ARINI (2018)
Rasyidharry
April 05, 2018
Aura Kasih
,
Cukup
,
Haydar Salishz
,
Indonesian Film
,
Ismail Basbeth
,
Morgan Oey
,
REVIEW
,
Romance
,
Titien Wattimena
16 komentar
Bayangkan sebuah puzzle bergambar gajah. Hampir seluruh
keping telah tersusun kecuali bagian belalai dan gading yang ternyata hilang.
Tentu anda sudah bisa menebak bahwa itu gajah, namun ketidaktuntasan itu pastinya
mengganjal. Lagipula esensi puzzle bukan menanyakan “gambar apa?”, melainkan
bagaimana potongan-potongan kecil dapat membentuk satu kesatuan besar. Arini sama seperti itu. Film panjang
kelima Ismail Basbeth (Another Trip to
the Moon, Mencari Hilal) selaku adaptasi novel Biarkan Kereta itu Lewat, Arini karya Mira W. ini adalah puzzle
yang tidak selesai.
Saya belum membaca novelnya, pula menonton film versi 1987
(berjudul Arini, Masih Ada Kereta yang
Akan Lewat) yang menampilkan pasangan Widyawati-Rano Karno. Tapi saya bisa
merasakan bahwa di balik presentasi 80 menit ini tersembunyi tuturan soal
pemberdayaan wanita, hubungan beda usia yang berdampak pada interaksi berupa
benturan pola pikir, kegelisahan tentang cinta, hingga beragam kompleksitas
lain, termasuk yang ditampilkan melalui sebuah twist di pertengahan kisah. Sayang, semua tersembunyi terlampau
dalam dan urung mencuat merasuki hati serta pikiran penonton.
Naskah buatan Ismail Basbeth dan Titien Wattimena (Dilan 1990, Hujan Bulan Juni, Salawaku)
menerapkan teknik non-linier di paruh awal. Kita diajak maju-mundur mengamati
Arini (Aura Kasih) di masa lalu dan kini. Timbul pertanyaan, mengapa di kedua
masa yang terpisah 13 tahun itu sikap Arina bertolak belakang? Sama-sama
diawali perjalanan di atas kereta (satu di Jerman, satu di Indonesia), Arini
masa kini tampak dingin cenderung ketus. Walau sejatinya kebanyakan orang pasti
bersikap sama kala didatangi pria asing macam Nick (Morgan Oey) yang mendadak minta
bantuan untuk sembunyi karena naik kereta tanpa karcis.
Nick 15 tahun lebih muda dari Arini. Muda, riang, penuh
semangat, juga gila. Kegilaannya terlihat ketika Nick tiba-tiba muncul di
apartemen Arini. Ya, ia memiliki alasan jelas (selain jatuh cinta pada
pandangan pertama), yaitu mengembalikan telepon genggam yang tertinggal. Tapi
setelahnya, Nick menolak pulang, membawakan bunga, memaksa tinggal untuk makan
malam. Di sini ketidaklengkapan puzzle tadi berpengaruh. Penggambaran bahwa
Arini diam-diam mencari cinta dipaparkan kurang tegas. Arini seperti wanita
yang gagal belajar dari trauma masa lalu dengan Helmi (Haydar Salishz) si
mantan suami. Motivasinya kabur.
Arini berujung jadi satu lagi simplifikasi kisah cinta, kala suatu film memaksa penonton menerima sikap karakter
atas dasar “cinta tidak peduli logika”. Arini dan Nick pun menghabiskan sehari
bersama di Heidelberg. Pertemuan yang diakhiri kurang menyenangkan, sebelum
filmnya melompat beberapa waktu ke depan sambil memindahkan setting ke Indonesia.
Bisa ditebak mereka bertemu lagi, meski sukar dipahami alasan Arini begitu saja
memaafkan Nick, bocah yang mencaci-maki hanya karena gagal meniduri wanita. Selanjutnya
hubungan keduanya bergerak lebih cepat dari Shinkansen, minim eksplorasi di
ranah proses.
Sukar mencintai romantika instan begini kalau bukan
didorong penyutradaraan plus akting. Morgan tampil beda. Walau
sesekali terlihat memaksakan untuk menjadi pemuda “ekspresif”, penampilannya
menyenangkan disaksikan. Begitu pula Aura Kasih, yang menyimpan masalah serupa,
yakni terlalu berusaha nampak dingin dan ketus. Menyatukan keduanya
adalah penyutradaraan Ismail Basbeth yang sekali lagi berhasil menekankan olah
rasa. Dibantu reka ulang lagu-lagu klasik seperti Mencintaimu dan Kaulah
Segalanya (dibawakan Morgan dan Claresta), Basbeth memunculkan romantisme
dari kehambaran naskah. Simak adegan ciuman pertama yang enggan terburu-buru, sabar
membangun tahap demi tahap pertukaran rasa melalui saling tatap dua pemeran
utama.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
16 komentar :
Comment Page:mayoritas penonton anak muda or anak muda zaman old?
"Arini"-nya Rano Karno ada sekuelnya ya, Mas ? Apa mungkin "Arini" yang sekarang juga bakalan dibuat sekuel ? Pasti bakalan lebih kompleks deh tuh konfliknya.
Pas Jogja dua bulan kemudian kirain masih di masa lalu. Gak taunya lagi di masa sekarang.. selebihnya oke sih.. Btw Arini bikin sesek napas pas di close up haha
Chemistry-nya gimana nih Mas?
Btw,,projek "Dongeng Mistis" kapan rilis?
@Teguh campur sih kayaknya
@Pramudya Ada "Arini II" dulu. Kalau sekarang mau dibuat sekuel, kompleksitasnya jangan diilangin kayak film ini.
@Ungki tuh udah dibahas masalah chemistry yang kurang klop. Soal "Dongeng Mistis" belum bisa jawab. Rencana tengah tahun, tapi masih tunggu kabar dari 21. Doakan :)
Ditunggu kabar selanjutnya Mas. All the best buat projeknya and can't wait to see...
Ditunggu kabar selanjutnya Mas. All the best buat projeknya and can't wait to see...
Thanks! Tapi nggak terlibat banyak sih, pas post-production udah mau kelar. 😁
@Mas Rasyid Nah semoga aja Mas, apalagi kalo nanti yang nontonnya kids zaman old ada unsur yang diilangin aja pasti pada gak puas. Di sekuelnya nanti (kalo dibikin) kayaknya temanya jadi lebih dewasa ya, Mas ? Apa nanti kalo kids zaman now yang nonton bakalan bisa tetep nikmatin ?
Soal terlibat banyak atau enggaknya gak masalah Mas. Yang penting kinerja dan ikut andilnya yang turut menyumbang terciptanya sebuah karya. Itu intinya sih Mas, hehe
@Pramudya Oh yakin sih versi yang sekarang ini, penggemar Rano Karno-Widyawati dulu pasti nggak puas. Well, kalau yang dimaksud dengan anak zaman sekarang itu fans Dilan, ya nggak suka.
@Ungki Mantap. Tunggu pembahasannya nanti kalau udah mau rilis
@Mas Rasyid Mungkin karena ada beberapa adegan atau unsur dalam novel yang gak dimasukin jadi kayak ada yang ngeganjal ? Gak cuman ditujuin ke fans Dilan aja sih, ya kayak remaja pada umumnya yang suka drama-romantis gitu, Mas. Apa relate-nya suatu film dengan kehidupan si penonton berpengaruh dalam menikmati film itu sendiri ?
Nggak berani komen soal kesesuaian novel, belum baca soalnya.
Oh jelas. Kadar menikmati film kan ditentukan sama selera + pengetahuan, 2 hal yang dibentuk dari pengalaman hidup.
@Mas Rasyid Hehehe, oke2 Mas. Oke makasih Mas buat petuah sama review-nya.
Bang, ismail basbeth yg main grave torture kan ya? Kayaknya dia anak buahnya joko anwar. Btw biasanya novel mira w ada unsur seksualitas nya. Pernah baca novelnya yg sampai maut memisahkan kita.
Yap, yang jadi pocong. Tapi bukan anak buah juga sih. Beda "tongkrongan" 😁
Well di sini ada sih, tapi mild. Dan Nick berasa jadi cowok mesum doang
Posting Komentar