STAR WARS: THE RISE OF SKYWALKER (2019)

20 komentar
Terpecahnya penggemar menjadi dua kubu akibat kontroversi Star Wars: The Last Jedi (yang saya beri nilai sempurna) berdampak panjang, bahkan hingga dua tahun kemudian saat sekuelnya, The Rise of Skywalker. Mengembalikan J. J. Abrams di kursi sutradara, penutup saga Skywalker yang membentang empat dekade ini terasa bak dibuat hanya sebagai jembatan antara kedua belah pihak. Hasilnya setengah-setengah. Masing-masing sisi mungkin bakal terhibur, namun menyisakan ketidakpuasan.

Beberapa tahun pasca The Last Jedi, Rey (Daisy Ridley) melanjutkan latihan Jedi bersama Jenderal Leia Organa (Carrie Fisher “dihidupkan lagi” secara halus dengan menerapkan footage tak terpakai dari The Force Awakens), sedangkan Kylo Ren (Adam Driver), kini berstatus Supreme Leader, makin gencar berusaha menghancurkan Resistance, kali ini dengan tambahan kekuatan dari Palpatine (Ian McDiarmid). Tentu ini bukan spoiler, mengingat kembalinya mantan Emperor ini telah diumumkan sejak April.

Guna menggagalkan rencana tersebut, Rey, Finn (John Boyega) dan Poe Dameron (Oscar Isaac) harus melintasi galaksi, mengunjungi berbagai planet untuk mencari alat penunjuk jalan menuju dunia Sith. Tapi untuk menemukan lokasi alat itu, mereka harus lebih dulu memiliki sebuah belati yang mencantumkan informasi dalam Bahasa Sith kuno, dan seterusnya. Dibuat naskahnya oleh Abrams dan Chris Terrio (Argo, Batman v Superman: Dawn of Justice, Justice League), The Rise of Skywalker punya alur layaknya video game yang bergerak dari satu checkpoint ke checkpoint berikutnya.

Ringan cenderung monoton, separuh lebih durasinya jauh dari kesan sebuah babak pamungkas, meski akhirnya kita berkesempatan menghabiskan waktu bersama trio protagonisnya. Isaac mulai menemukan pijakan memerankan sosok ugal-ugalan, pun chemistry-nya dan Boyega melahirkan banyak banter menyenangkan. Sementara Ridley semakin solid menampilkan dilema batin Rey sembari menyukseskan tujuan trilogy barunya menyampaikan pesan empowerment. Ketangguhan Rey beraksi mengayunkan lightsaber menjadikannya layak mengemban peran jagoan utama blockbuster aksi sebesar Star Wars.

Sayang kebersamaan ini terlambat empat tahun. Andai ketiganya disatukan sejak The Force Awakens, mungkin tak sesulit ini bersimpati, dan akhir perjalanan mereka nantinya bakal memberi dampak emosi signifikan. Tapi para penggemar space opera, khususnya Star Wars akan tetap dipuaskan oleh visi Abrams mengeksekusi petualangan lintas planet, yang dibantu sinematografer langganannya sejak Mission: Impossible III (2006), Dan Mindel, membangun dunia imajinatif penuh keasingan serta pemandangan masif nan memukau.

Jika ditanya apakah saya merasakan haru sepanjang 142 menit filmnya, jawabannya, “Ya”. Apalagi deretan musik ikonik John Williams selalu ditempatkan dengan timing sempurna. Tapi daripada suatu dampak yang layak didapat dari penuturan drama memikat, mayoritas emosi itu dipicu momen-momen fan service pencipta nostalgia. Bukankah The Force Awakens melakukan hal serupa, bahkan lebih kental lagi mengandalkan nostalgia? Betul, tapi sebagaimana The Last Jedi ingin merevolusi, pembuka trilogi itu mengusung tujuan jelas, lalu secara total melangkah ke sana. Sedangkan sang penutup trilogi justru seperti kebingungan.

Berusaha memuaskan penggemar sepenuhnya berpotensi merusak bangunan kisah barunya, tetapi, meneruskan visi awal bisa semakin mengasingkan penggemar lama. Saya menyebut “visi awal”, sebab berbagai retcon terhadap poin-poin kontroversial film sebelumnya tampak jelas, alias ada perubahan di tengah jalan. Walau bersyukur melihat Rey tetap jadi sentral, penonton yang mengharapkan arah baru mungkin kecewa atas retcon tersebut, sebaliknya, penggemar bisa jadi bersuka cita menyaksikan doa mereka dikabulkan, namun Abrams dan tim masih menahan diri menggelontorkan fan service demi mengedepankan para protagonis baru (contohnya di klimaks).

Paling tidak standar keseruan Star Wars dalam aksi saling kejar di angkasa dan saling tebas memakai lightsaber berhasil dipenuhi oleh Abrams. Selain di elemen dramatis terkait kegamangan hati Kylo/Ben, Driver (bersama Ridley) merupakan figure yang terlihat meyakinkan melakoni adegan laga, membantu menjaga intensitas Star Wars: The Rise of Skywalker, yang meski secara keseluruhan tampil memadai, kualitasnya ada di jajaran menengah ke bawah dibanding installment lain.

20 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

(spoiler)
Gw binggung. Kenapa Rey gak jadi evil pas palpatine dibunuh. Palpatine bilang kalo dia mati dibunuh Rey doi bakal ngerasukin Rey. Plot hole?

Anonim mengatakan...

Golden lightsaber punya siapa tuh?

Bakal ada episode 10-12 gak ya ����

Anonim mengatakan...

Setuju, terlalu banyak fan service, sehingga mengesampingkan core film. Meskipun beberapa kali nangis karena merasa ber nostalgia, tapi kecewa setelah nonton terlebih title film yg agak gak pas dengan isi film

Satria wibawa mengatakan...

Saya ga sepenuhnya setuju sih

Memang iya paruh awal berjalan membosankan, tapi mendekati tengah sampai akhir - seru dan emosional campur aduk menjadi satu

Alvi mengatakan...

"masing-masing pihak akan terhibur"
Oh oh oh.. you have no idea ..

Rasyidharry mengatakan...

"...namun menyisakan ketidakpuasan"

Anonim mengatakan...

menurut saya ini seri terlemah dari sekuel star wars semenjak dipegang disney

tapi untuk penutup saga star wars rasanya cukup puas lah walaupun saya awalnya berharap bisa seepik endgame

Anonim mengatakan...

judul yang tepat The Rise Of Palpatine

Anonim mengatakan...

Atau, the rise of "new sykwalker"

Anonim mengatakan...

blog ga guna

Anonim mengatakan...

Rey who? Rey Skywalker

Rasyidharry mengatakan...

Naah benar sekali!

rahmadamazing mengatakan...

Njir baru satu hari tayang dah ada 4 spoiler di komentar

aan mengatakan...

Ngeliat di film sebelom nya han meninggal..luke nyusul...leia malah real meninggal..nonton episode ix jadinya cuma pengen tau silsilah rey...syukur terjawab...dan akhirnya bisa tidur nyenyak...😅😅😅

Anonim mengatakan...

Kalo sepahaman saya sih karna gak dibunuh dgn kemarahan, salah satu ciri yg membedakan Dark Side of The Force.

SINESTESIA mengatakan...

Kalo saya pribadi sudah merasa cukup, karena memang seri pamungkas dari original star wars pun juga dibawah standar. Jadi saya sudah mengantisipasi hal seperti ini. Kecewa pada filmnya ? Tidak, tapi ketika trailer RoS muncul saya pernah berpikir “Tolong jangan biarkan perpecahan The Last Jedi memengaruhi film ini” dan benar ketakutan saya terjadi, saya kecewa pada visi yang dibawa sejak awal yaitu breaking old star wars tradition. dan benar babak ini seperti kebingungan untuk berpijak pada visi yang mana, saya yakin kalau The Last Jedi tidak dibenci separah itu, saya merasa mereka akan membawa cerita ke arah yang berbeda. Palpatine muncul seakan terasa seperti plan B mereka untuk mengatasi amarah fans yang tak sepaham dengan The Last Jedi. I feel like Abrams in the meeting room said “screw it, let’s give what those angered fans wants”, padahal sama seperti anda, saya tergolong pemuji The Last Jedi.

Diagra mengatakan...

SPOILER WARNING
Menurutku the worst part dari Rise of Skywalker ini ketika Rey kissing Ben Solo. Menurutku itu too soon and exaggerated, dan seharusnya pelukan erat bakal lebih mengharukan dan cocok. I mean berarti Rey selama ini diam-dian nge-crush gitu ke Ben? That dude literally killed his own father and luke skywalker, which was two important people in Rey’s journey? I have no problem if Rey loved him, I lowkey shipped them but I think a kiss is way too soon and destroyed all the interesting love-hate relationship previously. Dan juga gw bingung sama bagaimana cara kerja “The Force Heals”, kalo emang force bisa healing, apakah itu sudah ada dari dulu? atau spesial cuman punya “Force Bond” antara Rey dan Ben aja? kalo emang udah ada dari dulu, harusnya Jedi selevel Master Yoda ataupun Sith selevel Palpatine udah pasti menggunakanya dong? Terus waktu Rey “meninggal” dan Ben ngetransfer forcenya untuk menghidupkan Rey kembali dan Ben disappeared just like another Jedi, kenapa badanya Rey gak hilang duluan? dengan begitu Ben gabisa healing Rey. Plot hole? CMIIW. But anyway gw sih nganggep film ini cukuplahh, dan gak sampe buruk amat, tapi jelas dibanding dua pendahulunya ini paling lemah sih. Macam return of the jedi

Anonim mengatakan...

Ok boomer

Tole pras mengatakan...

Terus, si Finn mau ngomong apa sm Rey???

Rasyidharry mengatakan...

"I love you"