BOMBSHELL (2019)
Rasyidharry
Januari 08, 2020
Biography
,
Charles Randolph
,
Charlize Theron
,
Jay Roach
,
John Lithgow
,
Kazu Hiro
,
Lumayan
,
Margot Robbie
,
Nicole Kidman
,
REVIEW
8 komentar
Bombshell. Membaca judul tersebut, apa yang terlintas di benak
anda? Pasti tidak akan jauh-jauh dari bombastis, eksplosif, dan melesat cepat.
Filmnya sendiri digarap demikian. Dipacu kencang, penuh penyuntingan liar demi
merangkum setumpuk persoalan yang melibatkan begitu banyak nama. Tidak
mengejutkan, sebab penulis naskahnya, Charles Randolph, merupakan co-writer dari The Big Short (2015). Bahkan di sini dapat ditemukan pula adegan breaking the fourth wall kala Megyn
Kelly (Charlize Theron) membawa penonton mengelilingi kantor Fox News.
Tapi perlukah keliaran itu? Sayangnya
tidak. Apalagi kala sutradara Jay Roach (trilogi Austin Powers, Trumbo), yang belakangan meninggalkan skena komedi
untuk menjajal ranah drama biografi, belum begitu lihai menangani gaya tutur
semacam itu. Tapi bukan berarti Bombshell
buruk. Daya hiburnya memadai, punya beberapa poin memukau, termasuk
transformasi Theron menjadi Kelly—si pembaca berita kontroversial yang di awal
film terlibat perselisihan dengan Donald Trump kala mengonfrontasi pernyataan
seksisnya mengenai wanita—lewat riasan prostetik memukau buatan (The Great) Kazu Hiro, serta akting solid
sang aktris sendiri.
Theron mengatur suaranya supaya
terdengar serak, memancarkan kharisma dan kekokohan yang bisa membuat seisi
ruangan dia memperhatikan kata-katanya. Sosoknya sulit dikenali sekalipun anda
mengetahui partisipasinya di film ini. Melalui unggahan di Instagram miliknya,
Kelly bercerita bagaimana puteranya bingung saat melihat wajah sang ibu di
poster Bombshell. Mungkin peristiwa
itu benar adanya. Bahkan berkat penampilan Theron, bisa jadi banyak penonton
melupakan sisi kontroversial Kelly di dunia nyata.
Tapi serupa kalimat penutup
filmnya, kita tidak harus menyukai para wanita ini. Kita cukup percaya atas
cerita mereka. Cerita soal pelecehan seksual yang mengakar dan membudaya di Fox
News, khususnya yang dilakukan oleh sang bos, Roger Ailes (John Lithgow). Ailes
kerap melontarkan pernyataan ofensif, menyuruh para pembaca berita wanita mengenakan
gaun sependek mungkin, sampai melakukan pelecehan fisik di ruangannya. Semua
bungkam. Ada yang memang terbutakan oleh “kemurahan hati” Ailes termasuk
beberapa wanita yang getol mendukungnya, ada pula yang menghkawatirkan
keberlangsungan karirnya.
Salah satu korbannya adalah Kayla
Pospisil (Margot Robbie), seorang karakter fiktif yang berasal dari keluarga
Kristen konservatif dan bercita-cita menjadi pembaca berita di Fox. Robbie
paling bersinar di dua momen. Pertama, saat tangis Pospisil pecah kala menghubungi
rekan kerjanya, Jess Carr (Kate McKinnon). Kedua, sewaktu ia jadi korban nafsu
Ailes. Bagaimana Robbie tampak menahan ketakutan yang nyata, memperkuat suasana
menyesakkan yang berhasil dibangun Jay Roach dengan meniadakan musik.
Nasib Gretchen Carlson (Nicole
Kidman) ibarat sebuah peringatan bagi mereka yang ingin mengungkap tindakan
Ailes. Sempat membawakan acara ternama Fox
and Friends, ia dipindahkan ke program tak popular di sore hari karena
dianggap membangkang. Dari ekspresi Kidman, bahkan saat Carlson memaksakan
senyum pun, kita bisa merasakan amarah yang berkecamuk dalam batinnya. Akhirnya
Carlson menolak diam, kemudian mendatangi pengacara guna merencanakan tuntutan
hukum terhadap pelecehan yang diperbuat Ailes. Tapi prosesnya tidak mudah.
Sebab kembali, risikonya tidak main-main.
Randolph sempat menampilkan sebuah
peristiwa miris sekaligus menggelitik, sewaktu jajaran pembawa acara wanita Fox
menyampaikan sangkalan mereka atas tindakan Ailes, sembari sibuk berusaha
mengamankan tubuh mereka yang dipaksa diobral di layar kaca. Situasi tersebut
menggambarkan kegelisahan luar biasa. Kegelisahan akibat tubuh mereka
dieksploitasi, pula kegelisahan perihal memberikan pengakuan jujur. Dilema itu
menarik dieksplorasi, namun paparannya cuma hadir di permukaan via deretan
dialog eksposisi. Padahal bayangkan saja, betapa besar film ini bisa berdampak pada
dunia nyata untuk mendukung keberanian korban-korban pelecehan mengungkap
kebusukan si pelaku.
Potensi menggali lebih dalam
tenggelam oleh keliaran progresi cerita dan pengadeganan. Deretan peristiwa
gagal dipresentasikan secara rapi, berondongan dialog dilepaskan membabi buta,
sementara tokoh-tokoh datang dan pergi. Bombshell
membutuhkan lebih banyak suntikan rasa ketimbang gaya. Beruntung, di
beberapa titik terbaiknya, film ini mampu bersinar. Momen uplifting kala para wanita akhirnya memilih untuk melawan, sedikit
kejutan apabila anda tidak sepenuhnya mengikuti perkembangan proses hukum
Ailes, juga konklusi bernada positif yang tetap menyiratkan kengerian berupa
siklus seksisme yang tak kunjung menampakkan ujung.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:Mas Rasyid,
Jujur aja ya, tanpa liat trailer dan baca siopsis (tanpa menunggu review dari Mas Rasyid jugak), gw langsung nuntun film ini di hari dan jam tayang reguler pertama, dengan jumlah penonton yang sangat sedikit..
Hanya liat posternya saja, berharap film ini film action macem ocean 8 🤣🤣🤣
Overall, menghibur sih..
Baru kali ini gw nuntun film "drama serius (baca:biography)" dan nggk ngantuk 🤭🤭🤭
Yang gw suka dari film ini, backsound instrumental ringan yang mengiringi acting memukau Margot Robbie..
Review Under Water donk Mas, sebelum gw nuntun hari ini..
Hari pertama dan jam pertama tayang, ahahahaha..
Saya baru saja mulai nonton serial the morning shownya jennifer aniston,ceritanya juga mirip2 dengan peristiwa di film ini,apa juga terinspirasi dari kejadian ini,mas?
Pemainnya layak dapet Oscar?
Beda. Serial yang terinspirasi dari kasus Gretchen Carlson itu "The Loudest Voice"
Penulisan nama di posternya salah bang... kebalik ,
Lihat lagi baik-baik
Maksudnya di poster ,urutan fotonya nicole kidman, charlize theron, dn margot robbie .. tp tulisan nama diposternya urutannya salah gak sesuai foto wajah aktrees nya...
Bener kok itu. Theron-Kidman-Robbie
Posting Komentar