BELOK KANAN BARCELONA (2018)
Rasyidharry
September 21, 2018
Adhitya Mulya
,
Anggika Bolsterli
,
Cok Simbara
,
Comedy
,
Cukup
,
Deva Mahenra
,
Guntur Soeharjanto
,
Indonesian Film
,
Mikha Tambayong
,
Morgan Oey
,
REVIEW
,
Romance
11 komentar
(Review ini mengandung SPOILER)
Belum ada film yang mampu membawa
saya dalam hubungan cinta/benci seperti Belok
Kanan Barcelona. Saya mencintai caranya menuturkan betapa cinta dapat
mendorong seseorang berkorban meski harus menembus batas jarak dan waktu. Saya
mencintai caranya mendefinisikan “cinta sejati” sebagai seseorang yang selalu
ada di samping pujaan hatinya tanpa memaksa balik dicintai. Saya pun mencintai
masing-masing karakter utamanya. Namun saya membenci ketika narasinya mulai
terjun ke bab agama bahkan terkesan offensive
di beberapa titik.
Mengadaptasi novel Traveler’s Tale: Belok Kanan Barcelona
karya Adhitya Mulya, Ninit Yunita, Alaya Setya, dan Iman Hidayat, filmnya
mengisahkan persahabatan Francis (Morgan Oey), Retno (Mikha Tambayong), Yusuf
(Deva Mahenra), dan Farah (Anggika Bolsterli) yang kini tinggal terpisah di
empat negara berbeda. Francis adalah pianis pemenang Grammy pertama asal
Indonesia yang kini menetap di Los Angeles, Retno mengejar impiannya menjadi
chef di Copenhagen, Yusuf mulai mendulang sukses di perusahaan di Cape Town, sedangkan
Farah bekerja sebagai arsitek di Vietnam. Undangan pernikahan Francis dengan
Inez (Millane Fernandez) di Barcelona memberi mereka alasan untuk bertemu lagi,
walau satu sama lain tak mengetahui intensi tersebut.
Semua bermula dari masa SMA,
tatkala persahabatan keempatnya mulai bersemi, demikian pula cinta. Francis
menyukai Retno pun sebaliknya, Farah yang jadi tempat curhat Retno juga
tertarik pada Francis, sementara Yusuf, si “penyedia bahu” bagi kesedihan
Farah, turut diam-diam memendam rasa kepadanya. Apabila banyak film kita memposisikan
kelulusan SMA selaku pembuka, Belok Kanan
Barcelona menempatkannya di tengah, setelah terlebih dulu membawa penonton
mengarungi flashback yang menyoroti
dinamika empat tokoh utama semasa SMA, memantapkan pondasi karakter beserta
persahabatan mereka. Naskah yang disusun Adhitya Mulya (Jomblo, Shy Shy Cat) apik dalam mempresentasikan manis sekaligus
pahitnya mencintai kawan sendiri, ketika pengungkapan perasaan bak haram
hukumnya demi menjaga kelanggengan pertemanan.
Departemen akting merupakan elemen
terkuat filmnya. Morgan kharismatik seperti biasa sehingga mudah menerima saat
Francis disukai dua gadis cantik walau detail penokohannya tak seberapa digali
(baca: dia populer karena ganteng dan keren). Mikha mencurahkan emosi yang
cukup meyakinkan untuk menjadkan ini performa terbaik sepanjang karirnya, tatkala
Deva akhirnya memperoleh materi yang pas guna memfasilitasi talenta komediknya.
Tapi magnet terbesar berasal dari Anggika melalui deretan ekspresi aneh dan
ketiadaan urat malu dalam berlagak konyol termasuk merangkak di aspal, Farah
merupakan peran yang bakal membuka lapang jalannya meraih status bintang kelas
satu.
Sampai sini, Belok Kanan Barcelona bisa jadi salah satu film Indonesia terbaik
2018. Tontonan yang konsisten memberi tawa dalam pengalaman menonton
menyenangkan. Penyutradaraan Guntur Soeharjanto (99 Cahaya di Langit Eropa, Ayat-Ayat Cinta 2) pun cukup efektif
menciptakan adegan emosional saat melukiskan momen “crack-and-heal” suatu persahabatan. Berbeda dibanding caranya menangani 2 film 99 Cahaya di Langit Eropa, latar luar
negeri urung dieksploitasi sebagai lokasi cuci mata belaka, melainkan panggung
pembuktian bahwa kekuatan cinta mampu mendorong seseorang melintasi dunia.
Mengesankan, hingga elemen religi
menggedor masuk, yang awalnya dipicu perbedaan keyakinan Francis dan Retno.
Saya suka sebaris kalimat ucapan ayah Retno (Cok Simbara) yang kurang lebih berbunyi,
“Apa kamu tega membuat Francis harus memilih antara kamu (Retno) atau Tuhannya?”.
Itu cara lembut untuk berkata “Jangan memacari orang berbeda agama”. Saya tak
menyalahkan perspektif tersebut, sebab kenyataannya, hal itu sulit dijalani di
Indonesia. (Spoiler starts here) Saya pun tak mempermasalahkan konklusi sewaktu Francis akhirnya
memeluk Islam. Apa pun alasannya (sebatas untuk menikah atau memang keyakinan
personal), itu cara paling aman agar bisa menghabiskan hidup bersama.
Masalah mencuat saat Belok Kanan Barcelona melukiskan orang
Islam sebagai pemeluk agama luar biasa taat yang enggan berpindah keyakinan
demi pernikahan dan bersedia solat di tengah padang pasir, tetapi sebaliknya,
Pastor dan Suster di tengah situasi mengancam kala mesin pesawat yang ditumpang
meledak, malah bertingkah konyol, saling menyatakan cinta, merengek alih-alih
memanjatkan doa, setelah sepanjang perjalanan diperlihatkan sebagai orang-orang
menyebalkan yang tak mempedulikan sekitarnya. Apabila cuma memunculkan salah
satu (Muslim luar biasa taat atau mengolok-olok Pastor sebagai materi komedi),
tidak jadi masalah. Namun ketika dihadirkan bersamaan, secara otomatis tercipta
komparasi jomplang yang begitu mengganggu. Sengaja atau tidak, hal itu
membuktikan ketidakpekaan para pembuatnya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
11 komentar :
Comment Page:jadi agak ga imbang ya,
awalnya saya gak tertarik dengan film ini
tapi lihat review ini, jd penasaran
Belok kiri Real Madrid??
terlepas dari fakta bahwa film ini intoleran, saya tertarik, mungkin sebaiknya sineas Indonesia fokus di film action n drama, ketimbang film horor pemerkosa dompet
Film ini overall menghibur meskipun bagian menuju ending film menurut saya agak garing dan bingung mesti diakhiri bagaimana. Anggika sangat menghibur, tampil lepas. Scene pesawat rada too much dan inconsiderate karena terlalu berusaha untuk melucu.
Film ini bagus. Cuma ya itu tadi, seandainya tokoh pastur diganti dengan orang biasa mungkin tak ada yang mengganjal dan rating bisa lebih tinggu ya Bang.
@Chan Espanyol lah :D
@Raid Horor selalu jadi tambang emas di mana pun kok. Kuantitas-kualitas yang nggak seimbang juga kejadian di Hollywood, cuma kan yang masuk sini dipilih, jadi kelihatannya maju banget.
@Hendra Sebenernya nggak masalah Pastor (atau tokoh agama lain). Purpose-nya cuma humor, tapi pas di sisi lain yang Islam digambarin taat luar biasa, jadinya jomplang.
kirain AS Roma wkwkwk
saya tim ucup
Bang.. review film Aruna dan Lidahnya mana?
setuju nih... jadi mikir kalo seandainya dibalik, retno masuk kristen dan adegan di pesawat juga bukan pastor dan suster... kira kira gimana ya?
Baru liat ni film d SCTV td sore...
Potensi gede emang si Anggika ini, sayang kena Ini Talkshow jadi jam terbang film dia makin surut. Pertama jatuh cinta ama akting Anggika pas di Mau Jadi apa by Soleh solihun. D sini makin gokil n lepas. Sayang dikit sutradara yang apresiasi ama kualitas akting aktris. Jadi jatuh ke lembah ini Talkshow deh blio.
Posting Komentar