REVIEW - CLOSE

13 komentar

Close adalah suguhan unik. Perwakilan Belgia di Academy Awards 2023 ini adalah film queer. Tapi ia bukan membicarakan seksualitas. Bahkan sampai akhir, tidak pernah diungkap apakah hubungan dua karakternya sebatas pertemanan atau bersifat romantis. Status keduanya tidaklah penting. 

Dua protagonisnya bernama Léo (Eden Dambrine) dan Rémi (Gustav De Waele). Musim panas jadi saksi keintiman mereka. Keduanya bermain, bahkan bermalam bersama. Kedekatan itu berlanjut saat sekolah dimulai, sampai muncul pertanyaan dari para siswa, "Apakah kalian pasangan?". Tanda tanya yang menjurus ke arah interogasi penuh prasangka serta aroma homofobia. 

Rémi tidak ambil pusing, namun Léo merasa risih. Perlahan ia menjauh, berkumpul dengan teman baru, membicarakan sepak bola, pula bergabung di tim hoki es. Léo bagai ingin membuktikan kejantanannya. Lalu di pertengahan durasi, muncul kejutan bak sambaran petir di siang bolong. Sambaran yang menyakitkan sekaligus meremukkan.

Sekali lagi, orientasi seksual Léo dan Rémi tidak penting. Hanya ada satu fakta: Prasangka menghancurkan mereka. Prasangka yang sekilas terdengar seperti rasa penasaran biasa, tapi berujung menghadirkan luka yang luar biasa bagi banyak pihak. 

Lukas Dhont selaku sutradara sekaligus penulis naskah (bersama Angelo Tijssens) mengemas filmnya dengan lirih. Kesunyian dipecahkan bukan oleh kebisingan, melainkan bisikan lembut dari mulut karakternya. Hasilnya menghipnotis. Prinsipnya serupa dengan proses komunikasi sehari-hari, di mana atensi lebih mudah didapat saat lawan bicara membisikkan kata-kata tepat di telinga kita. 

Akting jajaran pemain mendukung pendekatan di atas. Eden Dambrine mewakili kegamangan individu yang terjebak di tengah kejujuran hati dan norma masyarakat. Émilie Dequenne sebagai Sophie, ibu Rémi, turut menjadi motor emosi melalui upaya si karakter beranjak dari duka. Léo dan Sophie kerap meluapkan jeritan. Lebih tepatnya jeritan hati yang cuma bisa didengar menggunakan empati. 

Elemen queer dalam Close juga menyentil soal tuntutan bagi laki-laki untuk meredam luapan emosi. "Laki-laki tidak boleh cengeng" kalau kata orang-orang. Alhasil, sedari kecil laki-laki tak punya cukup ruang untuk berlatih menangani emosi. Dari situlah isu queer dan coming-of-age filmnya bersinggungan dengan mulus. Léo belajar membuka diri, membicarakan perasaannya, kemudian menghadapi duka. Itulah bentuk pendewasaan. Tidak hanya secara biologis, tapi juga psikologis. 

Di satu titik lengan Léo patah di sebuah pertandingan hoki. Melihat Léo menangis ketika dipasangi gips, alih-alih memaksa si pasien agar "man up' dan menahan sakit, sang dokter justru berkata, "A broken arm does hurt right?". Memandang luka batin pun semestinya demikian. Kesedihan itu menyakitkan. Berpura-pura tak merasakannya bukan bukti kekuatan atau kejantanan, tapi sebuah tindakan yang menghancurkan. 

(Klik Film)

13 komentar :

Comment Page:
vian mengatakan...

Kolom komentar masih aman Mas Rasyid 😃

Abhiem mengatakan...

Team Gercep kalo mas Rasyid habis posting. Makasi udah dibuat review nya mas. Seperti biasa saya terpesona dengan diksi dan opininya. Keren mas!

Anonim mengatakan...

film lgbt+ selalu menarik di bahas apalagi di tonton

sudah nonton : bagus

Anonim mengatakan...

Menanti ulasan My Postman dari Harry One Direction

Anonim mengatakan...

abis baca review, ya nonton dong...pecinta film banget...bagus ini film

thanks mas rasyid

Anonim mengatakan...

Ente semacam sdh agen PELANGI ya mas ? Gercep banget klo mreview film homo??#shameOnYou

Anonim mengatakan...

Bacot bacot bacot

Anonim mengatakan...

Lu kalau mau bermoral jangan nanggung2 tong. Sekalian lu protes semua film percintaan remaja yang tayang di Indonesia. Apa karena pacaran udah diromantisasi dari zaman dulu? Apa kalau asal straight semua termaafkan? Dasar kaum standar ganda :D

Anonim mengatakan...

terimakasih mas rasyid atas review nya dalam semua film film nya

Anonim mengatakan...

Kalo suka nonton, kalo tidak sepakat, tetaplah beradab. Lah inikan lamannya movreak, ya sukak2 yg punya lah... Tq mas Rasyid atas ulasan2 dari sudut pandangmu

Anonim mengatakan...

aneh banget sama orang yang belum nonton tapi sudah ngasih komentar

Tahu darimana coba

kalaupun dari review, namanya selera belum tentu sama, untuk semua film

gue sudah nonton atas semua film yang di review sama mas rasyid

mencoba cerdas dalam literasi

thanks mas rasyid atas review film film nya

Anonim mengatakan...

Yang gak suka film ini mereka yang jadi agen bully itu sendiri, buat aku yang ngerasain banget diposisi itu sangat sakit

Anonim mengatakan...

film bagus, nggak ada yang salah dalam film ini...nikmati aja sebagai pecinta film