TRINITY TRAVELER (2019)
Rasyidharry
Desember 01, 2019
Anggika Bolsterli
,
Babe Cabita
,
Cut Mini
,
Drama
,
Farhan
,
Hamish Daud Wyllie
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Maudy Ayunda
,
Rachel Amanda
,
Rahabi Mandra
,
REVIEW
,
Rizal Mantovani
,
Romance
,
Ryan Purwoko
1 komentar
Selama beberapa menit awal di dalam studio, saya sempat
curiga, “Jangan-jangan bukannya Trinity Traveler, yang diputar adalah Trinity,
The Nekad Traveler (2017)”. Judulnya mirip, begitu pula posternya, dan
meski jarang, kesalahan pemutaran film pernah beberapa kali terjadi. Alasan
kecurigaan itu karena selama sekitar 15 menit pertama, tepatnya sebelum sang
protagonis melanjutkan S2 ke Filipina, adaptasi jilid kedua buku The Naked
Traveler karya Trinity ini menampilkan banyak adegan film pertama.
Lagi-lagi kasus serupa bukan terjadi kali ini saja. Banyak
film memakai footage film lama, entah didaur ulang atau sekadar dipasang
apa adanya. Beberapa juga melakukannya dengan alasan menambal durasi, karena
materi yang diambil tidak cukup untuk melahirkan sebuah film panjang, contohnya
The Hills Have Eyes Part II (1984) garapan Wes Craven, yang dikenal
sebagai film pertama dengan adegan flashback seekor anjing. Trinity
Traveler rasanya tidak jauh beda, meski kuantitas “flashback”
miliknya agak keterlaluan, mengisi hampir sekitar 50% 15 menit awal.
Tapi saya yakin banyak dari penonton tidak menyadari itu.
Karena walau tak pantas disebut buruk, film pertamanya begitu mudah terlupakan.
Kali ini situasinya sama saja. Trinity Traveler adalah aktivitas
jalan-jalan forgettable yang bahkan tak cantik guna membuat penonton
ingat destinasi mana saja yang disambangi karakternya. Padahal terselip pesan
dengan relevansi tinggi tentang kebebasan, khususnya terkait tuntutan sosial
untuk menikah.
Buku pertama Trinity (Maudy Ayunda) sukses menjadi bestseller,
tulisannya di blog makin berpengaruh, tawaran endorse terus
mengalir, namun itu dianggap kurang oleh ayahnya (Farhan), yang meyakini puteri
sulungnya itu tidak bahagia akibat belum menikah. “Nanti suamimu yang memenuhi
semua keinginanmu”, begitu kata sang ayah menyikapi bucket list Trinity.
Di acara syukuran atas keberhasilan Trinity mendapat beasiswa S2 pun, keluarga
besarnya enggan menganggap itu prestasi, dan justru mengungkit status
lajangnya.
Trinity enggan mengesampingkan kebebasan, namun sejatinya ia
merenungkan tuntutan tersebut, apalagi pasca terjadinya suatu tragedi, yang
kehilangan dampak emosinya akibat kesembronoan filmnya menabrakkan paksa momen
dramatis dengan kekonyolan. Ada perbedaan antara menanggapi duka secara positif
dan kejomplangan tone rasa. Trinity Traveler termasuk kategori
kedua.
Lalu nasib mempertemukan Trinity kembali dengan Paul (Hamish
Daud Wyllie), fotografer sekaligus satu-satunya pria yang mampu menggetarkan
hati sekeras batu Trinity. Sempat ragu akan ketulusan Paul, apalagi ditambah
komentar negatif sang sepupu, Ezra (Babe Cabita), keinginan membahagiakan orang
tua pula dukungan kedua sahabatnya, Yasmin (Rachel Amanda) dan Nina (Anggika
Bolsterli), Trinity akhirnya bersedia memacari Paul. Awalnya mereka selalu menghabiskan waktu bersama, mengunjungi
banyak lokasi berdua dalam rangkaian aktivitas travelling yang dikemas
pengadeganan ala vlog jalan-jalan oleh sutradara Rizal Mantovani dan
sinematografi Ryan Purwoko (Dear Nathan, Dilan 1990, My Stupid Boss 2)
yang layak dipandang namun tak cukup cantik untuk menghipnotis. Tapi akhirnya
masalah mulai hadir.
Kesibukan masing-masing menghalangi ketersediaan waktu pun
kesetiaan Paul mulai dipertanyakan, yang turut memberi distraksi pada Trinity
sehingga mempengaruhi pekerjaannya. Kualitas tulisan menurun, pun deadline dari
klien kerap gagal dipenuhi. Hamish punya cukup kharisma supaya terlihat meyakinkan
sebagai pria tampan dengan senyum serta gombalan yang mampu mencuri hati
Trinity, dan Maudy Ayunda terbukti mampu membuat solo travelling tampak
menghibur, namun keduanya tak punya cukup chemistry agar bisa menularkan
getar-getar cinta mereka ke penonton.
Setidaknya jajaran pemeran pendukung punya cukup daya untuk
menghadirkan tawa. Trio Babe Cabita, Anggika Bolsterli, dan Rachel Amanda adalah
kombinasi yang akan membuat anda berharap mereka punya porsi sebanyak film pertama.
Sebagaimana sekelompok kawan lama yang sudah saling kenal baik, ketiganya
saling melempar selorohan, menambah dinamika yang memang filmnya butuhkan.
Sedangkan Cut Mini sebagai ibunda Trinity, walau muncul tak seberapa sering, menghembuskan
sedikit kehangatan di tengah paparan dramanya.
“Berbuat baiklah, maka kamu bakal mendapat balasannya”, “Berbahagialah”,
hingga “Jangan takut menjalani hidup secara bebas” adalah beberapa pesan yang
coba diutarakan dalam naskah buatan Rahabi Mandra yang juga menulis naskah film
pertamanya, tapi pesan-pesan tersebut tetap bisa tersampaikan andai Trinity
tidak melakoni perjalanan sekalipun. Akhirnya Trinity Traveler hanyalah
jalan-jalan menyenangkan yang kurang berkesan apalagi bermakna, walau saya
mengapresiasi bagaimana filmnya tak menyudutkan salah satu pihak terkait tuturan
tentang kebahagiaan dan kebebasan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:“Berbuat baiklah, maka kamu bakal mendapat balasannya”, “Berbahagialah”, hingga “Jangan takut menjalani hidup secara bebas” adalah beberapa pesan yang coba diutarakan dalam naskah buatan Rahabi Mandra yang juga menulis naskah film pertamanya, tapi pesan-pesan tersebut tetap bisa tersampaikan andai Trinity tidak melakoni perjalanan sekalipun.
Oke,
Film ketiga judulnya Trinity Diem Dirumah.
Posting Komentar