SUZZANNA: BERNAPAS DALAM KUBUR (2018)
Rasyidharry
November 17, 2018
Alex Abbad
,
Anggy Umbara
,
Asri Welas
,
Bene Dion
,
Ence Bagus
,
Herjunot Ali
,
horror
,
Indonesian Film
,
Kiki Narendra
,
Lumayan
,
Luna Maya
,
Opie Kumis
,
REVIEW
,
Rocky Soraya
,
Teuku Rifnu Wikana
,
Verdi Solaiman
30 komentar
Judul film ini terdengar seperti gabungan
antara Bernafas dalam Lumpur (1970)
dan Beranak dalam Kubur (1971), dua
film yang dibintangi Suzzanna Martha Frederika van Osch. Judul yang disebut
pertama bukan horor, namun drama, yang konon merupakan film Indonesia pertama
yang berani menonjolkan seksualitas, pemerkosaan, juga kata-kata kasar, dengan “sundel”
alias “sundal” alias “pelacur” sebagai salah satunya. Menariknya, elemen-elemen
plot Suzzanna: Bernapas dalam Kubur banyak
mengambil inspirasi dari Sundel Bolong (1981).
Kebetulan? Sepertinya begitu. Tapi
saya bakal percaya jika muncul pernyataan bahwa easter egg di atas adalah kesengajaan. Sebab orang-orang di balik Suzzanna: Bernapas dalam Kubur terbukti
paham betul kriteria yang harus dipenuhi kala membuat “Film Suzzanna”. Ini
bukan biopic, bukan pula remake, melainkan penghormatan yang
dilakukan dengan benar, alih-alih sekedar usaha tak tahu malu guna mengeruk
uang. Ini adalah ode yang menunjukkan betapa (warisan) Suzzanna masih
menghembuskan napas terornya dari dalam kubur.
Pendekatan tersebut tampak dari
pemilihan nama tokoh utama. Bukan Alicia, Lila, atau (yang paling tenar)
Suketi, tapi Suzzanna, yang diperankan oleh Luna Maya dalam penjelmaan sempurna
sebagai sang ratu horor. Dalam wujud manusia (a.k.a. sebelum bertransformasi
menjadi sundel bolong), kita melihat Luna dalam balutan prostetik yang
membuatnya bak kembaran Suzzanna, apalagi ditambah kefasihannya berlogat bak
noni Belanda. Walau sesekali terdengar inkonsisten, Luna sebagai Suzzanna
adalah pemandangan adiktif yang membuat saya lupa, jika butuh beberapa lama
sebelum horor merangsek masuk.
Suzzanna dan sang suami, Satria (Herjunot
Ali), menjalani kehidupan penuh cinta yang bahagia, khususnnya saat setelah
tujuh tahun, momongan yang dinanti akhirnya tiba. Tapi jika mengenal film-film
Suzzanna, tentu anda tahu ada tragedi bersiap mengacaukan kebahagiaan mereka. Tragedi
yang hadir dalam wujud rencana empat karyawan Satria: Umar (Teuku Rifnu
Wikana), Dudun (Alex Abbad), Jonal (Verdi Solaiman), dan Gino (Kiki Narendra).
Mereka memutuskan merampok rumah Satria setelah permintaan naik gaji ditolak. Aksi
itu dilangsungkan di tengah penugasan Satria ke Jepang, sementara Suzzanna
sedang menghabiskan malam Minggu
menonton layar tancap. Ketika di luar dugaan Suzzanna pulang lebih awal, mereka
berempat terpaksa membunuh, lalu menguburnya di pekarangan belakang rumah.
Keesokan paginya ia terbangun,
seolah baru bermimpi buruk seperti biasa. Sebuah keputusan berani dari naskah karya
Bene Dion Rajagukguk (Warkop DKI Reborn:
Jangkrik Boss! Part 1 & 2, Stip
& Pensil) yang dibuat berdasarkan cerita buatannya bersama Sunil Soraya
(Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang
Jatuh, Single) dan Ferry Lesmana
(Danur: I Can See Ghosts). Sekilas
absurd, tapi—dalam kasus langka di film horor kita—Bene menyusun aturan-aturan soal
apa yang bisa/tidak bisa sundel bolong lakukan, alasan ia melakukan “A”
daripada “B”, dan sebagainya. Jumlahnya bisa dihitung jari, tak seberapa
kompleks, tapi Bene terus konsisten membangun alur berdasarkan aturan yang ia
tetapkan.
Film-film Suzzanna dahulu adalah wujud
totalitas hiburan, yang meski punya tujuan utama menakut-nakuti, menolak
malu-malu menyentuh ranah kekonyolan, baik melalui komedi maupun cara metode
membunuh over-the-top dari sundel
bolong. Sebuah hiburan paket lengkap bagi semua kalangan yang seru disaksikan
beramai-ramai, baik di studio bioskop atau layar tancap di tengah lapangan
kampung. Suzzanna: Bernapas dalam Kubur
mengusung tujuan serupa, sehingga diselipkanlah komedi, yang penghantarannnya
dilimpahkan pada trio Asri Welas, Opie Kumis, Ence Bagus.
Ketiganya memerankan pembantu
Suzzanna. Di satu kesempatan, mereka mecurigai jati diri si majikan, dan
memulai penyelidikan yang berujung pada momen paling jenaka sepanjang film.
Khususnya Opie Kumis dengan kepiawaian melontarkan celotehan-celotehan absurd
yang kelucuannya sukar ditampik. Opie memang komedian berbakat yang butuh lebih
banyak tampil di film apik macam ini ketimbang judul-judul seperti Humor Baper (2016) atau Selebgram (2017).
Suzzanna: Bernapas dalam Kubur memang hendak mengikuti formula
horor Suzzanna masa lalu, namun juga berfungsi selaku modernisasi. Daripada b-movie, pendekatan lebih “besar”
diterapkan, yang mana dapat kita sadari hanya dengan sekilas mengamati tata
artistik dan sinematografi garapan Ipung Rachmat Syaiful (Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, Rudy Habibie). Ketika Suzzanna memeriksa
seisi rumahnya sewaktu perampokan berlangsung, kameranya bergerak mulus, menyapu
seisi ruangan lewat single take untuk
memperlihatkan keempat perampok di persembunyian masing-masing. Sedangkan musik
gubahan Andhika Triyadi (Dilan 1990, Dear
Nathan, Cek Toko Sebelah) terdengar megah sebagai cara mewah menyusun tensi
dramatis, yang sayangnya kurang berdampak akibat lemahnya performa aktor utama.
Bentuk modernisasi lainnya adalah
ditiadakannya cara membunuh cartoonish,
lalu sebagai gantinya, menambah kadar gore.
Seberapa pun saya rindu melihat sundel bolong mengendarai mobil atau traktor,
harus diakui, pemandangan tersebut akan sulit diterima penonton kekinian.
Setidaknya Suzzanna: Bernapas dalam Kubur
masih memberi kepuasan serupa kala memperlihatkan setan yang punya peran
cenderung heroik ketimbang makhluk kejam, menegakkan keadilan dengan caranya. She’s a supranatural vigilante. Tatkala
dunia nyata kerap membebaskan para pelaku kejahatan terhadap wanita dari
hukuman, menyaksikan mereka menerima penghakiman di sini jelas menyenangkan.
Aspek horornya memang tak seberapa
mengerikan. Mungkin karena sundel bolong tak pernah menampakkan diri di
lingkungan yang familiar untuk menghantui “rakyat biasa” (pinggir jalan,
perkampungan, dll.) sehingga terornya kurang terasa dekat, atau mungkin, karena
Suzzanna sendiri punya aura mistis tak tertandingi. Luna Maya sendiri
mengeluarkan kemampuan terbaiknya sebagai sundel bolong dengan tawa menyayat
telinga dan mata yang melotot begitu lebar, seolah menatapnya dapat menyebabkan
kematian.
Awalnya film ini disutradarai Anggy
Umbara (Comic 8, Warkop DKI Reborn:
Jangkrik Boss!, Insya Allah Sah 2) seorang, namun pasca suatu peristiwa
(yang tak bisa saya ungkap), Rocky Soraya (The
Doll, Sabrina) bergabung, berbagi kredit penyutradaraan. Sulit memilah mana
hasil kerja Rocky mana Anggy, sehingga saya memutuskan menganggapnya sama rata.
Pergerakan ceritanya mulus, menyebabkan alurnya nyaman dinikmati mesti suguhan
utamanya tak langsung muncul. Urusan membangun teror, kadang kita diajak
berdiam terlalu lama di satu momen sampai intensitasnya turun drastis, tapi siapa
pun yang menggarap klimaks, khususnya adegan “Kebangkitan sundel bolong”, layak
dipuji atas kemampuan mencuatkan keindahan dari dramatisasi teror. Tonton film
ini, nikmati perjalanannnya, kemudian mari menanti, apakah ular di atas pohon
itu cuma ular biasa atau petunjuk mengenai reboot
untuk.....
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
30 komentar :
Comment Page:Untuk nyi roro kidul horeeeee
Menurut saya punya anggy umbara adalah adegan jual sate yg ngak masuk, adegan nyanyi main piano secara anggykan ahli reka adegan,mungkin rocky menangani adegan balas dendamnya bukan dari mulai balas dendam tapi mungkin khusus adegan matinya aja ,karena ya atmosfer dan gore kaya film garapan rocky
Itu atau Nyi yang satunya hayoo :)
Yes, sepertinya gitu, dan kemungkinan banyak adegan komedik lain punya Anggy yang dipotong.
kalo ada ular ular mah nyai blorong hahaha
Wah jadi tertarik nonton nih. Pas liat trailernya, mirip banget Suzana.
Lsf aneh . Overlord banyak cut. Film ini yang scene tertusuk di muka sama sekali gak di sensor x cut :(
@rahmad well, bukan sepenuhnya di LSF sih, karena sekarang modelnya sensor mandiri. Mereka kasih catatan, balikin ke PH/distributor, baru yang potong si empunya film.
Ga ada adegan ketemu hansip ya kalo ga ada ketemu "warga".mnrt saya ini termasuk adegan ikonik...hahaha
Kalo ga ketemu warga kampung berarti ga ada ketemu hansip?menurut saya ini termasuk adegan ikonik..hahaha...
@aan Banyak yang nggak ada, termasuk tukang sate karena kebentur copyright, soalnya Rapi juga lagi proses bikin film Suzzanna.
Beneran nih Rapi Film proses bikin Suzzanna?
Nyi blorong
Nyi ageng ratu pemikat
Nyinyir (lambe turah) wkwkw
Cara ngomong Luna di film ini dimiripin suzzanna yg kadang membuat saya ketawa krn lucu dan aneh, tp lama kelamaan jd terbiasa walaupun agak geli. Seharusnya ini film disebut DRAMA sih krn hampir 75% Drama dan 15% Horror dan 10% Komedi. Film yg asik walaupun utk ukuran film Indonesia ini kelamaan, hampir 2jam 5menit duduk dibioskop. Saya kira bakal dibagi jd 2part mengingat 45menit awal msh blm jg ada horror nya tp ternyata film nya memaparkan jelas penceritaan nya. Herjunot Ali cuma ada diawal dan diakhir dan mnurut saya dia disini mati gaya, kurang dioptimalkan krn ceritanya harus pergi ke Jepang. Top buat trio babu nya yg memancing seluruh studio tertawa dgn kelucuan mereka..
Pemainnya sama?
Kalo nyi blorong bakal dibuat, yg buat soraya atau rapi ya. Secara kalo nyi blorong dulu yg buat rapi. Sama pemainnya siapa sih, kalo rapi yg buat. Harusnya kalo dulu suzzanna yg main terus, sekarang harusnya luna maya yg bakal main terus. Kalo ga, bakal ada dua kubu pecinta luna maya atau pecinta siapa? Eh lucinta luna hahhaha
@Akbar Yes, cuma belum resmi diumumkan.
@sandy Nggak juga sih ya kalau disebut drama. Elemen drama ya cuma di hubungann Suzzanna-Satria, yang cuma muncul di awal & akhir. Sisanya total horor.
@dim Nope. Pasti beda. Tapi belum tahu siapa.
@Yoan Nyi Blorong (1982) itu Rapi, tapi Petualangan Cinta Nyi Blorong (1986) punya Soraya. Entah haknya dibeli, atau belum ada yang mematenkan. Kalau Rapi mau bisa nyaingin Soraya secara komersil, ada tuh aktris yang dari muka aslinya jauh lebih mirip Suzzanna ketimbang Luna. Cuma "kepunyaan" MD :)
siapa artis yg mirip suzzana di md
*mikir keras
Spoiler dooong nama artisnyaa... pleeease
prilly?
MD ingetnya dia soalnya
Beda persepsi sm sy gan...
Padahal membawa nama suzanna, artistik sm setting waktu udah keren banget... tp masuk alur cerita kok banyak sadisnya, humor ala film skrg, dan kesan seremnya sedikit trus condong ke drama sedih sih... di film suzanna jadul sih titik berat bs memberi kesan dan aura horor, di film ini ekspektasi hal itu tak bs terpenuhi gan... sayang artistik dan akting artis sudah bagus tp alur cerita jauh dr nuansa film jadul suzanna... 5/10 kalo dr ku hehehe
Keknya prilly mukanya suzzanna bgt, tapi postur tubuhnya kurang tinggi :))
Film horor yg g horror. Denger suara ketawa luna kok b aja . Tetep ga bisa nyaingin suzzana asli di bagian horrornya
@Yoan Tinggi badan bisa lah diakali, muka Luna aja bisa dipermak gitu.
@Rahmad Well, ketawa memang satu-satunya yang masih "Luna banget".
Bang Rasyid ini pertama kalinya saya komen setelah sekian lama silent reader blog bang rasyid.Mohon berkenan infonya di salah satu acara talk show mbak bulan pernah bilang kalau proyek Suzzana ini memberinya honor kedua terbesar setelah film yang satunya..Nah mbak Bulan bilang PH tersebut yang memberi dia jonor terbesar adalah adik dari PH suzzana itu.Yang saya ingin tau maksudnya rapi dan soraya itu adik Kaka?
Hitmaker bang anaknya Soraya
Wah kode hahaha
Belum nonton
Tapi pasti bakalan nonton
Clue untuk film berikutnya ada ular?
Semoga bukan Titisan Dewi Ular yang di remake
Karena buat saya itu film Suzana terburuk. Ga serem sama sekali. Konyol.
Mending Ratu Ilmu Hitam yang boleh dibilang jadi film Suzana paling rapi dan serius.
Ga pake nakut2in orang kampung dan ga pake komedi juga.
@Murnee Nah tuh di bawah udah dijawab. Kemungkinan honor buat Sabrina yang dia maksud.
@Felix Oh iya, ada Titisan Dewi Ular. Setelah dipikir-pikir, lebih masuk akal remake itu daripada Nyi Blorong yang (mungkin) sebagian rights-nya ada di Rapi.
Baru sempet nonton semalem dan masih penuh loh studio cinemaxx di tempat sya. sempet fokus memang sama ular yang di akhir. menurut w sih impersonatenya luna maya udah bagus, cuman di beberapa adegan malah ga keliatan kaya suzanna cara bicaranya kepikiran sama elvi sukaesih. dan prostetiknya itu jadi membuat mimik mukanya kaku. kurang sreg dengan performa herjunot disini, w pikir kenapa ga hire aktor lain aja. Kalau pikiran w di MD memang Prilly secara physical mirip sih cuman kalau memang dia akan di hire main suzanna kok kurang ada wajah blasterannya gitu. malah sempet kepikir ke jessica mila.
Titisan Dewi Ular plagiat Nagin-nya Sridevi, jangan itulah yg di remake
Posting Komentar