ONWARD (2020)

1 komentar
Melalui Onward, Pixar kembali mengkreasi dunia imajinatif mereka sendiri. Bayangkan Zootopia, tapi ganti para hewan yang berperilaku dan hidup bagai manusia, dengan makhluk-makhluk mitologi. Unicorn berebut makanan di tempat sampah seperti kucing liar, naga menggantikan peran anjing selaku peliharaan, centaur berprofesi sebagai polisi, dan lain-lain. Dan dalam dunia berisi deretan makhluk ajaib tersebut, tidak ada keajaiban berupa sihir sebagaimana selalu kita lihat di berbagai kisah fantasi yang melibatkan mereka.

Lebih tepatnya, sihir sudah menghilang, digantikan oleh teknologi yang penggunaannya lebih praktis. Tidak perlu merapal mantra, tidak perlu melalui latihan intens. Konsep menarik, walau sulit menghilangkan harapan bahwa naskah buatan sutradara Dan Scanlon (Monsters University) bersama Keith Bunin (Horns) dan Jason Headley (A Bad Idea Gone Wrong) lebih mengeksplorasi cara kerja dunianya, sebagaimana selalu jadi keunggulan judul-judul terbaik Pixar.

Di dunia inilah protagonis kita hidup. Namanya Ian (Tom Holland), elf remaja yang canggung dalam bersosialisasi. Kakaknya, Barley (Chris Pratt) terobsesi pada sejarah dunia khususnya ilmu sihir beserta petualangan ajaibnya. Sedangkan sang ibu, Laurel (Julia Louis-Dreyfus), sepeninggal suaminya, tengah menjalin hubungan dengan polisi centaur, Colt Bronco (Mel Rodriguez).

Ian tidak pernah bertemu sang ayah, dan cuma bisa mengenalnya lewat cerita-cerita Barley, beberapa lembar foto, serta sebuah kaset berisi rekaman suaranya. Hati seperti ditusuk-tusuk saat melihat Ian menciptakan obrolan imajiner dengan ayahnya menggunakan rekaman tersebut. Jika momen itu terasa jujur dan intim, mungkin karena ide kisahnya sendiri Scanlon dapat dari pengalaman personal kala sewaktu remaja, ia menerima rekaman suara mendiang ayahnya dari seorang kerabat.

Lalu bertepatan dengan ulang tahun ke-16 Ian, Laurel memberi kejutan. Sebuah kado dari sang ayah. Semakin mengejutkan, karena kado itu adalah tongkat sihir beserta mantra yang dapat membangkitkan orang mati selama sehari. Tapi akibat kurang pengalaman, Ian hanya berhasil mengembalikan kaki ayahnya. Maka, Ian dan Barley harus berpacu dengan waktu, menjalani misi guna mengembalikan ayah mereka secara utuh.

Sepanjang misi yang mempertemukan keduanya dengan berbagai rintangan, mulai dari geng motor fairy, hingga gua rahasia penuh teka-teki dan jebakan, Ian turut melatih kemampuannya sebagai penyihir muda. Keberadaan ilmu sihir (dan elemen fantasi secara umum), membantu Onward tampil lebih segar, biarpun alurnya mengusung pakem standar film road trip. Khususnya perihal spektakel, di mana Scanlon menunjukkan perkembangan pesat sebagai sutradara pasca menjalani debutnya tujuh tahun lalu.

Disokong visual memikat yang membantu menghidupkan dunia imajinatifnya (meski bukan produk visual terbaik Pixar), Scanlon menyuguhkan petualangan mengasyikkan, yang melibatkan aksi seru nan menegangkan dan proses memecahkan teka-teki sederhana. Sihir memang kerap jadi jalan penyelesai masalah, tapi tidak berakhir sebagai jalan keluar yang (terlalu) mudah, sebab Onward memastikan bahwa Ian harus belajar dan bertumbuh lebih dulu. Alhasil, pertarungan besar di klimaks jadi luar biasa memuaskan, sebab di situlah protagonis kita akhirnya membuktikan perkembangannya setelah proses panjang.

Holland dan Pratt tidak kesulitan menghidupkan figur remaja canggung dan pemuda nyeleneh, mengingat peran semacam itu sudah beberapa kali keduanya lakoni. Hal serupa berlaku pada Pixar, yang dikenal sebagai jagonya mengaduk-aduk perasaan penonton. Di sini, bahkan pemandangan kecil seperti sepasang kaki yang saling bersentuhan saja bisa begitu bermakna. Justru momen besarnya, yang diharapkan memberi puncak emosi, mungkin takkan bisa diterima semua penonton.

Pertama, perlu dipahami dahulu, pesan apa yang Onward ingin sampaikan. Seperti judulnya, ini adalah kisah soal melangkah maju. Bukan tentang mengejar masa lalu, melainkan bagaimana masa lalu berguna untuk masa kini dan nanti. Sosok ayah yang telah tiada (masa lalu) membantu Ian menyadari betapa berharganya Barley (masa kini). Ilmu sihir (masa lalu), berkontribusi pada proses tumbuh kembang Ian (masa depan). Sementara di lingkup keluarga, Onward mengajak untuk lebih memperhatikan orang-orang tercinta yang masih berada di samping kita, bukannya tenggelam pada kerinduan terhadap sosok tercinta lain yang telah tiada.

Secara dampak emosi, resolusinya bisa jadi dianggap antiklimaks, atau malah mengkhianati, oleh sebagian penonton, walau sebenarnya, pilihan konklusi itu sesuai dengan tujuan filmnya. Sepertinya Onward juga bentuk terapi pribadi bagi Scanlon sendiri. Bisa dipahami. TAPI, filmnya terlanjur memberondong dengan ekspektasi yang melibatkan hati. Dan setelah semua itu, tidak keliru bila ada penonton yang merasa dicurangi. Meminjam istilah Jawa, apa yang Onward lakukan itu “bener ning ora pener”.

1 komentar :

Comment Page:
koshkamira mengatakan...

Boleh aku berkomentar? Aku suka bgt sama film ini.. aku bahkan rela menonton film ini ratusan kali.. yg membuat aku tertarik di sini adalah sosok kakaknya.. dr awal aku lihat dia, dia sosok yg menyenangkan.. pengen bgt punya kakak sprti itu.. sayangnya dia kyk terjebak di masa lalu dan dunia yang tdk realistis.. tp akhirnya dia membuat dunia menghargai masa lalu.. persis seperti yang mas rasyid katakan di atas.. tapi aku bakal beri bintang 5 pd film ini..