REVIEW - RED NOTICE

3 komentar

Film seperti Red Notice tidak memerlukan reviu. Skor 39% (sampai saat ini) di Rotten Tomatoes tidaklah penting. Begitu pula tulisan ini, yang saya buat hanya untuk berkata, "Tonton saja, nikmati petualangan berskala global bersama tiga megabintang miliknya, lupakan tetek bengek terkait kualitas cerita dan semacamnya".

Industri film, terutama mereka yang dicap "ekspertis", belakangan terasa makin berjarak dengan publik. Kritikus cenderung memandang sebelah mata tontonan ringan, sedangkan ajang penghargaan menganugerahkan kemenangan pada judul-judul yang baru tayang (sangat) terbatas demi memenuhi persyaratan nominasi. Film semakin sulit dirayakan secara luas.

Red Notice tentu dikritisi akibat naskah buatan sang sutradara, Rawson Marshall Thurber (We're the Millers, Central Intelligence, Skyscraper), gagal menyampaikan penceritaan mumpuni. Tapi apakah kata "gagal" patut disematkan, bila memang bukan itu tujuannya? Aksi seru berbalut komedi dengan latar berbagai negara, ketangguhan Dwayne Johnson, kejenakaan Ryan Reynolds, dan pesona Gal Gadot. Itu tujuan utamanya.

Johnson berperan sebagai John Hartley, agen FBI yang terpaksa bekerja sama dengan buruannya, Nolan Booth (Ryan Reynolds) si pencuri benda seni, setelah ia dijebak oleh pencuri lain, Sarah Black (Gal Gadot), atau yang dikenal lewat julukan "The Bishop". Ketiganya menyambangi Italia, Indonesia, Spanyol, Argentina, hingga Mesir, guna mencari keberadaan telur berhiaskan permata milik Cleopatra, yang konon telah hilang selama dua ribu tahun.

Agak disayangkan Red Notice tidak tayang di bioskop. Gelaran aksinya bakal makin seru di layar lebar. Menontonnya di layar televisi atau laptop cukup mengurangi keasyikkan, sehingga membuat pikiran lebih terfokus pada cerita, yang memang tidak pernah diniati untuk tampil maksimal.

Apa yang dimaksimalkan? Keunggulan tiga pemeran utamanya tentu saja. Johnson masih bisa diandalkan sebagai action hero, bahkan ketika Hartley lebih "manusiawi" dibanding karakter-karakter sang aktor biasanya. Gal Gadot adalah Wonder Woman, sehingga ketangguhannya dalam laga tidak mengejutkan. Tapi ini perannya yang paling playful, walau kesan femme fatale misterius tetap kental. 

Reynolds? Menyaksikan tiga filmnya secara berdekatan, membuat saya semakin yakin bahwa ia adalah comic genius. Caranya menangani humor melalui sarkasme dan deadpan, termasuk ketepatan timing-nya, sungguh luar biasa. 

Muncul twist di babak akhir. Bukan twist cerdas, namun selaras dengan keseluruhan "warna" filmnya, selaku petualangan mengitari dunia guna mencari artefak, yang enggan memedulikan keseriusan, bagai Indiana Jones (lagu temanya sempat terdengar sekilas di sini) versi jauh lebih ringan. 


(Netflix)

3 komentar :

Comment Page:
Chan hadinata mengatakan...

Film budget besar non bioskop kyk gini bisa balik modal gak??

Rasyidharry mengatakan...

Hmm nggak bisa dijawab juga sih. Soalnya model bisnis netflix kan beda sama revenue bioskop. Tapi karena filmnya resmi jadi "biggest opening day ever" di Netflix, ya itungannya sukses

Alvi mengatakan...

Saya suka Ryan Reynolds, tapi saya pingin aja gitu dia dpet peran sperti di Buried lagi.