah buatan Billy bersama Andy Oesman. Ketika pemain cilik berakting buruk,
maka bobot kesalahan terbesar ada di dua aspek: Naskah yang tak memahami
bagaimana anak kecil bersikap dan sutradara yang kurang jeli mengarahkan. Bukan
berarti Riana remaja (The Sacred Riana) tampil superior, sebab ia tertolong kekhasan
karakternya, yang lebih banyak diam.
Suatu hari, setelah absen beberapa
waktu dari sekolah, Riana dikunjungi guru BP-nya, Klara (Aura Kasih). Lega
rasanya mendapati Klara bukan satu lagi tokoh psikolog klise yang skeptis akan
fenomena mistis. Tidak hanya percaya, Klara bahkan familiar dengan hal berbau
supranatural. Di kunjungan berikutnya, dia mengajak serta tiga anak didiknya,
Lusi (Agatha Chelsea), Hendro (Angrean Ken), dan Anggi (Ciara Nadine Brosnan).
Kelak diketahui, ketiganya pun memiliki kelebihan, yang sebelum bertemu Klara, sempat
membuat mereka dikucilkan layaknya Riana.
Mengumpulkan sederet remaja indigo
berkemampuan berbeda berpotensi melahirkan kesegaran. The Sacred Riana: Beginning bisa saja dibungkus layaknya X-Men dengan sentuhan horor supranatural
(Ya, seperti film “satu itu” yang kemungkinan takkan pernah dirilis). Didukung musik
gubahan Andi Rianto (30 Hari Mencari
Cinta, Arisan!, Critical Eleven), film ini kadang terasa bagai kisah
fantasi kelam khususnya Billy beberapa kali memilih menekankan aura keajaiban
ketimbang kengerian.
Sungguh sayang, di mayoritas waktu,
The Sacred Riana: Beginning masih
tergoda untuk berjalan di jalur horor lokal formulaik, tepatnya pasca
pengenalan Bava Gogh (Carlos Camelo), pembunuh berantai dengan korban
anak-anak, yang tak berhenti menebar teror bahkan setelah meregang nyawa. Bava
Gogh punya tampilan unik berkat dandanan ala Eropa dari period era, namun kemunculannya gagal menebar teror akibat gaya
akting over-the-top konyol sang
aktor.
Dari cerita menjanjikan soal remaja
korban perundungan yang bergulat dengan bakatnya, film ini beralih menuju
repetisi melelahkan, ketika satu demi satu karakter jadi korban teror Bava Gogh
(serta hantu-hantu lain), berteriak, jatuh ketakutan, sebelum dihampiri
karakter lain yang hendak menolong sambil meneriakkan namanya. Satu lagi adegan
“andalan” The Sacred Riana: Beginning
adalah “sesi curhat” penuh pilihan kalimat membosankan, selaku wujud terapi
dari Klara terhadap keempat anak didiknya. Pola itu terus diulang, hingga
mencapai pertengahan durasi, saya curiga bahwa para penulisnya lupa kalau film
ini berjudul The Sacred Riana, karena
Riana sendiri menghilang cukup lama dan baru kembali beberapa saat jelang babak
ketiga.
Jurang pembeda The Sacred Riana: Beginning dengan horor lokal beralur tipis
kebanyakan adalah saat Billy konsisten mempresentasikan ide menarik seputar
metode menakut-nakuti. Tidak selalu mengerikan atau mengejutkan, tapi paling
tidak saya beberapa kali dibuat tersenyum, terhibur oleh kreativitas Billy,
sebagaimana dicontohkan satu momen yang memanfaatkan sebuah lukisan.
Ironisnya, penyebab kegagalan film
ini menelurkan teror mengerikan juga Billy sendiri, tepatnya ketidakmampuan
sang sutradara menangani sekuen beroktan tinggi. Kebanyakan gambarnya cantik,
pun mudah mengambil banyak photo still
menarik dari film ini. Tapi kondisi berubah kala terjadi pergerakan, baik dari kamera maupun objek (termasuk manusia) di layar. Nyaris
tiada intensitas, entah disebabkan gerak kamera yang terlampau pelan atau
terlambat menangkap momentum. Sederhananya, Billy jago mengambil gambar diam
daripada gambar bergerak. Tunggu, tapi bukankah film sendiri merupakan "gambar bergerak"?
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
7 komentar :
Comment Page:X men the new mutans gimana tuh kabarnya bang.. 🤔
Pasrah menunggu mati hahaha. Palingan kalau rilis juga di streaming service kayak Netflix.
apakah mas rashid nunggin film roy kimochi untold story
Oo sudah pasti. Karena Riana nggak jelek amat, jadi ada sedikit harapan buat si Roy. Kata salah satu orang MVP yang objektifitasnya bisa dipercaya, at least klimaksnya seru. Katanya...
Mas Rasyid,
Hari ini rencana mau nuntun film ini nih TSR.. Klo liat review'an-nya sih sepertinya nggk ancur² amat yak, wkwkwkwk..
Kemaren akhirnya nuntun YB2 sama Leak..
Nuntun Leak donk mas, di Bekasi ada kok.. Kemaren bela belain nuntun di CGV Bekasi..
Pemain baru semua sih, actingnya masih kurang..
Tapi aslee seremnya dapet, nggk perlu make up bubur basi model film hurur jaman now, wkwkwkwk..
Buset males ke Bekasi buat nonton film risky haha.
Mas Rasyid,
Tadi siang jam 12 nuntun TSR, kok bosen yak, apa karena durasi'nya terlalu lama?
Beneran, tadi sebelah gw malah boci (baca:bobo ciang) dibioskop.. di rumah AC rusak kali yak, wkwkwk..
Anyway, filmnya nggk jelek sih, tp gw liat'in jam tangan berulang kali..
#berasa_lama
Posting Komentar