REVIEW - THE TOMORROW WAR

6 komentar

(Tulisan ini mengandung SPOILER)

Invasi alien merupakan salah satu formula favorit di blockbuster. Alien menyerbu, dunia terancam kiamat, manusia di ambang kepunahan. Tapi berapa banyak yang mampu benar-benar menerjemahkan situasi tersebut? Sense of urgency kerap dikesampingkan demi aksi sebesar mungkin. The Tomorrow War, selaku debut penyutradaraan live action dari Chris McKay (The Lego Batman Movie) termasuk satu dari segelintir judul yang sanggup melakukannya.

Desember 2022, dunia dikejutkan oleh kedatangan pasukan dari tahun 2051. Mereka memperingatkan soal invasi alien bernama Whitespikes, yang dalam waktu singkat telah menghancurkan peradaban manusia. Bala bantuan tentara dikirim ke masa depan, namun hanya 20% berhasil selamat, meski setiap penugasan hanya berlangsung seminggu. Alhasil, sekitar setahun berselang, warga sipil mulai dikirim, menimbulkan pertanyaan, "Apakah perlu mempertaruhkan nyawa demi perang yang bukan milik kita?". 

Berita di televisi, cerita-cerita dari mereka yang berhasil selamat, semua sarat sense of urgency. Ketegangan. Perasaan bahwa kondisi dunia memang sedang di ujung tanduk. Lalu tibalah giliran protagonis kita, Dan Forester (Chris Pratt), mantan militer yang coba beralih jadi peneliti, dikirim ke medan perang. Dia terpaksa meninggalkan istrinya, Emmy (Betty Gilpin), serta sang puteri, Muri (Ryan Kiera Armstrong). 

Tentu berat bagi Dan. Bahkan ia sempat mencoba mangkir, dengan meminta bantuan ayahnya, James (J. K. Simmons dalam sisi paling badass-nya), veteran Perang Vietnam yang kini beralih jadi ekstrimis anti-pemerintah. Tapi renggangnya hubungan mereka, membatalkan niatan tersebut. Dan akhirnya berangkat, sambil mengusung motivasi paling murni yang bisa dimiliki jagoan film aksi: keluarga. Dan berperang di masa depan dan demi masa depan. Masa depan puterinya. Tidak ada tendensi heroisme, yang mana dimanfaatkan oleh naskah buatan Zach Dean, guna melahirkan momen-momen emosional.

Sesampainya di masa depan, pasukan Dan tidak punya waktu berleha-leha. Misi sudah menanti, juga para Whitespikes yang siap merenggut nyawa kapan saja. Saat itu, jelas pula bahwa Chris Pratt memang sempurna melakoni perannya. Pratt tampak meyakinkan, bukan saja sebagai action hero, juga figur pemimpin. Turut bersama Dan adalah dua karakter pendukung, Charlie (Sam Richardson) dan Dorian (Edwin Hodge).

Charlie murni berstatus comic relief, dan walau Richardson berusaha maksimal, humor di naskahnya terlalu kering untuk dapat memancing tawa. Sebaliknya, Dorian cukup menarik. Sosoknya tidak ramah dan intimidatif. Sudah tiga kali ia terjun berperang, sementara di lehernya, tergantung kalung berbahan gigi Whitespikes. Sekilas Dorian sama seperti karakter haus darah yang biasa kita temui di film-film serupa. Nyatanya ia berbeda. Meski dengan caranya sendiri, Dorian bersedia bekerja sebagai tim. Obsesinya pada pertempuran belum mengubur sisi kemanusiaannya. 

Kembali soal sense of urgency, kesan itu McKay munculkan di deretan aksinya, yang tersaji masif, intens, penuh kekacauan yang dikemas rapi, ditemani musik menggelegar gubahan Lorne Balfe, yang senantiasa mengingatkan penonton soal betapa berbahayanya tiap pertarungan. Bentuknya pun beragam, dari misi SAR (search and rescue) hingga memburu alien untuk ditangkap. Pun masing-masing mengandung beberapa variasi aksi, seperti saat McKay menjadikan baling-baling helikopter sebagai senjata ampuh selain senapan. 

Kita bisa menaruh fokus pada aksi tanpa harus memusingkan tetek bengek perjalanan waktu. Naskah buatan Dean berhasil meramu elemen tricky ini secara sederhana, melalui penjelasan terkait banyak fenomena (salah satunya tentu saja paradoks), yang bisa diterima kalangan awam. The Tomorrow War tidak berambisi melakukan sesuatu yang ada di luar jangkauannya. 

(SPOILER STARTS)

Perjalanan Dan ke masa depan jadi lebih personal setelah bertemu Muri dewasa (Yvonne Strahovski), yang menjabat sebagai kolonel. Di sini bobot emosi filmnya meningkat. Ada sedikit kesan puitis dalam pengalaman Muri, bertemu sosok ayah dari masa kecilnya, kala ia masih layak jadi panutan, serta penuh kasih sayang. Kita semua pasti pernah merindukan kenangan indah masa lampau. Tapi sekuat apa pun kita mencoba, kenangan mustahil terulang. Muri menjalani kemustahilan tersebut. Dia merasakan lagi kenangan indah yang ingin diulanginya. 

(SPOILER ENDS)

Sayang, intensitas menurun di babak ketiga, setelah memindahkan latar waktu. Aksinya bukan lagi soal upaya putus asa untuk bertahan hidup, melainkan baku tembak medioker. Tatkala berubah jadi baku hantam, koreografi maupun tata kameranya kurang mumpuni. Tidak cukup dinamis. Tapi setelah apa yang disajikan sebelumnya, The Tomorrow War masih salah satu blockbuster paling memuaskan tahun ini. Andai filmnya berkesempatan tayang di layar lebar.....


Available on PRIME VIDEO

6 komentar :

Comment Page:
Anon mengatakan...

Jujur saya bingung sama film film rilisan streaming video gini tu nyari untung box office nya gimana yah mas? Ini menurut sumber $200 juta dollar modalnya

Rasyidharry mengatakan...

Kalo studio nggak punya platform streaming sendiri, ya dari hasil penjualan hak tayang ke streaming

Misal The Tomorrow War ini. Bujet produksi 200 jt. Dijual ke Amazon kemaren 200 jt. Udah nutup biaya produksi, tanpa perlu ngeluarin bujet marketing. Dan itu bersih. Kalo dapet 200 jt di bioskop, masih harus share revenue sama pihak bioskop

Beda lagi sama film-film Disney & WB. Karena punya streaming sendiri, ya revenue didapet dari subscription pengguna

Erlanggahari88@gmail.com mengatakan...

Spoiler alert


Ketika ngeliat J.K Simmons di film ini, pikiran saya jadi keinget meme J.K lagi nge-Gym, caption-nya sih persiapan jadi komisaris Gordon

Apa syuting film ini udah lama mas?

Chan hadinata mengatakan...

Trus pendapatan amazon dari film ini bisa ketahuan gak?? Balik modal apa gak??
Secara umum smua studio yg punya streamingan bisa ketahuan gak pendapatannya??

Rasyidharry mengatakan...

Revenue Amazon dari subscription & biaya sewa/beli film yg ditonton pengguna

Kalo TTW ini statusnya "included with prime" alias gak ada biaya tambahan setelah langganan (macem Netflix). Jadi nggak ada istilah "Amazon dapet duit berapa dari film ini?". Tolak ukur suksesnya dari jumlah penonton & "ada peningkatan jumlah pengguna signifikan nggak setelah film tayang?"

Tapi tetep nggak bisa ditentuin, film yg "included with subscription" itu ngasih duit berapa ke streaming. At least nggak dengan definisi tradisional kayak kalo dirilis di bioskop

Lain lagi kayak Mulan & Black Widow yg tayang di Dinsey+ pake early access. Bisa diitung kasarnya dapet berapa dari jumlah penonton

Rasyidharry mengatakan...

Syutingnya sekitar September 2019 - Januari 2020