REVIEW - MIDNIGHT

3 komentar

"Ganti bajumu kalau tidak mau mati", ucap Jong-tak (Park Hoon) pada adiknya, Jung-eun (Kim Hye-yoon), yang akan melakukan kencan buta. Tentu ancaman itu cuma bercanda, sebagai bentuk kepedulian Jong-tak, yang khawatir bila Jung-eun keluar malam hari memakai rok mini (atau pakaian terbuka lain), itu akan membahayakan dirinya.

Tapi nyatanya, di tengah perjalanan pulang, Jung-eun tetap jadi korban Do-sik (Wi Ha-joon), pembunuh berantai yang tiap tengah malam berburu dari dalam van miliknya. Midnight memperlihatkan, maraknya kekerasan terhadap wanita tidak ada hubungannya dengan cara mereka berpakaian, melainkan murni karena kekejaman si pelaku.....dan mungkin ditambah ketidakbecusan aparat mengusut kasusnya. 

Di malam yang sama ketika Jung-eun hilang, Kyung-mi (Jin Ki-joo) tengah dalam perjalanan pulang bersama ibunya (Gil Hae-yeon). Keduanya bisu dan tuli. Malang bagi Kyung-mi, setelah menemukan Jung-eun dalam kondisi bersimbah darah, giliran ia dan sang ibu yang jadi mangsa Do-sik. 

Ditulis naskahnya oleh sang sutradara, Kwon Oh-seung, Midnight bakal mengingatkan pada Hush (2016) karya Mike Flanagan yang mengusung konsep serupa. Bedanya, film ini mempunyai skala lebih luas, pendekatan action-oriented ketimbang thriller atmosferik, dan tak menempatkan si pembunuh dalam bayang-bayang misteri. Sejak awal kita sudah melihat wajah Do-sik, pula menghabiskan cukup banyak waktu bersamanya. 

Membawa penonton mengenali pembunuhnya, memberi "rasa aman" yang sejatinya mengurangi kengerian. Teror oleh figur tak dikenal memang lebih mencekam, pun pemakaian alat-alat pendeteksi suara milik Kyung-mi, yang beberapa kali bertindak selaku tanda atas keberadaan Do-sik, bakal lebih efektif menyulut ketegangan andai sosoknya dibiarkan misterius.

Tapi di sisi lain, pilihan itu juga memungkinkan filmnya mengeksplorasi karakter Do-sik, menggambarkannya sebagai pembunuh manipulatif, yang bukan hanya bersenjatakan otot, juga otak serta trik psikologis. Wi Ha-joon yang belum lama ini mencuri perhatian kala memerankan polisi dalam Squid Game, menangani perannya dengan baik, memudahkan penonton untuk membencinya.

Kreativitas naskah memegang kunci, berkat keberhasilan muncul dengan ide-ide menarik agar konflik terus berkembang, tidak stagnan, walau 10 menit terakhirnya agak dipaksakan (bagaimana bisa Jong-tak si mantan marinir tangguh kehilangan jejak Do-sik dalam sekejap?), pun cukup banyak porsi masih dihabiskan oleh adegan kejar-kejaran di gang sempit yang sudah (terlalu) sering kita temui di film dan drama Korea Selatan. 

Fakta bahwa ada dua karakter bisu dan tuli, turut menambah dinamika. Kyung-mi dan sang ibu dapat berkomunikasi tanpa dipahami detailnya oleh Do-sik. Ki-joo tampil solid sebagai wanita yang menolak mengibarkan bendera putih, sekaligus enggan menjadikan kondisi fisiknya sebagai kekurangan. Demikian pula Hae-yeon, yang sepanjang 2021 memamerkan jangkauan akting luas melalui tokoh-tokoh berbeda, termasuk di Law School dan Beyond Evil. 

Konklusi Midnight menyentil tendensi publik yang tak mempercayai korban, apalagi jika mereka kesulitan memahami karena keterbatasan fisiknya. Alhasil si korban harus mempertaruhkan nyawa agar dapat dipercaya. Sepanjang film, beberapa kali juga kita menyaksikan, pelaku berhasil lolos justru akibat ketidakbecusan aparat. Sekali lagi, semua bukan karena cara berpakaian.


(KLIK FILM & IQIYI)

3 komentar :

Comment Page:
Danu Alba mengatakan...

Bang, kenapa movfreak jadi susah banget ya kalo dibuka pake hp, harus pake desktop mode dulu baru kebuka

Chan hadinata mengatakan...

Babak kucing2an sungguh melelahkan

Anonim mengatakan...

bang rasyid belum nge review squid game?