GODZILLA: KING OF THE MONSTERS (2019)

75 komentar
Godzilla: King of the Monsters adalah produk langka yang berhasil menangkap dualitas monster raksasa melalui caranya menyoroti garis pemisah tipis antara dewa agung sesembahan manusia dan makhluk pembawa kehancuran dunia. Elemen yang direalisasikan oleh sutradara Michael Dougherty (Trick ‘r Treat, Krampus) menggunakan penceritaan visual, menjadikannya suatu pencapaian spesial.

Saya tak ragu menyebut ini sebagai “film monster sempurna”, dan bersedia menyematkan rating lebih tinggi kalau bukan karena ditempatkannya deretan karakter manusia bodoh nan membosankan (beberapa juga menyebalkan) di tengah drama tanpa nyawa. Ada Dr. Emma Russell (Vera Farmiga), ahli paleobiologi sekaligus anggota Monarch, yang tinggal bersama sang puteri, Madison (Millie Bobby Brown), setelah berpisah dengan suaminya, Mark (Kyle Chandler) pasca kematian putera bungsu mereka pada peristiwa lima tahun lalu, tatkala para Titan menampakkan diri untuk kali pertama di hadapan umat manusia. Apabila Vera menjadikan pekerjaan sebagai eskapisme, Mark memilih menenggelamkan diri dalam alkohol.

Emma sedang berusaha mengembangkan teknologi untuk mengontrol Godzilla beserta belasan “Titan” lain yang berhibernasi di berbagai penjuru dunia. Monarch berniat memakai alat buatan Emma guna menjadikan Godzilla rekan, atau “tuan” jika meminjam sebutan Dr. Serizawa (Ken Watanabe). Tapi rencana itu berantakan ketika sekelompok eco-terrorist yang ingin menggunakan alat tersebut guna membangunkan seluruh Titan, berharap hewan-hewan raksasa itu bakal mengembalikan tatanan alam dan menyembuhkan Bumi.

Sederhananya, mereka merencanakan genosida. Serupa rencana Thanos, hanya saja jauh lebih bodoh. Apakah para teroris ini sungguh berpikir monster-monster itu akan berhenti menghancurkan dunia beserta populasi manusia. Pengembangan karakter Emma pun menjadikannya tak kalah bodoh. Dia dimaksudkan menjadi sosok penuh dilema yang tetap memiliki faktor pemancing simpati, bukan ilmuwan gegabah miskin logika. Madison lebih cerdas, tapi naskah buatan Dougherty dan Zach Shields (Krampus) gagal menumbuhkan kedekatan akibat jarang mengajak kita mengunjungi ruang personal karakternya.

Hal penolong dalam alur justru muncul dari mitologi kuno mengenai asal muasal tiap Titan yang sesekali dibahas sebagai selingan. Bukan bentuk pembangunan dunia yang solid apalagi pintar, tapi setidaknya menyenangkan untuk disimak, menghadirkan obrolan lebih berwarna dibanding dramanya. Rasanya seperti mendengar dongeng, namun alih-alih peri bersayap, dongeng satu ini diramaikan oleh naga berkepala tiga, pteranodon bertubuh layaknya bebatuan gunung, dan ngengat raksasa yang bercahaya bak malaikat.

Sekalinya para kaiju bertemu—yang pastinya takkan menampilkan mereka bergandengan tangan dalam harmoni—film ini mempersembahkan kekacauan yang bakal membuat penggemar kaiju bersorak, bahkan bukan mustahil terisak. Berbeda dengan film pertamanya, Godzilla: King of the Monsters lebih royal dan total, sulit membayangkan bagaimana Godzilla vs. Kong, yang bertindak selaku klimaks seri MonsterVerse tahun depan mampu menandinginya.

Sekuen aksinya—diiringi musik bombastis  gubahan Bear McCreary (Step Up 3D, 10 Cloverfield Lane) yang dapat pula memancarkan sense of wonder kala dipakai menggambarkan keagungan monster—masih sering menghindari siraman cahaya matahari, tapi kali ini bukan wujud “kekikiran”, melainkan bertujuan memberi atmosfer apokaliptik. Khususnya saat invasi Monster Zero alias King Ghidorah membuat langit gelap, dinaungi awan hitam pekat, badai ganas, hingga kilatan halilintar. Tambahkan detail kecil seperti pesawat-pesawat yang jatuh bagai hujan api dari langit, Godzilla: King of the Monsters memperlihatkan seperti apa akhir dunia.

Jika King Ghidorah dan Rodan—yang meratakan seisi kota hanya dengan melayang di atasnya setelah beberapa waktu sebelumnya memuntahkan lava dari gunung berapi—mewakili sisi “iblis” monster, maka Godzilla dan Mothra merupakan perlambang dewa. Mothra, dikenal sebagai “Queen of the Monsters”, terbang bersama pendaran cahaya cantik yang otomatis membuat orang-orang tunduk karena dikuasai kekaguman, sedangkan Godzilla “Sang Raja” memaksa semua makhluk berlutut di hadapan kekuatan tanpa tanding miliknya.

Sekuen pertarungannya riuh dan kacau, namun Dougherty memastikan penonton bisa membedakan kekhasan masing-masing monster. Rodan dengan manuver akrobatiknya, Mothra dengan kecepatan dan kaki-kaki runcing yang siap menusuk lawan, sambaran listrik King Ghidorah, hingga hantaman masif Godzilla, bertemu, menciptakan bentrokan brutal di mana kita bisa melihat raksasa terbakar, tercabik, bahkan termutilasi. Kalau anda mencintai monster raksasa, film ini mendekati surga sinema.

75 komentar :

Comment Page:
aryo mengatakan...

Godamnit... I don't know what's wrong with this movie? Film ini nyuguhin pertunjukan kebesaran, majestic, masif, indah, megah, memanjakan mata... Tapi rasanya empty... Asli bener2 empty. Ni film bener2 ga bisa menggerakkan hati sy sedikitpun untuk peduli pada apapun yang terjadi di dalamnya.

Rasyidharry mengatakan...

Wajar sih buat yang nggak ngikutin perjalanan Godzilla, Mothra, Rodan, King Ghidorah dari awal kemunculan mereka dulu. Karena buat bisa tergera harus ada keterikatan itu juga, soalnya drama manusianya flat bener

aan mengatakan...

Saya kok ngerasa film nya kayak terputus pas ending ya.kayak dipaksain selesai.begitu godzilla di"sembah" monster lain tiba2 selesai gitu aja...btw dr emma kayaknya emang abis nonton avengers...hahaha

Gantono mengatakan...

Bener juga dah emang epik total nih film, jadinya VS kong berasa kaya filler/side story dibanding ini ntar. Review laen juga kompak bilang filmnya berantakan selain para titannya. Tinggal nunggu apa bakal kejadian kaya Venom yg jelek menurut kritikus tapi sukses secara penonton

Badminton Battlezone mengatakan...

Wahhh kudu imax nih brarti. Sayang ya...film2 yang action/cgi maha dahsyat,jarang ada yg critanya juga bagus ya. Apa harus Nolan turun tangan?hahaha

Fajar mengatakan...

Secara kaiju, sangat terpuaskan. Apalagi musik tema Godzilla di tahun 1954 jadi musik utama. Megah dan epik.
Cuman drama keluarganya yg bikin sebel. Seharusnya untuk sisi manusia cukup konflik Dr. Serizawa dengan pihak militer aja. Secara Dr. Serizawa sudah muncul di film pertama.

andreanosalim mengatakan...

Film godzilla dari awal muncul juga gak pernah terlalu fokus sama human characternya. Godzilla (98) nyoba untuk lebih fokus ke karakter orangnya, tapi Godzillanya sendiri tumpul bgt. Mungkin kalo tokoh bu Emma lebih dalem lagi digali, film ini bakalan lebih bagus. Kita harus sadar jg kalo karakter utamanya adalah 4 monster tadi haha. Gue sendiri beranggap karakter org disini lebih mending daripada Aaron Taylor Johnson di film pertama yg bisa dibilang selalu apes karena kemana dia pergi, monsternya pasti akan ikut hahaha. Mothra emg jd scene stealer sih, menurut gue entrance dia lebih godly dari yg lain.

rahmadamazing mengatakan...

Film gak logis. Mana ada monster gede gitu di bumi. Aneh aja ni jepun

Hilman Sky mengatakan...

merinding pas theme godzilla 1954 terdengar.. serasa bgt tribute to classicnya..

aan mengatakan...

Sampeyan kl mau yg logis nonton film drama atau biopik.atau malah dokumenter aja.genre film kan macam2.ada fantasi..horror..ini jelas ga logis.lha film action aja banyak yang ga logis mas...film kan sbg hiburan..ga cuma mikir logis aja...

Rasyidharry mengatakan...

Tapi emang setelah itu filmnya nggak perlu konklusi lain sih.

Hmm Vera jadi dukun di Conjuring jauuuh lebih cerdas daripada jadi Doktor di sini

Rasyidharry mengatakan...

Apalagi yang direct Wingard, yang makin ke sini makin ancur felemnya. Pasti laris felem ini. Apalagi penerimaan kritikus nggak bisa dibilang jelek. Masih mixed

Rasyidharry mengatakan...

Duh, Nolan suruh latihan kasih hati ke filmnya dulu lah *dihajar fans Nolan*

Rasyidharry mengatakan...

Opsi yang menarik. Diperdalam sisi personalnya bisa itu. Cuma mungkin pertimbangannya, Ken Watanabe terlalu tua & kurang bankable buat jadi lead (well, bisa diatasi dengan nge-cast aktris muda buat jadi anak dia sih)

Rasyidharry mengatakan...

Ya gitulah, andai porsi karakter manusia yang jelek ini nggak terlalu banyak, boleh deh. Kalau gini jadi sering capek pas monsternya nggal nongol 😁

Rasyidharry mengatakan...

Mantap memang komposisi yang dipakai si Bear ini

Hilman Sky mengatakan...

@unknown, ente keturunan vulcan ya?

DENI mengatakan...

Sama seperti filmnya yg pertama, visualnya terlalu gelap, buram, dan datar. Jauh lebih suka sama Kong Skull Island, visualnya lebih estetis, unik, dan jelas, jadi pertempuran epic-nya pun lebih bisa dinikmati dan memanjakan mata. Kalo pertempuran di tengah malam remang-remang, hujan dan bersalju pula, yang ada malah capek untuk me-recognize bentuk monsternya di tengah gelap.

Anonim mengatakan...

Demi menghemat bajet kali bang mengurangi detail sang kaiju, atau untuk menunjukkan atmosfir apokaliptik nya.
Kalau visualnya cerah dan terang, otomatis nambah bajet lagi untuk memoles detail kecil dan lainnya.

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Film Godzilla skrg baik I DAN II ADALAH SAMPAH!!! mending film Godzilla Rolland Emerich kemana2. Sontoloyo, film ga ada greget nya, lbh parah dr transformer

Mahendrata Iragan Kusumawijaya mengatakan...

Eco Terroristm itu mengutip dari stand up mbak Sakdiyah Makruf kah mas?

Netizen Baik Hati mengatakan...

1. Ini film ada sekuelnya gak sih? Kayak harus nonton veris A, terus versi B dsb???

2. Bang ane lebaran gak kemana2 nih, palingan bolak-balik bioskop :D ditunggu review film2 lebaran barat dan Endonesiaaahhhnya :)

Andri mengatakan...

Mantap lah Bang....
Sempet Pusing gara-gara banyak situs ngereview, bilang kalo Godzilla 2019 dramanya kurang. Pada lupa apa kalo film Godzilla tokoh utamanya Monster, kenapa ngeributin Drama seh...
Tahun 2014 pada ribut, penampakan monsternya kurang, Giliran sekarang dikasih, eh malah nyari drama... nonton Drakor aja lah sana...

Long Live The King..

Fajar mengatakan...

Film macam Godzilla ini dimana tokoh utama mustahil punya dialog wajib belajar pada film Wall E. Di film Wall E, tokoh utama bisa berperan tanpa dialog dan manusia hanya jadi sampingan saja.

Rafli mengatakan...

Seharusnya lebih ke logis aja sih ceritanya, itu manusia2 udah di bombardir serangan godzila sama gedung2 yang runtuh gak pada mati ataupun cidera, tolong donk buat film yang agak lebih logis lagi

Rasyidharry mengatakan...

Ya ini udah dibahas di review. Memang masih cukup gelap dan banyak penghalang (petir, api, dll.) tapi beda sama film pertama yang kerasa banget cuma buat nekan budget, di sini punya dampak signifikan buat atmosfer

Rasyidharry mengatakan...

Ebuset jadi ke sini 😂

Rasyidharry mengatakan...

1. Ya harus tonton Godzilla 2014 dan Kong dulu

2. Haha semoga bisa cepet ya, kemaren ngelewatin semua premiernya jadi bakal marathon sehari

Rasyidharry mengatakan...

Emang bener dramanya nggak oke, tapi bingung juga itu sama yang protesnya inkonsisten gitu. Sekarang dikasih total monsters mayhem bilang manusianya dikesampingkan. Di situlah kadang penyakit beberapa reviewer yang doyannya "cari kekurangan"

Rasyidharry mengatakan...

Nah kalau ini lebih cocok diterapin di Kong. Cukup yakin besok di Godzilla vs Kong, treatment buat karakter dia bakal mendekati itu

Rasyidharry mengatakan...

Nganu.......

Anonim mengatakan...

So Dark. You Sure You're Not From The DC Universe?

rahmadamazing mengatakan...

So dumb. Masih lebih logis endgame dari pada film raksasa yang kehadirannya juga hanya kamhayalan. Miris

Chan hadinata mengatakan...

Mas rasyid.. punya fanbase instagram gak??
Makin kesini makin bnyk kayak anak IG yg bru baca blog review.. ngakak gw🤣🤣

Rasyidharry mengatakan...

Harap tenang, ini cobaan

Fathoucha mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Marvin mengatakan...

OOT Bang,
Once upon a time in Hollywood kapan tayang diindo ?
Keknya diluar udah pada nonton

Akbar Pradhana mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rasyidharry mengatakan...

Di sini paling ikut jadwal US (akhir Juli) atau UK (awal Agustus). Di luar itu nonton di Cannes

toho mengatakan...

Banyak fens toxic mcu yg komen sini.. sampe2 ngebandingin film kaiju sama superhore

Rafli mengatakan...

Emang lu udah jadi senior blog review gitu, parahnya yang punya blog juga dari kata2nya angkuh banget, emang prestasi lu rasyid udah sampai dimana didunia perfilman sampai jadi belagu begitu, sekelas mas joko anwar aja masih menghargai setiap pendapat orang. Gak bakal jadi orang hebat lu kalo masih memandang rendah orang lain!!!

Fajar mengatakan...

Semoga Bang Rasyid makin tabah dan sabar menghadapi komentar toxic ini. Pingin juga marah2, tapi seperti kata pepatah, "Don't feed the troll". Komen toxic dibiarkan saja. Kalau ditanggapin dia malah bahagia gembira ria.

DENI mengatakan...

Kalo gue jadi Mas Rasyid, gue malah seneng banyak yg komen walau ada yg hate, daripada sepi wkwk

andreanosalim mengatakan...

Wkwkw lucu ini. Ini film science fiction bro, semuanya ya fiksi wkwkwk. Gue lebih percaya ada monster gede di dalem bumi dan teori hollow earth daripada ada pilot cewek yg jd sakti mandraguna karena kena ledakan trus bisa terbang dan bernafas diluar angkasa kwkwkwkw. Gausah mikirin logis engganya, apa yg ada di MCU jg ga ada yg logis. Kalo mau cari yg logis, nonton dokumenter aja wkwkkwkwkw

andreanosalim mengatakan...

Nah ini gue setuju. Kayanya dari dulu formula untuk bikin film kaiju jd well written dan terhindar dari kritik belum ada deh. Soalnya beda dari Jurassic Park atau Pacific Rim yg nempatin monsternya sebagai antagonis, disini Godzilla adalah protagonis sekaligus peran utama. Tp eksplorasinya bakalan susah karena Godzilla gabisa ngmg hahaha.

aan mengatakan...

Komen pembaca ripiu pilem yang serasa pilpres pake ngegas....😂😂

Rasyidharry mengatakan...

Itulah, tetep mengakui kelemahannya, tapi tetep sadar juga, kalau di felem beginian, karakter manusia yang kuat itu bukan kewajiban nomor satu

Rasyidharry mengatakan...

Even dokumenter pun bukan 100% cerminan realita😁

Rasyidharry mengatakan...

What kind of response you're hoping for? Tiba-tiba ngomong soal felem kaiiju yang nggak logis karena nggak nampilin orang-orang yang cedera? Itu anak karakter utamanya mati lho mz, bukan cuma cedera Lagian, dari zaman Gojira jadul sampe Ultraman, detail begitu bukan jadi perhatian utama. Karena memang film kaiiju nggak butuh itu. Logika pikir itu penerapannya beda tergantung jenis filmnya.

Apa saya senior di dunia review film? Silahkan cari, ada berapa banyak blog review kita yang usianya udah 9 tahun dan masih aktif dengan visitor >150K tiap bulan. Prestasi saya nggak banyak, cuma pernah dapat nominasi Piala Maya & punya kredit sebagai produser di film layar lebar

Rasyidharry mengatakan...

Saya jawab seperlunya aja, sesuai pertanyaan hehe

Rasyidharry mengatakan...

Woy 😂😂😂

Rasyidharry mengatakan...

Untung nggak dibilang kafir karena seenaknya pake kata "surga" di review~~~

Anonim mengatakan...

btw, bukannya warga kota udah dievakuasi ya?

Anonim mengatakan...

Vlog Atta Halilintar aja ga logis bro wkwkwk

Anonim mengatakan...

Nah ini lagi orang mempermasalahkan logis ga logis.

Saya selalu bilang berulang2, "ga logis" itu cuma kritik kambing hitam yang selalu dipermasalahkan ketika sebuah film blockbuster gagal menghibur.

Orang bilang Godzilla King of the Monsters, Batman v Superman, Transformers The Last Knight, Glass, itu ga logis, padahal The Dark Knight, Avengers Endgame, Captain America Civil War, Black Panther, Aquaman, itu sama ga logisnya.

Sama-sama ga logis, bedanya cuma sebagian film berhasil menghibur sehingga ketidaklogisan itu tanpa sadar kita abaikan/maklumi, sebagian film gagal menghibur sehingga ketidaklogisan itu tampak menonjol dan mudah kita jadikan kambing hitam.

Intinya bagi saya masalah film Godzilla 2 ini bukan ga logis, tapi kurang menghibur aja, as simple as that, drama manusianya terlalu bertele-tele, pertarungan monsternya pun secara visual kurang jelas, dan durasinya terlalu lama untuk cerita setipis itu. Lebih oke KONG: SKULL ISLAND.

Eko Prasetyo mengatakan...

entah kenapa film godzilla settingnya selalu malem", jujur gw kurang menikmati, pengen bgt nonton film godzilla yg settingnya siang" di perkotaan (mirip ultraman/megazord) gitu kan lebih enak nontonnya, bayangin orang mau pergi kerja pagi" liat monster raksasa ngancurin kantornya wkwk, orang" pada nonton pertarungan monster dari balkon rumahnya, wih epic banget kayanya, semoga godzilla vs kong itu settingnya siang" di perkotaan

Faisal Fais mengatakan...

bukan fans kaiju, menurutku filmnya membosankan + melelahkan

Fariz M Rashid mengatakan...

brightness jadi kekurangan film ini sih, walau monsternya lebih banyak tapi tetep belum bisa ngalahin kegokilan final duel 1 on 1 di kong skull island yang tekstur dan detail monsternya keliatan jelas banget dan realistis banget, apalagi kalo lagi mangap tuh monster rongga mulutnya keliatan jelas dan mengerikan, pontang-panting manusianya juga lebih terasa, kalo di godzilla king of monsters ini terlalu gelapppp cuy

Anonim mengatakan...

btw, film2 awal godzilla di era film berwarna itu siang2 semua loh

Reza Aditya Putra mengatakan...

"Shin Godzilla" (2016) yg ori Jepang itu siang2 kok, dan bagus, ratingnya juga tinggi di RT, 86% certified fresh

Rasyidharry mengatakan...

Oh tenang, MonsterVerse ini emang sengaja dibuat memfasilitasi selera semua (gelap & terang). Makanya Godzilla vs Kong pasti gabungin dua gaya itu

Rasyidharry mengatakan...

Masih mending daripada yang pertama udah kayak warung doyong. This one at least has purpose. Tapi memang kayaknya sengaja style Kong yang begitu. Mewakili kepribadian karakternya sendiri (MonsterVerse jelas niat bikin Kong jadi monster yang lebih "hangat" dari Godzilla)

ei mengatakan...

baru kali ini baca ada orang nge review film ditanyain prestasi wkwkwk...

buat yg suka baca review film, saran gw... carilah reviewer yg sesuai ama selera kalian, karena masing - masing punya selera dan bahasa sendiri2, ga mesti kok disini dibilang bagus dan dan dilain tempat juga dibilang bagus.

dari banyak blog review film sih blog ini paling sesuai ama selera gw selain horrorsakarepdewek wkwkwkwk... jadi jangan nyalahkan reviewer nya, kita yg kudu cari mana yg sesuai ama selera kita...

Anonim mengatakan...

baru kali ini? kemana aja lu bro? di indonesia emang udah biasa yang begitu haha

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

setuju sama komenan di atas, berasa cape nonton film ini karena manusianya kebanyakan konflik dan pertarungan monsternya remang-remang

ane yakin kalo ini dikurangi drama manusianya, ditambah lagi dikit porsi pertarungannya, dan setting filmnya siang-siang/sore/magrib, pasti di RottenTomaoes bakal fresh dan bisa tembus 2 billion USD

Unknown mengatakan...

Yap betul itu. Sama kayak film sendiri, kecocokan ke reviewer juga tergantung selera.

I love Horrorsekarepdewek too. Salah satu inspirasi bikin blog ini

Unknown mengatakan...

Nggak akan 2 billion juga sih. Godzilla itu biarpun isinya monster, termasuk segmented lho. Dapet 700 juta udah keren itu sebagus apa pun reviewny

Anonim mengatakan...

Tapi rata2 penonton pada suka loh film raksasa contoh Transformers dan Jurassic World pun walau jelek tapi selalu tembus 1 billion

Rasyidharry mengatakan...

Nah beda itu. Jurassic Park karena film original-nya (yang dulu belum dibikin pakai treatment film raksasa) klasik. Kalau Transformers sejak awal dipasarkan sebagai film blockbuster "keren" semua kalangan. Beda sama Godzilla yang tetep ada unsur "nerd" (siapa kenal Mothra, Rodan, Ghidorah yang jadi jualan utama?). Makanya Pacific Rim, mau gelap apa terang, nggak akan sampai semilyar. Karena konsep "robot dengan pilot" itu niche yang agak segmented. 'Godzilla vs Kong' punya peluang sampai angka itu, karena dijual sebagai klimaks. Selama review & WoM super positif

Anonim mengatakan...

harap sabar itu cobaan bang rasyid, secara saya pelanggan review bang rasyid yang 90 % reviewnya mendekati pemikiran saya setelah menonton filmnya. mungkin rafli masih belum terbuka mata batinnya bang

oktabor mengatakan...

logas logis logas logis.. mari kita kulik kulik tentang Titan titan yang katanya ga logis ini.

1. Godzilla / gojira diciptakan di jepang sebagai bentuk penggambaran kekuatan bom nuklir yang pernah menghantam jepang kala itu. Makanya di film ini godzilla digambarkan makan radiasi, mengandung radiasi, dan senjatanya atomic nuclear blast.

2. Pernah melihat wujud hewan hewan nyata yang wujudnya ajaib? hewan yang badannya transparan? ada. Hewan yang bisa bercahaya? Ada. Hewan yang bisa numbuhin anggota badan? ada. Hewan yang badannya guede banget? ada. Hewan yang mengandung listrik? ada. Hewan yang tahan bom nukir? ada. kecoa namanya.
soal size kenapa kita harus menyangsikan keberadaan makhluk super size kaya titan? dinosaurus aja ada yg badannya gede banget. Dinosaurs were titan on this earth. We're all just tiny creature with active brain, guys.

3. sadarilah bahwa ini film yang pasti ada unsur hiperbola demi memuaskan mata penonton. Di MCU ada rakun bisa kirim email,bro..kurang ngayal apalagi coba. hehe

---------------ALL HAIL THE KING---------------------------

Unknown mengatakan...

Itu karena selera tidak pada tarah masterpiece ini jadi wajar saja sifat ketidaksukaan pada film ini mincul,catatan ini film kaiju bukan pemikat Oscar

Unknown mengatakan...

Selogis logis nya film memang tidak pernah logis. Kelogisan otak anda pada film yang perlu dipertanyakan

iWatchOnline mengatakan...

I love Godzilla 2019 movie so much. That was a fantastic review. Nailed it :D