POKÉMON: DETECTIVE PIKACHU (2019)
Rasyidharry
Mei 09, 2019
Bill Nighy
,
Cukup
,
Fantasy
,
Justice Smith
,
Kathryn Newton
,
Mystery
,
REVIEW
,
Rob Letterman
,
Ryan Reynolds
15 komentar
Pokémon: Detective Pikachu adalah sepenuhnya fan service. Artinya, jika bukan
penggemar, mungkin karya penyutradaraan Rob Letterman (Shark Tale, Monsters vs. Aliens, Goosebumps) ini bakal terasa membosankan.
Tapi jika seperti saya, yang menghabiskan masa kecil mengoleksi VCD asli
seharga lima belas ribu rupiah, terkejut menyaksikan evolusi Magikarp menjadi
Gyarados atau saat Psyduck pertama kali pamer kekuatan, setidaknya anda bakal
terhibur, bernostalgia, sambil tetap menyadari setumpuk kekurangannnya.
Diadaptasi dari gim Nintendo 3DS
berjudul sama, Pokémon: Detective Pikachu
berkisah tentang pemuda bernama Tim Goodman (Justice Smith), mantan pelatih
pokémon yang kini hidup sendirian menjalani pekerjaan membosankan. Sampai ia
mendengar kabar kematian sang ayah, Harry Goodman, akibat kecelakaan kala
bertugas (dia berprofesi sebagai polisi). Hubungan keduanya sendiri renggang
setelah Tim menolak tinggal bersama Harry pasca sang ibu meninggal ketika
usianya baru 11 tahun.
Begitu tiba di apartemen Harry, Tim
justru bertemu Pikachu (Ryan Reynolds), yang anehnnya, bisa ia pahami
perkataannya. Pikachu tersebut rupanya merupakan partner Harry. Dia percaya
sang detektif masih hidup, dan meminta Tim membantu investigasinya, yang
melibatkan berbagai misteri, termasuk serangan pokémon terkuat ciptaan manusia,
Mewtwo.
Filmnya berlatar di Ryme City,
sebuah metropolitan di mana manusia dan pokémon hidup harmonis dan setara,
berkat Howard Clifford (Bill Nighy) sang pebisnis visioner, yang memenuhi
segala deskripsi sebagai “korporat jenius yang menyimpan rencana jahat”. Penokohan
Howard, juga kisah mengenai “ayah yang kurang akrab namun sejatinya mencintai
sang anak”, menunjukkan bahwa Pokémon:
Detective Pikachu dibangun atas pondasi klise. Tapi di antaranya, terselip
banyak kelokan yang sanggup menggiring plotnya agar terus berjalan sekaligus
membuat penonton meragukan tebakan mereka.
Sayang, elemen misterinya semakin
kusut seiring waktu berjalan, dikarenakan para penulis naskahnya cuma kompeten melontarkan
pertanyaan, namun tidak demikian kala harus mengeksplorasi kemudian menjawabnya
secara rapi. Akhirnya, Pokémon: Detective
Pikachu gagal menjadi noir yang
mengesankan, tapi bukankah hal itu bisa diduga? Diniati sebagai pembuka franchise, intensi utama film ini tentu
menggaet kepercayaan penggemar. Caranya? Apalagi kalau bukan fan service.
Keputusan untuk tak banyak mengubah
desain pokémon, dengan hanya menambahkan detail realis secukupnya (bulu
Pikachu, sisik Charizard, dll.), jadi kemenangan terbesar film ini, biarpun di
beberapa kesempatan, inkonsistensi CGI cukup kentara. Saya terlempar menuju
nostalgia begitu satu per satu wujud familiar memasuki layar, dari Lickitung si
lidah panjang, kebuasan Gyarados dan Charizard, Bulbasaur yang menggemaskan,
sampai Mr. Mime yang menghadirkan humor paling lucu dan kreatif sepanjang film.
Bicara soal komedi, walau agak sulit membiasakan diri mendengar suara Reynolds
dari tubuh Pikachu, sang aktor seperti biasa piawai menangani momen komedik,
sedangkan Justice Smith sebagai Tim si remaja canggung sukses membangun chemistry solid dengan tokoh-tokoh CGI.
Para penggemar pun pasti sadar
bahwa Lucy Stevens (Kathryn Newton) si reporter magang sekaligus pemilik
Psyduck yang membantu investigasi Tim dan Pikachu, mengambil inspirasi dari
karakter Misty. Referensi-referensi kecil semacam itu memberi hiburan tersendiri,
walau kepuasan terbesar berasal saat lagu tema Pokémon terdengar, yang akan membuatmu tergoda ikut bernyanyi
bahkan selepas film usai. Penyutradaraan Rob Letterman mungkin belum sepenuhnya
memenuhi potensi dalam merangkum pertarungan gila nan imajinatif antara beragam
jenis pokémon, tapi selaku pembuka franchise,
Pokémon: Detective Pikachu telah
bekerja cukup baik.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
15 komentar :
Comment Page:pikachu emang terlihat bagus dan mirip btw kalau buat sonic sama ginnie di film aladdin pendapatnya gimana nih bang. ..?
Nonton film ini cuman ngarep bisa liat pokemonnya doang, ga berharap hal lain, dan akhirnya puas ngeliat pokemon-pokemon dihidupkan sekeren mungkin di film ini, walau berharap selain mewtwo bakal ada legendary pokemon lain kayak ho-oh atau palkia (kalo ada sequel kayaknya bakal muncul dah). Keren reviewnya seperti biasa
(Maybe)Spoiler
Adegan "ditto" creepy menurut saya
Dan rencana penggabungan manusia dengan pokemon?
Wtf 😐
Sonic sama sih sama kebanyakan orang, terganggu sama desain mata (yang untungnya bakal dibenerin). Sisanya oke. Seneng lihat Carrey ngelawak lagi. Kalau Aladdin, well, pasrah 😂
Ooh jelas, pokemon legendaris disimpen buat sekuelnya. We're on our way into big and crazy world here :)
Lho, dari anime juga buat saya Ditto udah creepy kok 😂
Penggabungan manusia dan Pokemon nggak seaneh itu sebenernya. Nggak inget Digimon? :)
mas bro sudah nonton upin ipin kah?
kata pak dokter bagus itu
puas lihat pokemon2nya. seakan mewakili impian dari kecil dulu saat bermain pokemon Red di Gameboy Color.
Bang rasyid mau nanya itu kalo budget produksi udah termasuk gaji smua pemainnya ato beda lagi, apakah budget yg dicantumkan itu cuma untuk visual effect kostum dll teknis lainnya
Wah, saya mau nonton masih ragu2. Saya malah lebih tertarik ke bioskop buat nonton Sonic karena ada om Jim Carey. Udah lama gak liat slaptik2 konyol jim carey.
Kagak tertarik. Biar dia sama anak-anaknya yang nonton 😂
Sudah termasuk semua kecuali biaya marketing, yang biasanya sekitar 70-100% biaya produksi. Makanya hitungan gampangnya, film dianggap balik modal kalau dapat 2x biaya produksi.
Kalau demen Pokemon dari kecil, kemungkinan bakal puas kok. Give it a try
Berarti film se ansamble avenger sejenis kbanyakan budget abis buat di pemainnya ya soalnya dulu gua kira cuma buat efek dll, baru baca kasusnya johnny depp yang dari pirates 3 sampe 5 gajinya sampe kisaran 50-70 million yang notabene gaji dia sendiri bisa bikin satu film kaya hellboy sama kasusnya kaya RDJ, bisa sampe overprice gitu ya bang
Nah 2 orang itu memang pasang perjanjian dapet fee dari persenan profit. Kalau RDJ nggak overpriced sih, karena dengan adanya dia otomatis profit juga naik. RDJ gaji buat Endgame cuma 10 juta, nah tambah 2,5% profit itu bisa jadi 85 juta bahkan lebih. Kalau di Indonesia baru Reza Rahadian yang bisa pasang deal gitu
Posting Komentar