BRIDEZILLA (2019)
Rasyidharry
Agustus 02, 2019
Aimee Saras
,
Andibachtiar Yusuf
,
Comedy
,
Cukup
,
Drama
,
Fai Tirta
,
Indonesian Film
,
Jessica Mila
,
Lucinta Luna
,
Lucky Kuswandy
,
Rafael Tan
,
REVIEW
,
Rio Dewanto
,
Sheila Dara
,
Widyawati Sophiaan
7 komentar
Secara luas, Bridezilla tidak saja soal konflik seputar pernikahan. Ini pun
tentang sisi gelap kehidupan sosial ibukota, tentang lubang hitam yang menyedot
banyak manusia Jakarta. Apalagi kalau bukan fenomena panjat sosial. Ketika individu
menakar orang lain (bahkan diri sendiri) menggunakan nilai material.
Penonton luar ibukota bakal
geleng-geleng kepala, namun jika berada di dalamnya, mungkin anda akan merasa
ngeri. Biarpun dipresentasikan lewat jalur komedi, fenomena tersebut begitu
dekat, bahkan bisa jadi, tanpa disadari kitalah korban berikutnya (kalau
belum). Mudah memahami itu berkat efektivitas penghantara pesannya, namun selaku
kritik sosial yang dibungkus memakai sambul drama-komedi ringan, Bridezilla kekurangan dua poin vital:
kelucuan dan hati.
Karakter utamanya bernama Dara
(Jessica Milla), yang menjalankan sebuah wedding
organizer bersama sahabatnya, Key (Sheila Dara). Dara terobsesi merebut
gelar “wedding of the year” pemberian
majalah terkemuka Wedding Star, di mana Anna (Widyawati) bertindak sebagai
editor. Anna adalah wanita intimidatif pula dingin, yang rasanya terinspirasi
dari Miranda Priestly-nya Meryl Streep, yang juga terinspirasi sosok Anna
Wintour, yang saya yakin menginspirasi pemilihan nama karakter peranan
Widyawati tersebut.
Sayang, harapan Dara terancam pupus
kala pernikahan Lucinta (Lucinta Luna) yang ia organisir berujung bencana.
Reputasi Dara dan wedding organizer-nya
hancur, sedangkan para vendor dan
klien mundur teratur. Sebab serupa realita, apa pun yang menimpa Lucinta Luna
bakal jadi skandal berskala nasional. Di tengah kehancuran itu, Alvin (Rio
Dewanto) melamar Dara, memberinya ide untuk membuat pesta pernikahannya menjadi
even spektakuler demi menyabet titel “wedding
of the year”.
Perjalanan Dara tak ubahnya
biografi sosialita Jakarta. Mengawali segalanya sebagai orang berperasaan,
seiring membesarnya tuntutan sosial, mereka memaksakan diri mendapatkan hal-hal
bersifat material yang di luar jangkauan, bahka meski harus mengorbankan
semuanya. Di satu titik, Dara berpikir untuk menjual rumah demi memperoleh
cincin mahal, karena cincin pemberian Alvin yang juga merupakan warisan
mendiang ibunya, dianggap kuno oleh Anna. Begitu terobsesi meraih kesempurnaan,
Dara menjelma menjadi bridezilla
seperti para klien yang membuatnya kesal, termasuk Lucinta.
Selepas harta, langkah berikutnya
adalah mengorbankan orang-orang tercinta. Pada poin innilah persahabatan Dara
dengan Key, pula hubungannya dengan Alvin menemui cobaan terjal. Serupa banyak
orang, Dara terlalu mementingkan resepsi tapi lupa bahwa kehidupan pernikahan
sebenarnya, yang sejatinya jauh lebih penting, telah menanti di depan.
Bisa ditebak, “pulang” merupakan
jawaban bagi masalah-masalah di atas. Pulang, kembali ke keluarga dan
orang-orang terkasih lainnya. Alurnya bergerak mengikuti formula paten itu,
tapi naskah karya Lucky Kuswandi (Ini
Kisah Tiga Dara, Galih & Ratna) dan Fai Tirta serta penyutradaraan
Andibachtiar Yusuf (Hari ini Pasti
Menang, Love for Sale) acap kali kekurangan sensitvitas, lalai membiarkan
penonton meresapi momen-momen.
Serupa hidup di Jakarta,
momen-momen Bridezilla datang dan
pergi begitu saja. (MINOR SPOILER ALERT)
Paling fatal tentunya babak akhir kala pernikahan Dara dilangsungkan.
Berlatar lokasi indah dengan danau di belakang, saya bisa membayangkan betapa “mistis”
namun indah peristiwa tersebut. Dan secara natural, konflik-konflik bakal
menemukan resolusinya di sana. Tapi baik kesakralan upacara pernikahan maupun penebusan
bagi konfliknya berlangsung tanpa penekanan, berlalu begitu saja bagai
keping-keping insiden tak signifikan dalam kehidupan. Bahkan perubahan sikap Anna
dilakukan secara buru-buru, karena sepanjang film, sama sekali tak ditemukan
tanda-tanda kebaikan padanya. Berbeda dengan Miranda Priestly. (SPOILER ENDS)
Biar begitu, Bridezilla masih punya satu adegan menyentuh, tatkala Alvin melamar
dara. Sebuah kesempatan langka di mana seluruh elemen saling mengisi dengan
mulus: penyutradaraan lembut dibantu kebolehan membangun momentum, ketepatan
naskahnya memilih timing kapan
kejadian itu diposisikan, dan penghantaran hangat nan karismatik dari Rio
Dewanto.
Jajaran penampil lain tak kalah
baik. Jessica Milla mampu menangkap betapa menyebalkan seorang bridezilla tanpa harus membuat penonton
membencinya, Widyawati menghidupkan seorang wanita berwibawa yang akan membuat
siapa saja gentar bertatap muka dengannya, Sheila Dara
memperlihatkan performa kaya dinamika yang mendefinisikan apa itu “sahabat”, sedangkan Rafael Tan dan Aimee Saras masing-masing sebagai A'ang (karyawan Dara) dan Kirana si sosialita tak pernah kehabisan daya guna memancing senyum.
Tapi saya menyesalkan kurang
dimanfaatkannya talenta Lucinta Luna. Saya pernah beberapa kali terlibat proyek
bersamanya, dan saya berani menyebut kalau aktris kontroversial satu ini punya
bakat komedik luar biasa khususnya terkait kreativitas improvisasi. Di sini,
kegilaan Lucinta—sebagaimana materi humor lain—dirusak oleh pengadeganan
medioker. Tengok saja di adegan “menggelinding” yang dijadikan salah satu
materi promosi filmnya.
Serupa kelemahan di aspek drama,
adegan konyol di atas terkesan numpang lewat, terburu-buru, kekurangan punchline, enggan memberi penonton
kesempatan mencerna kelucuannya terlebih dulu. Bridezilla dan Lucinta Luna sejatinya sama saja. Sama-sama
menyimpan potensi luar biasa yang gagal dimaksimalkan. Karya terlemah Visinema sejauh ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
7 komentar :
Comment Page:menarik
paragrap terakhir aku syok bacanya
sebegitu berpotensi kah diluar kontroversinya?
Di credit filmnya.
Muncul lucinta luna atau "muhammad fatah" ?🤣
Kayaknya "Lucinta Luna" dah.
Serius. Dia itu macem sport car yang remnya blong. Harus dibenerin dulu. Dan nggak bisa dibawa asal-asalan di sembarang tempat. Tapi kalo pas, ngebut udah.
yaelah masih aja nemu komen kaya gini. Kirain pada pinter2 gitu
Gimana menurut Mas Rasyid dengan penonton dua hari pertama yg nggk sampe menyentuh angka 10 ribu?
Apakah "salah" jadual tayang yg pas bebarengan sama FF?
Padahal dari segi cast menampilkan aktor artis papan atas..
Kira'in hadir'nya LL akan mendongkrak jumlah penonton..
Mas kenapa daftar artikel yg sudah di muat di UC news g ada,, saya perlu buat meliat2 daftar film.
Posting Komentar