REVIEW - GHOST WRITER 2

3 komentar

Saya sangat menyukai Ghost Writer (2019) yang menandai debut Bene Dion duduk di kursi sutradara. Ghost Writer 2 pun semestinya jadi debut Muhadkly Acho, sebelum perilisannya ditunda karena pandemi. Pada 2022, keduanya unjuk gigi lewat drama komedi bertema keluarga. Bene di Ngeri-Ngeri Sedap, Acho di Gara-Gara Warisan. Sama-sama memukau, seolah memperlihatkan hasil latihan dari pengalaman perdana mereka. 

Ghost Writer memang efektif sebagai ajang mengasah diri para sineas berlatar komika. Keabsurdan premis membebaskan eksplorasi humor, sementara konsep yang membahas perihal kematian pun memudahkan adanya selipan drama. Ghost Writer 2 membuktikan itu.

Naya (Tatjana Saphira) meraih kesuksesan berkat novel horornya, tapi ia mulai risih karena dicap sebagai dukun alih-alih penulis berbakat. Dia pun berniat mengubah citra itu, tapi di tengah usahanya melahirkan karya berbobot, kabar duka justru datang. Tunangannya, Vino (Deva Mahenra), meninggal akibat kecelakaan di lokasi syuting. 

Tentu saja Vino kembali sebagai hantu, tapi Naya tidak seketika dapat melihatnya. Sang adik, Darto (Endy Arfian), adalah yang pertama menyadari kemunculan Vino. Penyebabnya, Darto sedang menyentuh Naya, yang merupakan "benda berharga" bagi Vino. Naya sendiri baru bisa melihat sosok tunangannya selepas memegang kalung pemberian ibu Vino (Widyawati). 

Sebenarnya aspek ini agak mengganggu. Jika Naya memberi kemampuan orang lain untuk melihat Vino, kenapa ia sendiri, selaku "benda berharga", tak mampu melakukannya? Ada juga beberapa poin lain terkait unsur mistis yang menciptakan plot hole, tapi sebaiknya kita menerapkan suspension of disbelief agar dapat menikmati filmnya. Apalagi naskah buatan Acho dan Nonny Boenawan menawarkan penebusan dosa, dengan mengaitkan persoalan "benda berharga" tadi dengan elemen dramatik di penghujung durasi. 

Satu yang tanpa cela adalah humornya. Ghost Writer 2 merupakan film Indonesia terlucu 2022, setidaknya sampai tulisan ini dibuat. Kreatif, liar, tidak menahan diri, dan serupa film pertama, berhasil mengubah ragam situasi yang seharusnya mengerikan jadi memancing tawa. Duet Endy Arfian dan Iqbal Sulaiman paling bersinar dalam hal ini. Ketakutan mereka adalah kebahagiaan penonton. 

Sebagai sekuel, merupakan kewajaran kala Ghost Writer 2 memperluas skala, dan penceritaannya memang cukup ambisius dalam menyatukan genre. Di samping komedi romantis beraroma horor, ada pula drama keluarga yang melibatkan ibu Vino, pertanyaan soal kelayakan karya seni pop, juga latar belakang Siti (Annisa Hertami) si hantu wanita, yang menggiring alurnya merambah isu perdagangan manusia. 

Tidak semua transisi berlangsung mulus. Walau saya menyukai pilihan kesimpulannya, perjalanan Naya mempertanyakan bobot tulisannya (yang sebenarnya sejalan dengan proses sang protagonis menerima jati dirinya) jelas kekurangan porsi eksplorasi. Demikian pula drama keluarganya, tapi di sinilah kualitas akting serta sensitivitas para pembuatnya tampil sebagai penolong. 

Pilihan last shot-nya menarik. Menampilkan salah satu karakter menatap ke arah kamera, rasanya seperti tengah menonton tribute bagi figur dunia nyata yang telah pergi, di mana ia berpamitan pada orang-orang tercinta (saya bisa membayangkan, kalau di biopic, momen itu bakal disusul teks yang merangkum kehidupan si tokoh). Menyentuh. 

Di departemen akting, bahkan sedari momen kematian Vino hati saya sudah diiris oleh luapan emosi Tatjana dan Widyawati. Lalu di klimaks, melalui adegan yang seperti jadi momentum Acho melatih kemampuan mengarahkan long take, Widyawati menunjukkan alasannya pantas disebut "legenda". Karena di film seringan ini pun, ia sama sekali tak mengurangi olahan rasanya. Bahasa tubuhnya menyampaikan duka, tapi juga penolakan. Entah yang berasal dari fakta bahwa Vino telah tiada, maupun bentrokan perasaan kala hati kecilnya menyadari sudah bersikap keliru pada si putera tunggal. One of the best performances I've seen this year.

3 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Review The mauritanian mas

Anonim mengatakan...

menarik sih buat di tonton, apalagi abis baca juga tadi dari blogger orang coba cek deh Bahasfilm

Anonim mengatakan...

Udah review film old karya m.shyamalan belum bang ?