GHOST WRITER (2019)
Rasyidharry
Juni 06, 2019
Bagus
,
Bene Dion
,
Comedy
,
Deva Mahenra
,
Endy Arfian
,
Ernest Prakasa
,
Ge Pamungkas
,
horror
,
Indonesian Film
,
Nonny Boenawan
,
REVIEW
,
Tatjana Saphira
12 komentar
Apa yang lebih susah dari membuat
komedi lucu? Membuat komedi lucu bertema unik seraya membangun humor sepanjang
film berdasarkan tema tersebut. Debut penyutradaraan layar lebar Bene Dion
Rajagukguk—sebelumnya menulis naskah dwilogi Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!, Stip & Pensil, Suzzanna:
Bernapas dalam Kubur—ini mampu melaksanakan tugas berat tersebut.
Sesungguhnya, dalam lingkup
perfilman, konsep pertemanan atau romansa dua dunia jauh dari kesan baru. Baik
vampir, monster, alien, zombie, sampai hantu, semua pernah menjalani hubungan
dengan karakter manusia. Tapi Ghost
Writer menyimpan kesegaran tersendiri berkat premisnya: What if your ghost writer is a real ghost?
Alkisah, Naya (Tatjana Saphira)
adalah penulis yang tengah melalui masa sulit, meski membiayai hidupnya dan
sang adik, Darto (Endy Arfian) selepas meninggalnya kedua orang tua. Pasca
kesuksesan karya perdananya, ia belum juga menerbitkan novel baru. Alasannya,
ia enggan menjual idealisme, menolak pendekatan opera sabun sebagaimana
ditawarkan penerbitnya. Naya memang idealis bergengsi tinggi. Walau terhimpit
urusan finansial, ia menolak bantuan kekasihnya, Vino (Deva Mahenra) dan ngotot
memasukkan Darto ke sekolah bergengsi.
Itulah mengapa ia tak pikir dua
kali kala menemukan rumah besar berharga murah. Sebaliknya, Darto curiga harga
murah tersebut dikarenakan rumah itu angker. Naya bersikap skeptis menanggapi
ketakutan Darto, namun setelah ia mengambil buku harian di loteng lalu berniat
menjadikannya sebuah novel, peristiwa-peristiwa mistis mulai menimpanya.
Rupanya buku itu milik hantu bernama Galih (Ge Pamungkas) yang meninggal bunuh
diri di sana. Nasib tragis Galih menarik atensi penerbit, tapi si hantu menolak rencana mengangkat kisah hidupnya ke dalam novel.
Meski sempat takut, perlahan Naya
mulai akrab dengan Galih, berusaha meminta persetujuannya, bahkan menawari
posisi sebagai ghost writer. Serupa
konsep Death Note Naya bisa melihat
dan menyentuh Galih selama ia memegang buku harian tersebut. Hubungan keduanya
menggemaskan, penuh kecanggungan menggelitik berkat kecerdikan naskah garapan
Bene bersama Nonny Boenawan dalam mengimajinasikan interaksi kasual antara
sosok hidup dan mati.
Penampilan dua pemeran utama juga
banyak membantu, menghantarkan humor lewat gaya yang mencerminkan kondisi
masing-masing karakter. Jika Tatjana begitu hidup, penuh semangat serta
antusiasme, dan terkadang tidak tahu malu, Ge memaksimalkan metode deadpan. Kata-kata selalu meluncur dari
mulut Naya, dan seringkali ucapan anehnya membuat Galih kehabisan kata. Kekontrasan-kekontrasan
itu melengkapi dinamika kedua tokoh utama. Di luar lingkup Naya-Galih,
naskahnya tetap konsisten melempar banyolan bertema hantu dan kematian.
Contohnya melalui Abdul (Muhadkly Acho) dan Iwan (Arie Kriting), dua karyawan di
kantor tempat Naya menerbitkan novelnya, yang tidak pernah jemu berdebat
perihal mistis.
Selain penulisan cerdik,
penyutradaraan Bene turut berjasa menambah kadar kelucuan. Mengawali karir
sebagai komika membuktikan pemahaman Bene soal timing, yang nampak betul dalam caranya menyusun aliran adegan.
Belum seluruhnya mulus, tapi secara umum, Bene tahu bagaimana agar saat suatu
adegan berakhir, ada rasa penasaran tertinggal di benak penonton. Kita
dipancing bertanya, “Kelucuan apa yang
sedang menanti?”, sebelum melontarkan jawaban yang dibungkus ketepatan timing. Sayang, kebolehan serupa urung
ditemukan kala ia mengarahkan situasi horor, yang mayoritas hadir medioker.
Kekurangan paling nyata dalam Ghost Writer sejatinya merupakan elemen
yang kerap ditemukan pada produksi Starvision kebanyakan: Filmnya tampak murah.
Misalnya riasan hantu yang kerap kurang merata. Benar bahwa Galih adalah hantu
jenaka, tapi sumber kejenakaan itu tak seharusnya bersumber dari tata rias
buruk. Berikutnya terkait transisi kasar antara adegan, sebuah penyakit yang
bahkan gagal dihindari film-film kelas satu milik Starvision, semisal Cek Toko Sebelah.
Ghost Writer bermula ketika Ernest Prakasa (bertindak selaku
produser di sini) membaca sinopsis buatan Nonny Boenawan, peserta kelas
penulisan skenario yang ia adakan. Ernest langsung terpikat. Wajar saja, sebab
ide Nonny memang brilian. Dan begitu sinopsis tadi berkembang menjadi film,
terbukti betapa teknis murah tetap tak kuasa membendung kreativitas kaya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
12 komentar :
Comment Page:Mas Rasyid,
Thanks atas review film lebaran nya, ke 5 nya bikin bingung, dan sampai sekarang malah belom nuntun satupun, wkwkwkwk..
Oia, di Summary ini kok nggk ada bagus/lumayan/cukup'nya yak, soalnya gw pertama kali buka movfreak selalu liat bagian ini nya dulu, hehehehe..
Tinggal Single dan Kuntilanak nih, bistu langsung cus nuntun.. yeeay!!
Sekalian, maaf lahir batin ya klo keseringan komen, klo ada komen yg julid, wkwkwkwk..
Selamat Lebaraaaaan..
Ernest pernah ngomong kalo nda salah talkshow sm bu risma & pandji,, film ngenest dibilang kyk ftv.. kyknya emang starvision kalo bru mulai budgetnya minim..
Setuju kalau produk starsvision di bilang "murah"
Padahal banyak film2 produksi mereka yg laris
Tapi kaya agak low budget ya?
Pengecualian buat Belok Kanan Barcelona yg tampil lebih "wah"
(Apa karena faktor sutradara nya ya?)
Lebih oke production value produksi Soraya atau Falcon
Makanya film Ernest walau laris manis dan banyak di kritik positif, tapi menurut saya gambarnya ga terlalu oke banget.
Ah thanks, lupa masukin tag, udah ngantuk.
Dua film itu paling nggak oke sih, apalagi Single.
Siip selamat lebaran juga!
Pak Parwez emang gitu. Urusan bujet dia coba nekan sebisa mungkin
Belok Kanan Barcelona itu mau nggak mau keluar bujet rada gede, karena scope cerita luas. Tapi itu pun kelihatan nggak mewah.
Oh jelas, kalau dari segi look, Soraya memang termasuk paling mewah bahkan di saat nggak perlu mewah hehe
Kayaknya Koh Ernest emang harus buka rumah produksi sendiri yaa bang? Model kayak Angga Dwimas gitu dgn Visinemanya.
Apa jangan2 doi udah punya barangkali?😂
Saya percaya suatu hari dia bakal ke situ. Lewat Ghost Writer kan belajar jadi produser. Serap ilmunya Pak Parwez
Kalau dibandingin ama Pocong juga Poconggg bagusan mana bang? Kan mirip tuh premis dasarnya.
Jauuuh banget kelasnya.
Jadi bagusan mana?
Jelas Ghost Writer
Posting Komentar