DIGNITATE (2020)
Rasyidharry
Januari 25, 2020
Al Ghazali
,
Arief Didu
,
Caitlin Halderman
,
Dinda Kanya Dewi
,
Erick Estrada
,
Fajar Nugros
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
REVIEW
,
Romance
,
Teuku Ryzki
3 komentar
Dignitate jelas bukan persembahan terbaik seorang Fajar Nugros, tapi
film ini membuktikan bahwa sang sutradara/penulis naskah telah memantapkan
cirinya, terutama perihal mengocok perut penonton lewat “gojek kere”. Bahkan dalam karya terbarunya yang dipenuhi keklisean
dramatisasi khas adaptasi cerita Wattpad remaja ini, gaya tersebut tetap Fajar
pertahankan dan berujung mengangkat kualitas Dignitate, walau akhirnya tidak banyak yang dapat dilakukan, sebab ia
mendapat materi sumber yang terlanjur sukar diperbaiki.
Dikisahkan, Alana (Caitlin
Halderman) terpaksa pindah ke sekolah baru akibat suatu alasan yang baru
diungkap belakangan. Karena alasan itu pula mamanya (Izabel Jahja) bersikap
(terlalu) protektif. Di kelas, Alana duduk sebangku dengan Alfi (Al Ghazali),
siswa idola para siswi yang bukan cuma ganteng, juga berotak encer. Walau
demikian, sososk Alfi jauh dari kata ramah. Dia hanya fokus pada pelajaran,
juga kerap berlaku kasar kepada wanita, biarpun sahabatnya, Keenan (Teuku Ryzki),
berulang kali memintanya berubah.
Tidak perlu menonton ribuan film
atau membaca setumpuk novel remaja untuk tahu, walau awalnya selalu bertengkar,
Alana dan Alfi nantinya akan saling cinta. Masalahnya adalah, mereka berdua
sama-sama menyimpan masa lalu kelam. Dan bukan cerita Wattpad populer namanya,
kalau tidak ada twist berupa
keterkaitan-keterkaitan yang didasari kebetulan-kebetulan menggelikan. Ditambah
jajaran pemain berparas cantik dan tampan, bagi sebagian besar target pasarnya,
Dignitate punya amunisi lengkap untuk
membuat mereka berteriak histeris bahkan menangis.
Penonton di luar golongan tersebut
mungkin juga bakal menangis. Menangis meratapi mengapa remaja sekarang
menggilai kisah semacam ini, yang seolah tidak lengkap jika ceritanya belum berlarut-larut
guna memfasilitasi semua jenis penderitaan dan kesialan, yang memancing respon “Ya
ampun kasihan banget!” atau “Ya Tuhan, bisa-bisanya....”. Apabila filmnya
ditutup sekitar 10 menit lebih cepat, niscaya hasilnya jauh lebih baik.
“Berlebihan” adalah kata yang
paling pas menggambarkan alur Dignitate. Sangat
berlebihan, niat baik menyampaikan pesan tentang “harga diri wanita” tenggelam
dan berhenti sebagai kalimat-kalimat kosong yang keluar dari mulut karakternya
saja. Tapi selaku penulis naskah, Fajar Nugros memang tidak bisa berbuat
banyak. Tuntutan setia terhadap materi adaptasi karya Hana Margaretha demi
memuaskan penggemar tak bisa dikesampingkan, meski beberapa kebodohan semestinya
bisa diperbaiki.
Hasil pencarian gambar di Google untuk
kata "Alana" yang seluruhnya memperlihatkan wajah si karakter; mama Alana yang
dengan mudah melunak walau baru sekali bertemu Alfi; bagaimana Alana bisa
mendadak muncul di parkiran pada sebuah peristiwa dramatis jelang akhir.
Berbagai kejanggalan di atas bukanlah keabsolutan yang mustahil dibenahi.
Tapi seperti telah disampaikan,
untungnya Fajar melakukan satu “pertolongan darurat” dengan cara menginjeksi
humor-humor ringan andalannya, yang setia menyegarkan suasana di tengah tuturan
dramanya. Tahun lalu Fajar juga sempat menggarap adaptasi cerita Wattpad lewat MeloDylan, tapi keliarannya bagai
tertahan. Sedangkan dalam Dignitate, tiap
ada kesempatan, komedi selalu ditampilkan. Dan uniknya, ini termasuk salah satu
presentasi komedi terbaik yang pernah Fajar lakukan. Materinya segar, timing penghantarannya tepat, dan
jajaran pemainnya, termasuk Teuku Ryzki, Dinda Kanya Dewi, hingga dua langganan sang sutradara, yakni Arief Didu dan Erick
Estrada, mampu memanfaatkan kesempatan sesingkat apa pun.
Sedangkan pada dua pemeran utama,
terjadi ketimpangan. Sewaktu penampilan Caitlin Halderman dapat dijabarkan
memakai kata-kata yang mendeskripsikan “protagonis lovable” (lucu, bertenaga, menggemaskan, dan lain-lain), Al Ghazali
belum berubah sejak debutnya di Runaway enam
tahun lalu. Gestur, mimik wajah, maupun luapan emosinya masih kaku. Mungkin ada
unsur kesengajaan mengingat penokohan Alfi yang juga “kaku”, tapi itu bukan
berarti sang aktor harus bertingkah layaknya robot sepanjang durasi.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
3 komentar :
Comment Page:Thanks for share info,.
Akting Al gitu2 terus, emang gak cocok jadi aktor
Review Mangga Muda dong Mas
Posting Komentar